29- Deja vu

1.5K 279 11
                                    

"Bibi kenapa memandangiku seperti itu?"

Nayoung mengulas senyum kemudian, walau tak sampai pada matanya yang sangat sendu.  Tangan halusnya dibawa mengusap surai si bungsu yang menatap dirinya keheranan. 

"Bibi ayo habiskan. " Jungkook mendorong piring Bibi yang masih jauh dari kata habis.

"Bibi kenyang sekali. " jeda beberapa saat setelah kemudian Nayoung menambahkan "Ku, ada yang harus bibi katakan. "

Jungkook menyuapkan nasi sesendok penuh kedalam mulutnya, mendengar kan suara lembut bibi dengan seksama. Namun tiba-tiba tangannya melemas dan sendok besi itu terjatuh mengenai mangkuk yang menghasilkan bunyi berdentang ribut.  Kedua mata bulatnya melebar dan Nayoung sudah memperkirakan perkara ini, maka ia meminta pada Namjoon agar dirinya saja yang mengatakan kebenaran menyakitkan ini pada bungsu mereka. 

"Bibi mengatakan omong kosong atau bagaimana?" tanya Jungkook terkesan sarkas, walau pada kenyataan hatinya bergemuruh kencang dan matanya mulai memerah.

Nayoung menggeleng, ketegarannya yang ia buat sedemikian kokoh nyaris saja runtuh ketika mendapati Bungsunya yang rapuh meluruhkan air mata. Lantas ia segera mengambil tempat di kursi kosong samping Jungkook, dan menggenggam tangan anaknya itu erat.  "Paman sudah lelah, ku,   Ayo biarkan Paman istirahat. " lirihnya. 

Jungkook menggelengkan kepalanya kelewat kencang, hingga Nayoung menahannya supaya Jungkook tidak merasa pusing setelahnya.

"Tapi, tapi, aku tidak bermimpi tentang Paman, itu-itu berarti Paman masih memiliki umur panjang 'kan Bi? " Ucap Jungkook dengan suara kelewat bergetar, air matanya deras hingga mengenai punggung tangan Nayoung yang diletakan di pipi putih itu. 

Nayoung merasa kembali hancur, setelah di tampar kenyataan tentang keadaan sang Suami, kini ditambah dengan kehancuran anak bungsunya yang telah ia jaga dengan kehati-hatian agar tidak kembali terjerembab pada luka.  Tangisnya ikut pecah, melihat bagaimana usaha Jungkook untuk meyakinkan ia bahwa sang Paman akan kembali pada mereka dengan suara putus-putus disela isakkan yang menggores dalam sekali di dinding terluar hatinya.

"Jungkookie bersama Bibi, dan kakak-kakak disini. Paman tidak akan merasakan sakit, jadi biarkan Paman bertemu Ayah dan Bunda ya?" Jungkook terisak keras dalam dekapan Nayoung, dengan punggung menggigil dan tangan yang mendingin.  Baju bagian dada atas Nayoung basah, dan ia merasa tertimpa langit untuk kedua kalinya. 

Dan Jungkook hancur melebihi kata hancur, hancur sekali hingga menjadi beribu kepingan. Tangannya meremat baju bagian punggung Bibinya, bibirnya di gigit kuat-kuat menahan gejolak kesedihan dihatinya hingga sebercak rasa amis memenuhi rongga mulutnya.

Ia akan kembali kehilangan.

Sosok Ayah lain yang ia amat sayangi akan pergi, meninggalkan pukulan di luka lebam hatinya yang belum sepenuhnya sembuh.

Separuh kekuatanya menguap, bahkan tubuhnya seketika melemas. Tapi Jungkook kemudian sadar, ada hati-hati yang lebih dalam terluka dibanding dirinya. 

Lantas Jungkook mengadah, menemukan wajah Bibi yang sama kacaunya dengan dirinya. Ia meringis membayangkan bagaimana tegarnya Bibi menghadapi ini semua. Bibi yang menyaksikan segala kesakitan Paman sedari awal, tak bisa ia bayangkan sebagaimana besar luka Bibi yang pasti lebih dalam dari miliknya. Dengan dalam getar sisa tangisnya Jungkook berkata "Sakit ya bi?"

Nayoung balik menatap Jungkook, "Pasti rasanya sakit dan lelah sekali. " tambah Jungkook lirih. 

"Aku, aku tidak memiliki luka yang lebih besar dari Bibi. Tapi kenapa aku seegois ini ya? Kenapa Bibi tegar sekali? Kenapa Bibi menguatkan aku?  Padahal seharusnya kan aku yang menjadi sandaran Bibi?"

Nayoung tidak tahan mendengar ucapan sang Anak, segera ia meletakkan kembali Jungkook pada rengkuhannya. Mengecup pucuk kepala Jungkook berkali-kali.

"Aku merelakkan Paman Bi. Dan aku Janji akan menjadi anak yang baik untuk Bibi. "





***
Semuanya berkumpul diruang Rawat Jonghyun, termasuk para dokter dan perawat yang sudah merawat lelaki itu. 

Sebelum alat-alat penopang kehidupan yang melekat ditubuh Jonghyun dilepas, Dokter Im meminta orang-orang terdekat pasiennya itu untuk memberikan kecupan-kecupan dan kata-kata perpisahan terakhir. 

Setelah Nayoung dan Namjoon yang penuh emosi, kini giliran Jungkook.

Anak itu melangkah ragu-ragu mendekati tubuh ringkih sang Paman, menyusuri lekuk yang tersisa di tubuh Jonghyun yang nyatanya hanya tulang berbalut kulit. 

Jungkook menggenggamnya tangan kurus Pamannya, lalu mengusap dengan pelan kepala pelontos efek kemoterapi itu.  Berucap dengan tenang, walau tangisnya berlomba-lomba ingin diluapkan. 

"Setelah ini Paman tidak akan merasa sakit, aku jamin itu.  "

"Paman aku berjanji atas namamu, aku akan menjaga keluarga kita dan menjadi superhero roti Anpan yang baik hati. "

Mereka yang didalam ruangan menahan nafas, menatap interaksi itu sendu. Bahkan Nayoung sudah terisak dalam rengkuhan Namjoon. 

"Aku- minta maaf karena tidak bisa menjadi anak yang baik. Aku banyak menyusahkan Paman dan Bibi kan?"

"Jung,  sudah. " ucap Yoongi yang dapat melihat jelas bagaimana  wajah adiknya yang sudah memerah, dan air mata menggantung dipipinya.

Tapi Jungkook seolah tuli, "Aku akan mendengar kan Bibi dan Kak Yoongi. Aku akan menjadi kuat. Aku janji Paman!" Jungkook tiba-tiba berteriak, dan tangisnya pecah. 

Yoongi hendak menarik tubuh adiknya, Namun urung saat Seokjin menahan tubuhnya dan Yuri menatapnya dengan raut meminta pengertian. 

"Paman, selamat jalan. " Jungkook mengecup kening Jonghyun lama sekali, membiarkan air matanya meluruh membasahi wajah sang Paman. 

Dokter Im merengsek maju, dan Yoongi menarik tubuh Jungkook, membenamkan wajah adiknya pada permukaan dadanya yang bidang. Sama sekali tidak membiarkan adiknya menyaksikan apa yang dilakukan para petugas medis dan bagaimana tubuh Pamannya itu mengejang saat alat terakhir penopang hidupnya dilepas.

Wajah Jonghyun di tutup kain putih, Nayoung kehilangan kesadaran dan Jungkook melemas. 

Namjoon dan Yoongi dipaksa kuat oleh, dan kawan mereka membantu menyelesaikan tugas terakhir petugas medis. 





Senja yang indah. Kembali dirinya terduduk di rumput rendah dekat danau yang menghadap matahati terbenam. 

Menikmati semilir angin yang terasa begitu hangat, Jungkook merasa Deja vu. 

Tak lama kemudian irisnya menangkap sosok lelaki yang berjalan diatas air danau menuju matahari terbenam. 

Tidak begitu jelas rupanya, karena tubuh lelaki tinggi itu tenggelam pada cahaya senja yang berkilau.


[]

A/n:
Selamat menjalankan ibadah Puasa! ^^

Dream SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang