Jungkook sedang membaca komik disamping sang Kakak yang masih terlelap dalam damai diatas pembaringan.
Sudah hampir pagi, kendati matahari belum menapakan wujudnya. Jungkook bukan terbangun cepat, tetapi anak itu sama sekali tidak memejamkan matanya sejak semalam.
Tidak bisa.
Hari-hari yang dilalui dengan topeng yang membalut hatinya, pada puncaknya Jungkook merasa resah. Petang nanti, perjuangan sang Kakak akan benar-benar pertaruhkan.
Jungkook gelisah, ketakutannya mencapai batas.
Semalam berkali-kali diminta untuk segera tertidur, anak itu membandal. Dan pada akhirnya, hanya memjamkan mata. Tanpa benar-benar menyerah pada kantuk.
"Sudah bangun?"
Jungkook mengalihkan pandangannya pada sang Kakak, tersenyum kecil lantas meletakkan buku komik dipegangannya.
"Kakak butuh sesuatu?" tanya Jungkook.
Yoongi memggeleng, mengisyaratkan sang Adik agar mendekat padanya. Tangannya yang semakin kurus meraba, menyusuri lekuk wajah Jungkook yang hanya berjarak sepanjang penggaris. Senyum sendu hadir kemudian, saat menyadari cekungan hitam dibawah mata Jungkook. Dirinya mengerti, sadar akan apa yang di takutkan Jungkook. Apa yang menjadi momok ketakutan terbesar adiknya.
"Kenapa Jungkookie-nya Kakak ini jelek sekali? Lihat, seperti panda." Suata Yoongi yang serak menyapa rungunya, merasakan hangat ibu jari sang Kakak mengusap bagian bawah matanya. Jungkook tersenyum kecil.
"Kakak lebih jelek, semakin kurus saja. Aku tidak suka! Takut patah."
Yoongi melihat Jungkook yang menjauhkan wajahnya, selapis kaca bening di sepasang iris adiknya tak luput dari pandangan.
Jungkook terkekeh mencairkan suasana setelah hening mengambil alih atmosfer sekitar mereka. Kemudian mengusap punggung tangan Yoongi seraya berucap dengan suara pelan, meminta agar sang Kakak kembali memejamkan mata dan menjemput mimpi yang sempat terputus.
Yoongi menggeleng sebagai tanggapan, kantuknya sudah menguap entah kemana sejak menemukan tampang Jungkook yang begitu lelah. Hatinya pun dirundung kekhawatiran akan kondisi kesehatan sang Adik yang beberapa hari kebelakang jauh dari pengawasannya.
"Jungkookie sudah besar ya?" ucap Yoongi setelah lama saling beradu pandang dengan sosok disampingnya.
"Ya! Maka dari itu berhentilah memanggilku bayi kak!" marah Jungkook dengan bibir yang mengerucut manja.
Yoongi meraih telapak tangan Jungkook yang berada di tepi ranjang, dengan lemah membawa tangan yang akan segera bertumbuh dan mungkin akan mengalahkan lebar tangannya itu pada genggamannya. Selalu menjadi tenang saat Jungkook membalas tautan tangannya, seolah anak itu selalu percaya akan apapun tentangnya.
"Tetap saja, sampai kapanpun Jungkookie akan menjadi bayi-nya Kakak."
"Bahkan sampai kakak benar-benar memiliki bayi? Maksudku--Sampai aku jadi Paman? Ah--"
"Iya, Paman Bayi." sela Yoongi dengan nada jenaka.
"Tidak!"
***
Mentari sampai tepat di pusat langit, dengan hembusan angin musim semi yang sejuk membaui kehangatan pemujanya.
Kamar rawat Yoongi tampak ramai kali ini, gelak tawapun sebagai pelengkapnya.
Jungkook duduk disamping brangkar sang Kakak. Beberapa kali menguarkan tawa saat tingkah konyol penghuni ruangan lain memecah suasana, tetapi anak itu tetap saja terlihat tidak benar-benar ada disana. Dalam artian, jiwa Jungkook tengah berkelana mencari ketenangan yang sebenarnya. Untuk hatinya yang tengah dirundung gelisah hebat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Sight
Fanfiction[ TrueFanficIndo April'19 reading list ] ------ Jungkook benci jika harus selalu melihat takdir seseorang. Chaptered Brothership YK - - - Story©SasyaW Cast©BTS bighit entertaiment, their parents Cover©CanvaXpinterest