"Kamu kenapa malah senyum-senyum gitu? Jadi, kamu ngerasa bangga udah berhasil bohongin abang-abang di kantor?" Kahfi setengah tertawa.
Senyuman Yumna mendadak rusak. "Tadi katanya enak, gimana, sih?"
"Iya, tapi sekali bohong ya tetap bohong. Udah yuk, bantuin saya lagi. Makin deres, nih," Kahfi mengulurkan kunci di tangannya ke arah Yumna. "Tolong obeng."
"Obeng yang mana?" Yumna meringis malu tapi akhirnya membuka kotak perkakas di hadapannya. "Ini obeng?"
"Bukan. Itu tang."
"Ya Allah. Terus yang mana?" Yumna hanya memaksakan senyum padahal rasanya benar-benar malu.
"Depan kamu yang merah itu obeng."
"Oh," Yumna segera mengulurkan obengnya. Lalu diam beberapa saat mengamati Kahfi yang masih sibuk mengutak-atik badan mobil hingga tubuhnya hilang separuh. "Kamu butuh apalagi? Biar Yumna yang cari."
"Kamu punya dongkrak? Buat jaga-jaga kalau misal ada masalah sama bannya, kan? Tapi saya coba dulu cek mesinnya."
Yumna mengedikkan bahu. "Dongkrak itu apa?"
Kahfi tak menjawab. Percuma juga menjelaskan Yumna yang bahkan tidak tahu obeng itu yang mana. Keterlaluan sekali. Pasti dia jarang menyentuh rumah dan segala tetek bengeknya. Mengingat Sultan dan kekayaannya pasti perempuan itu hanya tukang suruh di rumah. Masya Allah, Kahfi seperti tidak percaya Yumna ini adik Miko. Beda sekali kelakuannya. Miko sangat dewasa dan mandiri. Sedangkan melihat Yumna seperti remaja kekanak-kanakkan yang manja.
Kahfi menghembuskan nafas panjang sebelum akhirnya mengeluarkan separuh tubuhnya dari bawah mobil. Dengan sigap Yumna kembali mengarahkan payung pada Kahfi. Lagi-lagi membiarkan diri sendiri terkena hujan. Tanpa sadar Kahfi menggeser payung itu balik.
"Udah kamu aja yang pake."
Yumna menggeleng. Kembali menggeser payungnya. "Enggak. Kamu aja."
Kahfi masih menggeser payung itu. Sampai akhirnya Yumna menghentikan gerakannya dan membiarkan posisi payung itu di tengah. Melindungi keduanya secara adil dari gerimis. Beberapa detik selanjutnya suasana hening. Kahfi hanya diam saat melirik raut wajah Yumna yang seperti merasa bersalah.
"Tapi nasinya emang beneran enak, kok. Beli lagi besok," ujar Kahfi pada akhirnya meskipun setengah dipaksakan. "Saya juga langganan di sana," katanya tanpa melihat Yumna.
Yumna memaksakan senyum. "Oh iya? Sejak kapan? Yumna baru dua kali beli di restoran padang situ. Pertama sama Mas Miko, yang kedua ya kemarin itu."
"Udah lama. Dari semester satu udah sering makan di situ. Zian yang ajak, sih. Soalnya murah. Bisa irit uang jajan buat nabung." Kahfi memutar matanya lagi. "Tahu Zian, kan?"
"Iya, yang tukang makan itu, kan?" Yumna menahan tawanya. "Anaknya lucu, ya? Pintar godain anak menejemen juga. Tapi sayang, kecengannya banyak, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kahfi dan Yumna
Ficção AdolescenteHidup Shahila Ayu Meidina Harish (Yumna) berubah sejak dia naksir Al Kahfi Ganendra Atmadja (Kahfi). Kahfi si anak jurusan sebelah alias Ekonomi yang satu kampus sekaligus satu fakultas dengannya, anggota geng Kenno cs yang paling nggak neko-neko...