"Aku anterin pulang, ya? Udah malem, mana hujan lagi," tawar Daniel saat Arabella bersiap untuk pulang setelah cukup lama bermain di rumah Daniel. Meskipun Daniel sedikit menyimpan rasa kesal pada Ara yang membakar api cemburu di hatinya namun sisi pedulinya pada gadis itu tak mampu dihilangkan. Daniel memang cemburu buta pada Ara yang nampak lebih perhatian, nyaman, dan bahagia bersama Damian.
"Aku nggak ada apa-apa sama Damian, Niel. Aku cuma coba deketin Damian. Mana tau Damian bisa terbuka dan nggak musuhin kamu lagi. Aku peduli sama kamu, Niel. Tolong jangan mikir yang nggak-nggak. Aku lakuin ini demi kamu dan kalian."
Kalimat itulah yang Ara tulis padanya. Kalimat itulah yang menjadi alasan Daniel untuk tetap berpikir positif. Mungkin ia yang terlalu cemburu hingga hal baik yang Ara lakukan justru membuatnya berpikir negatif.
Ara menggelengkan kepalanya pelan sebagai pertanda menolak tawaran baik Daniel.
"Kenapa? Ara, aku nggak mau kenapa-kenapa di jalan. Menurutmu ini emang berlebihan. Aku nggak bakal sekhawatir ini kalau kamu nggak ada artinya di hidup aku. Aku anterin ya?" bujuk Daniel tidak menyerah. Ia tidak mau rasa khawatir terus menyiksanya jika membiarkan Ara pulang sendirian.
"Ara, bener apa kata Daniel. Lebih baik kamu pulangnya diantar sama Daniel biar lebih aman." Agatha yang sedari tadi diam pun ikut membujuk Ara agar mau diantar oleh Daniel.
Ara mulai mengetikkan sesuatu di ponselnya. Begitu selesai ia langsung menyerahkan pada Daniel.
Aku bukannya nolak, tapi aku kasihan sama kamu Niel. Kamu keliatan lelah gitu. Mana Angel juga rewel dari tadi maunya sama kamu. Mending kamu stay di rumah aja. Kalau kamu khawatir sama aku, kamu bisa minta Damian buat anterin aku. Nggak maksa kok, toh aku bisa pulang sendiri.
Daniel menatap ke arah Angel yang tengah ia gendong. Sedari sore Angel memang rewel dan badannya panas. Bukan hanya Angel, Rizal pun terkena flu. Kedua adiknya mendadak rewel dan hanya ia yang bisa menenangkannya.
"Kudanil. Matanya Angel panas. Kepala Angel juga sakit," keluh Angel seraya mengeratkan pelukannya di leher Daniel.
"Sini Angel sama mommy," pinta Agatha.
Angel menggelengkan kepalanya."Nanti dedeknya nangis. Kudanil bilang mama nggak boleh gendong Angel lagi. Kasihan dedeknya," tolak Angel.
"Mian, mommy boleh minta tolong? Anterin Ara pulang soalnya Daniel nggak bisa anterin."
Tanpa menjawab dengan kata-kata, Damian menyambar kunci mobil yang tergeletak di meja. Tak lupa ia juga mengenakan jaketnya.
"Ayo!" ketus Damian memerintah Ara untuk segera mengikutinya.
Daniel sedikit lega. Ia mengesampingkan rasa cemburunya. Yang terpenting adalah keselamatan Ara terjamin dengan adanya Damian.
"Daddy udah sampai mana mom? Jadi pulang, kan?" tanya Daniel seraya mengikuti langkah Agatha.
"Nomornya nggak aktif. Mommy juga nggak tau. Kamu tolong bawa Angel ke kamar. Mommy mau liat Rizal dulu."
"Angel bobo, ya? Biar cepat sembuh."
"Di sini aja mau nungguin papa. Kangen papa," ujar Angel dengan suara lirih.
Tak mau membantah keinginan adiknya, Daniel memutuskan untuk tidak beranjak dari ruang tamu. Ia duduk di sofa sembari memberikan tempat untuk adiknya yang tengah sakit. Dadanya menjadi sandaran ternyaman untuk Angel.
Melihat Angel yang sakit membuat Daniel merasakan jauh lebih sakit. Adiknya yang biasanya aktif bergerak kini terlihat begitu rapuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Incredible Journey
Roman pour AdolescentsDamian Manuel Regata dan Daniel Manuel Regata, mereka kembar. Namun meskipun begitu, keduanya memiliki sifat yang saling bertolak belakang. Tak hanya menutup diri, Damian juga pendiam, dingin tak tersentuh, sulit berbaur dengan lingkungan sekitar...