Tangan Damian menggantung di udara. Niat untuk membuka pintu kamar Shella ia urungkan kembali. Buru-buru ia menarik tangan kanannya dan menenggelamkan di saku jaket yang ia kenakan. Cowok itu sedang menahan gejolak di hatinya. Di satu sisi ia ingin melihat wajah gadisnya, maksudnya wajah adiknya. Namun sisi lainnya menahannya dan mengingatkan tentang misi untuk mengubur perasaan terlarangnya pada adiknya.
Damian hanya diam di depan pintu kamar Shella. Sesekali tangannya hendak membuka pintu namun ditarik kembali. Hal itu terus dilakukan berulang kali. Terlihat sangat konyol memang.
"Nggak!" lirih Damian lalu menyembunyikan tangannya ke belakang. Tangannya harus segera dijauhkan dari pintu sebelum nekad menerobos masuk. Walaupun di dalam sana nanti Damian tidak melakukan apapun namun tetap saja salah.
Damian kaget saat pintu kamar Shella tiba-tiba terbuka. Cowok itu panik, otaknya sudah menginstruksikan untuk kabur namun nyatanya tubuhnya diam terpaku di tempatnya.
"Kak Mian?" Tak berbeda dengan Damian, Shella pun sama kagetnya. Wajah ngantuknya berubah ekspresi kebingungan.
"Kak Mian ngapain di sini?" selidik Shella.
Damian menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia dilanda bingung untuk mencari alasan yang logis. Seketika ia merasa otak cerdasnya tidak berfungsi. Memang hanya Shella yang mampu membuat Damian terlihat bodoh.
"Eh--- nggak. Itu. Kakak--- kakak cuma keliling aja. Iya keliling mana tau ada maling."
Bodoh! Bodoh! Bodoh! Damian menghujat dirinya sendiri dalam hati. Jawaban terbodoh yang pernah Damian ucapkan."Tumben."
"Abaikan jawaban kakak tadi. Ngapain kamu bangun? Mimpi buruk? Lapar? Haus? Atau kenapa?" berondong Damian.
"Haus, kak."
"Makanya kalau mau tidur, biasakan taruh air putih di meja. Jadi kalau haus atau mimpi buruk, tinggal minum. Kamu harus mandiri, Shell. Dimulai dari hal-hal kecil. Iya udah kakak ambilin sebentar. Tunggu aja di sini," ucap Damian lalu melenggang meninggalkan kamar Shella.
Shella tidak berkata apapun. Pandangannya tidak lepas dari punggung Damian yang semakin menjauh."Please, jantung biasa aja. Itu kakakmu," gumam Shella seraya menempelkan satu telapak tangannya di dadanya yang berdebar kencang.
"Shella," gerutu Shella mulai menggigiti ujung kukunya.
Tak perlu menunggu lama, Damian kembali dengan segelas air putih dan langsung menyerahkan ke Shella.
"Kakak ke atas dulu. Kamu tidur lagi, dek," ucap Damian dibarengi dengan usapan yang mendarat di puncak kepala adiknya.
***
Juan terbangun dari tidurnya saat merasakan ada yang mengusik tidurnya. Saat membuka matanya, ia tahu siapa gerangan yang berani rusuh padanya. Siapa lagi kalau bukan putri bungsunya. Angel dengan jahil dan tanpa rasa takut menusuk-nusuk pipi Juan dengan paruh celengan ayamnya.
"Bangun Pa. Nanti dimarahin ayamnya kalau papa nggak bangun-bangun," ucap Angel. Tangannya tidak berhenti mengatakan celengan ayamnya ke pipi Juan.
"Angel ngapain bangun pagi sih? Sini bobo lagi sama papa," ajak Juan lalu menarik tubuh mungil putrinya.
"Mamao. Papa bau embe. Papa mandi sana. Angel mau bantuin mama masak."
"Oh iya? Emang Angel bantuin mama? Bukannya ngerusuhin?"
"Ih nggak. Kan Angel bantu doa. Kata kudanil kalau doa di dalam hati aja. Nggak pelu kelas-kelas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Incredible Journey
Teen FictionDamian Manuel Regata dan Daniel Manuel Regata, mereka kembar. Namun meskipun begitu, keduanya memiliki sifat yang saling bertolak belakang. Tak hanya menutup diri, Damian juga pendiam, dingin tak tersentuh, sulit berbaur dengan lingkungan sekitar...