Tiga Puluh Tiga

133K 17.6K 3.8K
                                    

"Kudanil, kepala Angel pusingnya nggak ilang-ilang. Jangan-jangan ini gala-gala kudanil," tebak bocah yang tengah meringkuk di ranjang memeluk celengan ayam kesayangannya.
Mendapatkan tuduhan dari Angel, Daniel menghentikan gerakan menepuk-nepuk pantat bocah itu.

"Kok gara-gara kakak? Kakak nggak ngapa-ngapain," protes Daniel.

"Kudanil pasti santet Angel kan? Ngaku!"

"Astaghfirullah, Ngel. Tega kamu fitnah kakak sekeji itu. Mending kamu tidur deh. Heran, lagi sakit aja mulutnya masih ngoceh terus," gerutu Daniel.
Cowok itu membaringkan tubuhnya di samping Angel. Lengan berototnya ia berikan untuk dijadikan bantal adiknya. Berbaring berbantalkan lengan Daniel adalah hal yang Angel sukai. Posisi itu menciptakan kenyamanan yang tidak bisa Angel dapatkan dari orang lain.

"Sini kakak kelonin. Tapi harus bobok," ujar Daniel memeluk tubuh mungil adiknya. Tubuhnya yang tinggi besar tidak sebanding dengan tubuh adiknya yang masih begitu kecil.

"Mama sama papa kapan pulang?" tanya Angel.

"Nanti juga pulang. Mama sama papa lagi periksa dedeknya Angel biar sehat terus. Angel sekarang bobok, ya?" bujuk Daniel lalu memejamkan mata. Sesungguhnya Daniel juga merasakan kantuk berat. Semalaman ia tidak tidur karena menjaga Angel yang rewel karena tubuhnya yang kurang sehat. Ia baru tidur pukul 3 pagi dan harus bangun pukul 5 saat Angel juga terbangun. Begitu terbangun pun rewelnya Angel kembali. Anak itu terus saja menangis dan tidak dimengerti keinginannya. Juan, Agatha, Damian, Shella, dan Rizal tidak ada yang bisa menenangkan Angel. Hanya bersama Daniel, Angel bisa dikendalikan.

"Kan yang mau bobok itu Angel, kok kudanil melem juga!" protes Angel menatap sebal ke arah kakaknya yang memejamkan mata.
Dengan terpaksa Daniel membuka matanya. Bola matanya memerah dan air mata mengalir dari sudut matanya.

"Mau tidur apa nggak?"

"Nggak. Mau main."

"Katanya sakit. Kalau sakit itu banyakin istirahat biar cepet sembuh."

"Kan ada kudanil yang jagain."

Daniel menghela napas. Percuma juga ia melawan adiknya. Mengabaikan rasa kantuk dan lelahnya, Daniel turun dari ranjang dan menggendong Angel keluar kamar. Cowok itu membawa Angel ke ruang keluarga.

"Loh kok nggak tidur?" tanya Damian saat melihat Daniel dan Angel datang.

"Mau main. Bosen tidul telus," sahut Angel lalu meletakan celengan ayamnya di meja begitu ia diturunkan dari gendongan kakaknya.
Anak itu berlari ke arah keranjang mainannya yang tergeletak di sudut ruangan. Mainan yang sudah ditata rapi kini kembali berserakan. Rumah Juan saat ini sulit menjaga kerapiannya semenjak putra-putrinya ada. Ada saja salah satu dari mereka yang membuat berantakan.

"Doktel, peliksa Angel, ya?" ujar Angel seraya menyerahkan stetoskop mainan pada Daniel. Anak itu mengulurkan tangannya ke arah Damian meminta dipangku. Saat ia duduk di pangkuan Damian, Daniel memeriksanya.

"Gimana dok?"

"Ini penyakitnya kronis. Kalau nggak tidur, siangnya nanti bisa kritis. Lebih baik Angel tidur."

"Tuh Ngel, dengerin kak dokter Daniel. Angel harus bobok. Bobok dulu, nanti main sama kakak Mian, kak Daniel, kak Shella, sama kak Rizal. Nanti main terserah Angel deh," celetuk Damian ikut membujuk adiknya. Lengan kecil Angel ia usap.

"Tapi kak ala nggak boleh ikut. Nggak boleh!" peringat Angel yang diangguki oleh Damian dan Daniel.

"Mau tidul sama kak Mian sama kudanil juga," pinta Angel.

"Menang banyak kamu Ngel ditiduri dua cogan," kelakar Daniel mengelus puncak kepala adiknya penuh sayang.

"Niel," tegur Damian. Mendapat teguran dari kakaknya, Daniel mengusung senyum lebar dan menunjukkan jari telunjuk dan tengahnya membentuk huruf V.

Incredible JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang