Bab 48 [Malam di Tempat yang Baru]

29.4K 1.8K 141
                                    

Sudah sejak satu jam lalu Kahfi berguling-guling tak tentu arah di atas kasurnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah sejak satu jam lalu Kahfi berguling-guling tak tentu arah di atas kasurnya. Matanya menarawang kosong ke depan. Tepat ke atas atap-atap kamar. Sebentar-sebentar tangannya sibuk menggapai bola basket. Lalu melemparnya ke tembok. Hingga bola itu memantul-mantul ke arahnya. Begitu terus berulang-ulang sampai Kahfi lelah. Helaan nafas beratnya terdengar. Dipejamkan matanya erat-erat. Tapi tidak berhasil. Pada akhirnya dia akan terbangun juga.

Bayangan Yumna datang terus menerus. Membuat Kahfi menyerah dan bangkit dari tidurannya. Matanya menerawang lagi. Duh, sepertinya tadi dia sudah kelewatan pada Yumna. Mana tadi kata-katanya sedikit pedas lagi.

Ya Allah, Kahfi memukul jidatnya frustasi. Merasa tidak enak. Diliriknya ponsel dan nyaris mengirim chat via WhatsApp. Tapi gagal karena sadar jam sudah menunjuk pukul sepuluh malam. Kahfi merutuk dalam hati menyadari sikapnya yang menyebalkan.

Kahfi kembali memaksakan tidur sampai akhirnya bunyi keritan pintu terdengar dan kepala Abby melongok dari sana. Membuat Kahfi meliriknya dari balik bantal dengan malas. Bermaksud kembali memejamkan mata sampai suara ketus adiknya membangunkannya lagi.

"Malem-malem main basket. Gue kira kunti darimana."

Kahfi memejamkan mata memunggungi adiknya. "Tidur sana lo. Besok berangkat pagi, kan?"

Abby nyengir. "Iya, iya, gue tahu gue anak sekolahan. Berangkatnya pagi-pagi. Nggak kayak anak kuliahan, huh."

"Nah, itu tahu," dengus Kahfi.

"Iya, gue itu serba tahu. Apapun gue tahu." Abby tertawa lebar. "Gue juga tahu kalau lo udah punya cewek. Gimana rasanya punya cewek?"

Detik selanjutnya Kahfi terpental bangkit dari tidurannya. Matanya melotot menatap Abby yang kini menatapnya penuh sindiran.

"Kok kaget? Biasa aja, dong."

Kahfi masih diam menatap Abby.

"Akhirnya abang gue yang sok suci punya cewek juga. Ngakunya sih dulu-hmmph." Abby memekik tertahan saat Kahfi datang dan menyumpal mulutnya dengan tangan. "Heh, heh, apaan, sih? Gue aduin ayah tahu rasa lo-hmmph."

"Eh, anak kecil! Diem aja lo!" sungut Kahfi kesal. "Lo itu jangan menebar gosip seenaknya!"

"Dih, gosip apaan? Orang bunda sendiri kok yang bilang kalau abang nembak-hmmph."

"By, lo itu anak kecil-"

"Terus kenapa? Lo nggak usah sok nua deh! Lo nggak bisa seenaknya sama gue!" pelotot Abby tak terima. "Lo mau aduin ke Ayah kalau gue punya cewek?! Oke, gue aduin juga lo punya cewek! Biar Ayah tahu kalau anak kebanggaan Ayah ternyata pacaran di belakang Ayah! Padahal Ayah itu selalu percaya sama lo. Kayak pepatah bilang, kepercayaan itu seperti vas kaca yang mahal. Sekali retak, pyar. Hancur. Sekali Ayah tahu, lo maenan cewek. Hancur sudah."

Kahfi terdiam kesal. "Lo itu juga anaknya Ayah. Bukan cuma gue. Lagian lo masih kecil pacar-pacaran."

"Kenapa bahas gue? Padahal lo juga dari dulu diincer Pak Ustadz Alli. Lo tahu sendiri seberapa ngebet Pak Alli ngarepin lo mau ta'arufan sama anaknya yang di Kairo, Mesir."

Kahfi dan YumnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang