Dua Puluh Empat

144K 19.9K 2K
                                    

"Mommy mau ke belakang, kalian sarapan sendiri aja. Mommy udah sarapan tadi," pamit Agatha setelah melihat Juan yang berjalan ke arah ruang makan. Wanita itu mempercepat gerakan mengambilkan sarapan untuk anak-anaknya.

Hanya Angel dan Rizal yang tampak biasa saja dengan tingkah Agatha. Damian, Daniel, dan Shella yang sedikit mengerti, hanya bisa menatap ibunya tanpa mau berkomentar yang bisa saja memicu rasa penasaran Rizal atau Angel.

"Angel makan sendiri nggak papa, kan? Mama mau nyuci bajunya Angel," ujar Agatha seraya mengusap puncak kepala putri bungsunya sebelum pergi.

Angel mengangguk mantap lalu meraih sendok untuk menghabiskan sepiring nasi goreng telur kesukaannya. Anak itu tampak menikmati nasi gorengnya dengan lahap karena nyatanya anak seusianya belum bisa mengerti. Lain dengan kakak-kakaknya yang terdiam di tempat masing-masing. Apalagi Daniel yang diam bersama dengan dugaan terburuk yang bisa saja terjadi ke depannya.

"Mau ke mana kamu?" Juan yang sampai di ruang makan sebelum Agatha sempat beranjak, mencekal lengan istrinya. Sontak itu membuat Agatha mengurung sejenak kepergiannya. Memang yang Agatha hindari adalah suaminya yang sebentar lagi akan menjadi mantan suami.
Tidak ada lagi yang bisa dipertahankan dari keluarga yang sudah hancur. Agatha rasa percuma juga ia bertahan selama ini. Juan tetap Juan dengan segala keegoisan dan amarah yang dikedepan.

"Lepas," pinta Agatha tanpa menatap wajah Juan. Menatap wajah Juan sama saja membuka luka malam itu.

"Kembali duduk dan sarapan. Biar aku yang menjauh. Kamu temani anak-anak dan kasih pengertian ke mereka soal kita. Bicara pelan-pelan aja, nanti juga mereka ngerti. Aku ke sini nggak buat sarapan bareng kok karena aku juga cukup sadar diri kalau aku udah nggak diterima," ujar Juan berusaha setenang mungkin.

"Aku cuma mau bilang kalau aku udah siapin pengacara buat perceraian kita. Sampai ketemu nanti, di pengadilan," ucap Juan lalu melenggang meninggalkan Agatha yang masih diam mematung.

Daniel memejamkan mata untuk mengatur napas dan dadanya yang tiba-tiba nyeri mendengar kata perceraian yang akan menghancurkan mimpi-mimpi indah adiknya. Saat kembali membuka mata, pemandangan yang ia nikmati adalah wajah polos Angel dan Rizal yang tengah mengunyah nasi goreng. Sesekali Angel menjahili Rizal lalu tertawa pelan.
Daniel menggelengkan kepalanya pelan lalu bergegas bangkit. Tas punggungnya yang tergeletak di kursi segera ia gendong. Buru-buru ia berlari cepat mengejar Juan.

Shella melirik ke arah Damian. Saat Damian ikut melirik ke arahnya, buru-buru Shella membuang muka dan menyibukkan diri dengan sarapan miliknya.
"Tambah," ujar Damian dengan wajah tanpa ekspresi seraya menunjuk mangkuk besar berisi nasi goreng.

"I-ya nanti," sahut Shella gugup.

***

Juan melewati Daniel begitu saja. Ia sebenarnya tahu jika Daniel ingin berbicara padanya. Hanya saja ia pura-pura tidak peduli dengan apa yang ingin Daniel katakan. Juan terus berjalan menuju mobilnya yang sudah terparkir siap mengantarkannya ke kantor. Juan butuh tempat yang bisa membuatnya lupa tentang masalah keluarganya. Dan sepertinya kantor adalah pelarian terbaiknya. Pekerjaan yang menumpuk bisa menjadi pengalih perhatiannya.

Bukan Daniel namanya jika berhenti sebelum apa yang ia inginkan tercapai. Ia berlari dan mencegah langkah Juan.

"Daddy sibuk. Ini udah siang, Niel. Mending kamu habisin sarapan dan siap-siap ke sekolah," ujar Juan.

"Daddy nggak sesibuk itu sampai harus mengabaikan anaknya."

"Daddy ada meeting jam 8. Daddy harus berangkat sekarang." Juan kembali melangkah mengabaikan Daniel.

Incredible JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang