Delapan

166K 17.3K 3.2K
                                        

P E M B U K A A N

P E M B U K A A N

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






 Juan duduk dengan tidak nyaman. Sarapannya tidak bisa ia nikmati. Semua terasa hambar lantaran tatapan mata elang milik putra sulungnya terus tertuju ke arahnya. Damian tidak melepaskan tatapan tajamnya membuat Juan was-was. Tidak mungkin Damian menatapnya sedemikian rupa jika semuanya baik-baik saja.

"Dam----" Suara Juan terpotong seketika saat Damian mengangkat tangan kirinya sebagai isyarat pada Juan untuk berhenti berbicara.
Juan menelan rasa kecewanya mentah-mentah.

"Damian, nggak sopan kamu," tegur Agatha membuat Damian melirik sekilas ke arah Agatha. Hanya sebentar karena setelah tiga detik tatapannya kembali pada Juan yang pura-pura sibuk mengoleskan selai kacang ke rotinya.

"Mata kak Damian nyelemin. Jadi pengin nusuk pake galpu," celetuk Angel dengan polosnya. Posisi Angel yang tengah dipangku oleh Juan membuat anak itu melihat dengan jelas bagaimana tatapan kakak tertuanya.
Angel memainkan garpu. Menggoyangkan garpu itu dengan pelan.

Sadar akan tatapannya yang mungkin menakuti adik bungsunya, Damian menundukkan kepalanya menatap menu sarapannya. Daripada membuat Angel takut, Damian memutuskan untuk memakan roti bakarnya dengan terus menunduk. Sesekali melirik tajam ke arah ayahnya.

"Niel, nanti Daddy aja yang ke sekolahmu. Daddy harap ini terakhir kalinya kamu berulah. Daddy udah cukup malu dengan sikap kamu. Ingat, semester ini kamu udah empat kali dipanggil. Kalau bukan karena Daddy donatur terbesar, kamu mungkin udah kena DO," ucap Juan.

Daniel menelan roti yang ada di mulutnya sebelum menyahut ucapan Juan.
"Nggak janji, Bi. Udah---"

"Namanya juga sampah sekolah, kerjanya ngulah. Cuma itu yang bisa dibanggakan. Malu-maluin keluarga. Kayak anak kurang didikan orangtua. Yang diandalkan jabatan orangtua yang udah direndahkan," sinis Damian.

Daniel memejamkan mata dan mencoba tenang sebagai terapi untuk tetap bersabar.

"Mian, kamu nggak boleh ngomong gitu sama adik kamu," tegur Agatha.

"Ada yang salah? Aku ngomong berdasarkan fakta. Coba mommy ingat-ingat lagi. Kapan anak itu buat mommy bangga?"

Juan melirik ke arah Daniel yang kini menatap tajam ke arah Damian. Dalam hati Juan berdoa semoga Daniel tetap bersabar dan tidak meledakkan emosi atas ucapan Damian.

"Tapi kamu nggak boleh ngomong gitu. Pikirin perasaan Daniel."

"Daniel aja nggak pernah mikirin perasaan mommy."

"Tolong jelasin di bagian mana gue nggak mikirin perasaan mommy?!" gertak Daniel mulai tersulut emosinya.

"Selain bego, lo juga nggak nyadar sama kenakalan lo yang udah nyakitin mommy," cibir Damian.

Incredible JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang