"Yuri!"
Suara gesekan ujung sepatu menapaki gumpalan salju terdengar, pagi buta dengan angin dingin yang membelai pipi. Yuri baru saja keluar dari mini market "Park Yuri!" gadis itu berbalik, mendapati seorang pria tinggi dengan mantel beludru hitam menjutai hampir menyentuh tanah. Ditengah remang lamput sorot jalan kekuningan, Yuri menilik dalam wajah yang tampak hangat diingatannya itu.
"Benar kau Yuri! Ya! Akhirnya aku bertemu denganmu lagi gadis nakal! " seru lelaki itu menggebu. "Siapa?" Jawab Yuri dengan bingung, keningnya mengerut heran. "Ya!" sentak lelaki itu. "Oh sebentar, mataku bermasalah. Tolong pegang ini" gadis pertengahan dua puluh itu memberikan kantung kertas berisi belanjaannya, lalu meraih kacamata didalam saku mantelnya.
Setelah memakai alat bantu penglihatannya dengan benar, baru Yuri menyadari siapa orang yang dihadapannya itu. "Oh ya! Seokjin-ah!" pekiknya kencang. Beruntung jalanan lengang dan suasana yang masih gelap, sehingga keduanya tidak menjadi bulan-bulanan karena menggangu ketentraman. Percayalah suara mereka sangat nyaring dan mengganggu!
"Iya! Kau sudah kembali? Astaga mengapa tidak menghubungiku!" Seokjin meletakkan kantung kertas tadi asal kemudian memeluk Yuri erat, mengangkatnya keatas. Gemas.
Begitupun Yuri. Rindu kawan lama.
Ya, mereka berkawan dekat semenjak keduanya duduk di bangku perkuliahan. Dua-duanya mahasiswa kedokteran yang bertemu karena kejadian memalukan. Huft!
Yuri melanjutkan spesialis keluar negeri, dan Seokjin menetap dan melanjutkan pendidikan di negaranya. Hampir empat tahun berselang mereka tak bercakap, hanya saling terhubung melalui telepon atau media sosial masing-masing.
"Sejak kapan kau disini?" Seokjin dan Yuri beriringan menitu gelap jalan menuju Apartemen milik si gadis.
"Dua bulan mungkin?"
"Astaga sudah lama? Kenapa tidak mencariku?!" kesal Seokjin. Yuri terkekeh kecil. Sahabatnya tidak pernah berubah ternyata. Masih sering merajuk dan kekanakan. "Aku sibuk. " Seokjin mendecil geli, lalu mengejar langkah sahabatnya yang semakin kencang. "Sok sekali. " keduanya tertawa. Tawa rindu.
Saling bertukar cerita sepanjang jalan, sesekali saling memekik kesal dan melempar ejekan. Hampir empat tahun, tapi tetap sama. Hubungan mereka tetap hangat. Tidak ada renggang canggung ataupun sungkan.
"Kau kaya sekarang. " Yuri mengedikkan bahu, lantas membuka pintu kayu dihadapannya setelah menekan password kamarnya. "Kau sendiri?"
Yuri meletakkan belanjaannya yang sedari tadi dibawakan Seokjin di meja bar panjang. Apartemen sederhana, dapur yang menyatu dengan ruang makan dan ruang tamu. Desain unik, dengan interior serba putih yang diberi aksen sedikit warna merah muda dibeberapa sudut.
Gadis itu menggeleng halus menanggapi, membuka lemari pendingin kemudian meraih botol besar air dingin dari dalam dan menuangkannya ke sebuah cangkir besar dihadapan Seokjin. "Aku tinggal dengan adikku."
Seokjin mengernyit "adik?" sebelah tangannya meraih cangkir itu lalu meminumnya rakus, sebelum kemudian minuman itu menyembur dan wajahnya yang berubah merah. "Ya! Kau memberiku air dingin di awal musim salju?!" tawa Yuri meledak, bertepuk tangan senang karena ketidak sengajaannya membuat lidah Seokjin hampir beku.
"Maaf aku lupa. " tawanya masih tersisa, apalagi saat melihat Bibir seokjin yang merah berkedut. Semakin menggelikan. "Iya adikku. Adik yang dibawa ayah. "
"Maaf. " wajah Yuri menyendu. Seokjin teringat sesuatu lalu kalang kabut. "Santai saja, lihat bibirmu Ya Tuhan. "
"Kemampuan memasakmu membaik. " Seokjin menyuap sesendok besar nasi goreng kedalam mulutnya. yuri didepannya terkekeh "terimakasih. "
"Bagaimana Inggris?" Yuri mengalihkan wajahnya menatap sebuah figura besar di dinding samping kulkas yang bergambar dirinya memakai baju wisuda dengan latar sekolah kebanggaannya. "Kuharap kau tidak menyesal sudah menyia-nyiakan beasiswamu dulu Jin. " Seokjin mengikuti pandang mantan rival- nya itu. "Aku tidak. Tetap disini adalah pilihan yang tidak akan pernah aku sesali. Lagipula jika aku bersamamu, sainganmu semakin berat. " sendok besi sampai di kening Seokjin, hingga ia mengaduh kecil. "Percaya diri sekali. "
Dulu mereka adalah sepasang rival. Raja dan Ratu kampus katanya. Selalu dua teratas, tidak pernah bisa dikalahkan. Menjadi semakin terkenal lagi juga karena wajah mereka yang mempunyai Visual membanggakan, tidak menutup kemungkinan keduanya diharapkan memiliki hubungan lebih. Tapi tidak digubris oleh mereka, karena keduanya memilih karir dan masa depan sebagai tujuan utama.
"Oh iya, spesialis apa yang kau ambil omong-omong?" Yuri tersenyum berarti. "Mrs. Song tidak bercerita ya?" Seokjin menggeleng kecil "kanker...
Aku mengambil spesialis kanker. "[]
A/n:
Kasih tau aku ya kalau ada keanehan di bagian ini (typo etc.) karena aku publish ini tanpa revisi hehe.
Kayak naskah ya bagian ini? Kebanyakan dialog. Hehe.. Sampai Jumpa bagian selanjutnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Sight
Fanfiction[ TrueFanficIndo April'19 reading list ] ------ Jungkook benci jika harus selalu melihat takdir seseorang. Chaptered Brothership YK - - - Story©SasyaW Cast©BTS bighit entertaiment, their parents Cover©CanvaXpinterest