20- Namjoon

1.7K 259 14
                                    

Deru mesin pesawat memekakkan telinga.

Namjoon beberapa kali membenarkan letak kacamatanya, sebuah buku catatan kecil dan pena diantara jarinya.
Helaan nafas terdengar lesu, menopang dagu menatap hamparan luas awan dari balik jendela.

Yang ada dipikirannya adalah sang Ayah.

Namjoon mengenal Ayahnya dengan baik. Dan Namjoon tahu benar, jika sang ayah tidak pernah merasa lemah. Ayahnya tidak akan pernah ingin dirawat, kecuali sakitnya teramat.

Belum lagi adik kesayangannya. Namjoon tidak sempat pulang karena tuntutan pekerjaan kemarin. Bukannya tidak peduli, hanya saja Namjoon merasa bertanggung jawab atas pekerjaanya. Ditambah, Namjoon hanya berkerja pada orang, ia tidak bisa seenaknya meninggalkan hal tersebut.

Pikirannya berkecamuk, sudut hatinya merasa bersalah.

Yoongi dan sang Ibu pasti kesusahan.

Maka dari itu keputusannya sudah bulat. Tabungannya sudah cukup sampai anaknya kelak ada dibangku perkuliahan. Namjoon berhenti mengejar dunianya.

Tujuannya sekarang adalah keluarganya. Mengejar dunia demi kebahagiaan mereka adalah hal utama yang harus ia capai sekarang.

Ya, pemuda tinggi dengan kedua cekungan dibelah pipinya itu banting haluan.

























Matahari menyala terang saat kakinya menapak tanah kelahiran. Semilir angin musim dingin sampai dikulitnya. Luapan rindu bergemuruh meminta disampaikan.

Langkahnya menyusuri lorong ramai bandara, akhir tahun mendekati libur.  Sesekali ia berdecak dalam hati, begitu banyak perubahan walau kecil disini. Tidak disadari terakhir ia pulang sekitar musin gugur tahun lalu. 

"Kak Namjoon!"

Pekikkan suara seseorang yang jelas masih ia ingat dengan benar. Namjoon mengangkat pandangnya, diujung sana sosok yang ia rindukan sedang berdiri sembari melambai-lambai tangannya semangat. Sosok lain berdiri dibelakang, dengan senyum kecil tanda bangga dan lega. 

"Kookie!" Namjoon menambah tempo langkahnya, derit roda koper nyaring terdengar.

Jungkook berlari pada akhirnya, menubruk Namjoon hingga kakaknya itu hampir terhuyung kebelakang.  Namjoon gemas, memeluk sang adik dengan erat hingga tubuh Jungkook terangkat.  "Hei kenapa ringan sekali?" Namjoon mencoba melepaskan pelukannya, namun bocah kelinci itu enggan. Tetap menenggelamkan wajahnya pada dada bidang sang kakak. 

Yoongi berjalan menghampiri dua adiknya. Senyum itu tidak luntur walau tipis terlihat. Sedikit memberikan rangkulan rindu.

"Mau sampai kapan Kak Namjoon-mu itu dipeluk?" Yoongi cemburu. Dibalas gumaman dan gelengan kecil, Namjoon terkekeh semakin gemas. Padahal Jungkook akan segera berumur tujuh belas.  "Ayo Kookie, Kak Namjoon pasti lelah. " bujuk Yoongi sekali lagi.

Akhirnya Jungkook melepas pelukannya, Namjoon sekilas melihat mata bulat itu Memerah sedikit berkaca. "Ada apa?" ucapnya lembut, menarik dagu Jungkook yang semula tertunduk. Yoongi mengusap rambut adiknya pelan "rindu ya?" dan Jungkook mengangguk.

Tidak bisa dipungkiri memang, rasa rindunya pada Kak Namjoon-nya itu terlewat besar, Pula Jungkook yang memang sedikit sensitif sekarang. Namjoon menarik kurva bibirnya, merangkul Jungkook hangat. 

"He cengeng sekali. "


***

Perjalanan mereka kebanyakan diisi hening. Namjoon sibuk dengan pikirinnya, pun Yoongi yang lebih memilih memfokuskan diri pada kemudi. 

Dream SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang