Kahfi melangkah keluar dari gedung fakultas ekonomi. Matanya melirik jam hitam yang melingkar di tangannya. Sudah menunjuk pukul sepuluh pagi. Mata kuliah pertama telah selesai. Dan mata kuliah kedua dimulai jam satu siang nanti. Sedangkan hari ini dia tidak ada jawal di kantor. Artinya dia memiliki waktu makan siang sampai dua jam ke depan. Setidaknya cukup untuk mengganjal perut dan beristirahat sejenak.
"Mau sarapan mana, nih?" tanya Zian tiba-tiba sambil mendorong bahu Kahfi ke depan.
Kahfi meringis merasakan bahunya yang berdenyut-denyut nyeri. Memang duo kembar Zian dan Uzan tidak perlu diragukan lagi kekuatannya. Dua sahabatnya itu sudah mengikuti karate sejak jaman SD. Berbeda dengan dirinya dan Kenno yang berbadan lebih kurus dan tinggi. Sedangkan Zian dan Uzan berbadan padat berisi. Kalau harus berkelahi, jelas Kenno dan Kahfi akan kalah melawan mereka.
Uzan meraba saku celananya. "Wah, adanya goceng. Bokek, gaes. Tanggal tuwir, nih," diliriknya Kenno yang asyik menjilati lolipop di samping. "No, pinjem uang napa, dah?"
"Ye, ogah ah. Abang lo, noh," sindir Kenno ke arah Zian. Sementara yang dimaksud pura-pura tak melihat. Membuat Uzan maju beberapa langkah dan menarik tangan sambil menengadahkan tangan seakan meminta uang.
Zian mencibir. Tetap berusaha stay cool. "Utang lo di rumah numpuk. Enak aja. Pinjem Fi sono."
"Hehe..." Uzan meringis menatap Kahfi. Lalu menampilkan wajah sok nelangsa. "Fi, yang baik dan tidak sombong. Kayaknya uang lo banyak, nih. Secara di antara kita semua kan lo doang yang baru kerja. Pasti uangnya banyak, dong. Ya, nggak?"
"Tul! Betul!" Kenno mengacungkan lolipopnya ke udara. "Bantulah temen-temen lo yang miskin nan ingusan ini. Membantu sesama itu sedekah. Hal yang terpuji. Kalau Pak Ustad pasti yang paling ngerti kayak begini, dah."
"Nah, bener!" Zian menyampirkan lengannya pada bahu Kenno sok bijak. "Tabungan lo banyak, kan? Udah, lo traktir aja kita berempat. Di bebakaran sebelah kan nggak nyampe seratus."
Kahfi hanya melirik Zian kecut. "Ya, traktir, sih, traktir. Tapi ya nggak tiap hari juga, Yan." Matanya berputar pada Kenno yang sok menghindar. "Lo juga, No. Kemarin lo beli batagor nggak bayar."
"Ye, lo bahas terus! Udahlah, cuma sepuluh rebu doang. Lo bertiga yang gue utangin udahlah ikhlasin aja kenapa, sih? Gue ini anak kos. Hidup di rantauan penuh derita. Duit nggak ada, belaian nggak ada, cuma cucian numpuk yang ada. Harusnya lo semua tuh ngertiin gue. Kalau gue ngutang ya berarti emang keuangan gue lagi sekarat," Kenno menjilat lolipopnya masa bodoh. Uzan yang nyaris menyeruput ditendangnya sekuat tenaga. "Hish, permen gue apaan, sih?! Beli sendiri lo, Jan!"
"Eh, itu permen lo hasil ngutang gue juga tadi!" Uzan melotot tak terima. "Lupa lo? Mana sini kasih ke gue!"
"Ya elah, ya udah nih!" Kenno menyodokkan permennya tanpa ampun ke mulut Uzan membuat si empunya menjerit tak karuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kahfi dan Yumna
Teen FictionHidup Shahila Ayu Meidina Harish (Yumna) berubah sejak dia naksir Al Kahfi Ganendra Atmadja (Kahfi). Kahfi si anak jurusan sebelah alias Ekonomi yang satu kampus sekaligus satu fakultas dengannya, anggota geng Kenno cs yang paling nggak neko-neko...