Nayoung mengambil penerbangan tercepat saat setelah Seokjin menceritakan segalanya terkait kejadian dirumah.
Tiba-tiba gelanyar sesal menggelayuti pikirannya. Berpikir bila apa yang telah dia putuskan kemarin, tentang meninggalkan mereka berdua dirumah untuk memperbaiki keadaan adalah salah.
Hatinya diliputi kekhawatiran sepanjang jalan. Hingga saat pintu kamar Jungkook terbuka, hela nafas sedikit lega terdengar.
Yoongi menatapnya dengan sayu, mata anak itu sembab dan memerah. Tangannya tampak mengerat diantara lingkup tubuh Jungkook yang bersandar padah bahunya.
"Ya Tuhan." Lirih Nayoung.
"Maafkan Bibi Yoong," getar Nayoung dalam kekhawatiran. Ia mengecup pucuk kepala dua anak itu bergantian.
Sedangkan Yoongi mengernyit bingung, dan membantah permintaan maaf Bibinya. Sebab tidak ada salah siapapun kecuali kelalaian-nya untuk ini.
"Yoong, Hidungmu. "
Yoongi meraba bagian hidung yang ditunjuk bibi dengan jemarinya, terasa menggelitik dan tercium aroma anyir. Benar saja, ia kembali mimisan. Kepalanya sedari tadi dibiarkan berdentum mulai berulah. Yoongi mendesah kesal.
"Bibi, maaf obatku. " pinta Yoongi, Nayoung melenggang keluar dari kamar Jungkook setelah memberikan beberapa lembar tisu pada si Sulung.
Yoongi menyumpal hidungnya dengan tisu, berusaha meredam aliran darah yang keluar tanpa berbaring. Sebab Jungkook sama sekali tidak ingin lepas dari tubuhnya.
Jungkook sedikit menggeliat, tangan Yoongi semakin mengerat untuk menahan tubuh adiknya agar tidak terjatuh karena sebelah tangannya mulai lemas.
"Kakak.. " Jungkook berhasil lepas dari Kungkungan sang Kakak, menatap mata Yoongi sekilas. Yoongi menemukan mata sayu itu, yang tampak merefleksikan keadaannya tanpa berkaca.
Jemari Jungkook terangkat, mengusap aliran darah yang mengalir dari rongga hidung Kakaknya. Sang Kakak terdiam sesaat, hening menguar diantara mereka. Dengan Jungkook yang masih meletakan tangannya dibawah hidung sang Kakak, dan Yoongi terdiam sebab kebingungan yang tiba-tiba menghantam dirinya.
"Pasti sakit ya kak?"
Mencoba memecah hening, Jungkook berkata dengan suara lembutnya yang parau. Akan tetapi Yoongi tak lantas menanggapi, sepasang iris itu tak lepas dari Jungkook yang tampak enggan lagi bertemu pandang dengan matanya.
"Tidak lebih sakit saat melihat Jungkookie menangis." Jawab Yoongi.
"Maaf karena tidak bisa melakukan apapun."
"Tetap bersama Kakak, tersenyum dan menggengam tangan Kakak itu sudah lebih dari cukup Jung. "
Yoongi mengangkat dagu Jungkook hingga tatapan keduanya beradu, mengusap sejentik air mata yang lagi-lagi turun dari manik Indah milik adiknya.
"Mau berjanji satu hal?"
Jungkook mengerjapkan matanya pelan, mata bulat yang menggemaskan.
"Jangan bersedih, tetap tersenyum dan kuat untuk Kakak. Ya?"
Jungkook mengangguk setelahnya.
***
"Aku ingin jalan-jalan. "
Perkataan Yoongi sontak membuat semua yang berada dimeja makan menghentikan kegiatannya dan melempar tatapan sangsi pada pemuda itu.
"Operasimu sebentar lagi Yoon. " sang Dokter yang berada tepat dihadapannya dengan cepat menyangkal.
"Aku masih punya waktu untuk rehat bukan? Lagipula aku hanya pergi ke Villa Ayah di Daegu. " ucapnya santai, kemudian meraih kepalan tangan Jungkook untuk ia genggam di atas pangkuan anak itu.
Yuri lantas melemparkan tatapan garang, menolak keras apa yang diminta pasiennya. Karena jeda waktu yang diberikannya adalah waktu istirahat dan mempersiapkan diri, bukan untuk dihabiskan tidak jelas yang akan membawa banyak kemungkinan terburuk kemudian.
"Berapa lama kau akan pergi Yoong?" iti Seokjin.
"Hanya lima hari. Dan aku pasti akan menjaga kondisi ku. "
Seokjin melempar tatapan pada sahabatnya yang masih dengan amarah yang usaha coba diredam.
"Yuri?" Seokjin masih mencoba menengahi keduanya.
Yuri menghela nafas, ia sadar keadaan Jungkook dan Yoongi tidaklah bisa dikatakan baik. Dan juga tekanan yang hadir sebelum operasi pastilah ada dan sangat menggangu. Yuri mengerti, tujuan Yoongi untuk membawa pergi adiknya dari keramaian adalah untuk memperbaiki keadaan mereka.
"Baiklah. Datang ke rumah sakit besok, Aku akan memberikan obat tambahan untuk sedikit meredakan seranganmu."
Yoongi, Seokjin, dan Nayoung tersenyum kecil.
"Dan Yoong, Kau akan menjadi tawanan Rumah sakit setelah ini."
***
Mereka berada di halaman belakang rumah bibi, mendudukan diri di ayunan tali yang terpasang saling bersisian.
"Apa tidak apa-apa kak kita pergi?" Jungkook bertanya kepada Yoongi yang sibuk dengan telepon genggang ditangannya.
"Tidak apa. Dengar apa yang dikatakan dokter Yuri?"
Jungkook mengangguk kemudian mendorong tubuhnya sendiri kebelakang, lalu berayun dengan anak rambut yang ikut bergoyang terbawa angin. Ia terkikik geli, merasa senang sebab ayunannya semakin tinggi dan terasa seperti terbang.
"Manis sekali. " Yoongi tersenyum, mengarahkan kamera ponselnya kearah wajah sang adik. Tawa Jungkook yang begitu ia rindukan kembali bergaung memenuhi rongga telinganya. Dan itu sontak ikut menarik kedua sudut bibirnya, mengucap syukur sebanyak yang ia bisa. Dan harapan agar senyuman dan tawa itu tidak akan pernah lagi hilang. []
A/n;
Hai! Lama sekali ya? Hahaha semoga aku no PHP lagi ya setelah ini. Hehe..
Dan yaaaaaaa...
Selamat enam tahun bersama our strong boys!
Tuliskan harapan kalian untuk bangtan disini~~
Dan
Tuliskan harapan kalian untuk author disini~~~
Oh Ya, untuk lebih dekat dengan aku, Kalian bisa temui aku di Instagram! Dan more info untuk work aku selanjutnya/spoiler/blablabla hahah
@Fakesya --on instagram.
Luv u all!

KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Sight
Fanfiction[ TrueFanficIndo April'19 reading list ] ------ Jungkook benci jika harus selalu melihat takdir seseorang. Chaptered Brothership YK - - - Story©SasyaW Cast©BTS bighit entertaiment, their parents Cover©CanvaXpinterest