Tiga Puluh Delapan

135K 19.3K 5.5K
                                    

"Udahlah Ara, muka polosmu udah nggak cocok ditunjukkan di depanku. Tunjukin aja sifat aslimu. Nggak capek palsu?"

Tubuh Arabella menegang. Wajahnya mulai memucat. Cewek itu juga nampak gugup, bingung, malu, dan takut dalam satu waktu.

"Gimana, ini gimana maksudnya Niel?" tanya Sean yang masih belum paham dengan ucapan Daniel pada Arabella.

"Ini si Ara, muka dua. Pura-pura bisu. Mau gue doain bisu beneran tapi takut dosa."

Sean, Galang, dan Alfa saling memandang satu sama lain. Lalu ketiganya kompak memandang ke arah Arabella. Sulit dipercaya oleh ketiganya jika Arabella si muka polos nan kalem ini ternyata si muna.

"Kenapa diem aja? Kalau lo cuma diem, gue nggak bakalan berhenti buat hujat lo," cibir Daniel.

Arabella terus memilin tali slingbagnya. Ia merasa terpojok. Mengelak atau pergi pun tak bisa.

"Niel aku ... Aku bisa jelasin semuanya," ujar Arabella.

Mendengar suara Arabella untuk pertama kalinya, ada rasa nyeri yang tiba-tiba menyesakkan dada Daniel. Arabella benar-benar sudah mengecewakannya.

"Nggak usah capek-capek jelasin. Gue cukup tau. Lo pura-pura bisu cuma nyari muka. Lo suka sama Damian pun gue tau. Lo manfaatin gue buat ngorek tentang Damian pun gue tau. Dan lo tunangan sama Damian pun gue tahu. Semuanya gue tahu."

Ketiga sahabat Daniel masih tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar tentang Arabella. Sementara Angel yang tidak paham dengan apa yang kakaknya ributkan pun memilih diam sembari mengenyot dot susunya. Sesekali ia melotot kesal saat Sean menatapnya.

"Aku minta maaf."

"Hahaha ngapain minta maaf? Gue seneng kok. Gue belajar banyak hal dari lo. Thanks banget karena kemunafikan lo gue jadi punya pengalaman. Jadi kedepannya gue nggak boleh liat orang dari covernya. Coveran model kayak lo aja diem-diem ... ah sudah lah nggak perlu diperjelas." Daniel tersenyum tipis untuk menyamarkan raut kecewanya.

"Mau ketemu Damian, kan? Ada di dalem kok, masuk aja. Nggak usah drama-drama lagi, ntar lo capek. Toh semuanya udah tau," ujar Daniel seraya menggeser posisi berdirinya untuk memberikan ruang pada Arabella masuk rumah.

"Damian."

Daniel memutar tubuhnya seratus delapan puluh derajat saat Arabella berlari menyebut nama Damian. Selanjutnya yang Daniel lihat adalah Arabella yang tengah memeluk erat tubuh Damian yang mematung di ambang pintu. Daniel pernah di posisi Damian. Menjadi tempat Arabella bersandar.

"Hussst jangan nangis. Kita masuk ke dalam," bisik Damian lembut seraya mengusap punggung Arabella. Damian terpaksa memperlakukan Arabella sebaik ini. Ini adalah perintah dari ayahnya yang sudah mengorbankannya. Dari sini ia semakin percaya jika Juan tidak pernah menyayanginya seperti menyayangi Daniel.

Meskipun seperti itu, Damian kini hanya pasrah. Ia tidak akan lagi berontak meminta keadilan. Dengan senang hati ia mengikuti kemauan keluarganya. Berdamai dengan Daniel sudah ia lakukan, menjauhi Shella, menerima Arabella, ia lakukan. Hasilnya memuaskan. Keluarganya nampak baik-baik saja meski hatinya terluka. Peduli apa? Sesakit apapun lukanya juga tidak ada yang peduli.

***

Damian menghentikan laju motor maticnya begitu sampai di rumah. Ia baru saja mengantarkan Arabella pulang. Harusnya ia sudah sampai dua jam yang lalu jika saja ia langsung pulang dan tidak mampir. Sayangnya ajakan makan malam dari orangtua Arabella tidak mampu ia tolak. Ia hanya ingin menjadi yang Juan inginkan. Menurut dan memperlakukan Arabella dengan sebaik mungkin. Tidak hanya pada Arabella, tapi juga pada keluarganya.

Incredible JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang