Yumna menatap Bika yang memakan soto dengan lahap tanpa minat. Biasanya jika Bika sudah bersemangat dan membara dalam menghabiskan satu menu di kantin, Yumna akan tergoda untuk ikut memesan. Tapi kali ini tidak. Selera makannya hilang sudah. Apalagi jika membayangkan nasi liwet super hancur miliknya itu. Tiba-tiba mood makannya mendadak anjlok.
Semua gara-gara nasi liwet. Yumna mendengus sebal. Seharusnya nasi hancur itu tidak dia berikan pada Kahfi. Tapi kenapa tangan ini lancang sekali? Begitu percaya dirinya dia menggantungkan kantong bekal itu di motor milik Kahfi. Rasanya Yumna benar-benar menyesal. Lebih menyesal lagi saat jam kedua usai dan dia berbalik ke parkiran bermaksud mengambil bekal itu dan membuangnya saja. Tapi gagal karena ternyata motor Kahfi yang membawa bekal jeleknya itu sudah menghilang entah kemana.
Yumna menggigit bibir frustasi. Ya ampun, bagaimana jika Kahfi sudah membuka nasi liwet buatannya itu? Ya Allah, Yumna tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Kahfi. Jangan-jangan benar dugaannya, Kahfi mungkin ingin muntah atau malah sakit perut jika benar dihabiskannya.
Ya Allah, Yumna meringis lagi. Seharusnya dia tidak seberani itu menyerahkan bekalnya yang tidak layak makan pada Kahfi. Bagaimana jika ada apa-apa dengan laki-laki itu? Bagaimana jika Kahfi harus dilarikan ke UGD? Bagaimana?
Bika yang sejak tadi melirik muka waswas Yumna langsung menengadah. "Kenapa, deh? Lo kayak mikir berat," tanyanya sambil terus mengunyah. "Makan nggak? Gue suapin, nih. Aaaa... Yummy! Aaa!"
Yumna menjauhkan mulutnya dari sendok yang diangkat Bika. "Ih, enggak mau, Bik. Lagi nggak selera."
Bika membalikkan sendoknya menyuapi diri sendiri. "Ya udah. Enak tahu sotonya! Tumben nggak selera."
Yumna menggeleng tanpa minat. Matanya melacak berbagai stand yang ada di kantin. "Bik, nggak ada yang jual nasi liwet di sini?"
Bika mengernyit bingung. "Lah? Nasi liwet? Bukannya lo nggak suka yang kayak begitu, ya? Apalagi ada santennya, ewh."
"Tapi sekarang sukaaa..." Yumna meremas tasnya gemas. Menampilkan senyum manisnya. "Suka sama yang suka."
"Haish! Apaan, dah? Belibet banget bahasa lo. Nggak ngerti gue." Bika berdecak. "Lagian, nggak ada nasi liwet di kantin. Ada noh, di warung emperan deket kampus. Tapi jam tujuh pagi. Sekarang ya udah tutup. Susah bener. Ngidam apa gimana ceritanya?"
"Ngidam? Ahahaa..." Yumna meringis malu menahan senyumnya. Secara refleks meraba perutnya. "Maunya sih gitu. Hehe..."
Bika melirik ngeri. "Yummy! Dih, lo kenapa, sih? Jijik gue lihat lo kayak gini. Sadar Yummy! Gue siram soto, nih."
"Siapa yang ngidam?!"
Suara cetar khas Lucky muncul begitu saja. Membuat baik Yumna maupun Bika langsung stop bersuara. Terlebih Yumna yang sudah melirik Lucky waswas. Bisa gawat kalau laki-laki itu terus menguping pembicaraannya dengan Bika. Bisa saja semua rahasianya diketahui Lucky.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kahfi dan Yumna
Novela JuvenilHidup Shahila Ayu Meidina Harish (Yumna) berubah sejak dia naksir Al Kahfi Ganendra Atmadja (Kahfi). Kahfi si anak jurusan sebelah alias Ekonomi yang satu kampus sekaligus satu fakultas dengannya, anggota geng Kenno cs yang paling nggak neko-neko...