Suara keritan pintu terdengar dari arah kamar mandi. Kahfi melangkah keluar masih dengan handuk yang tersampir di pundaknya. Seluruh tubuhnya basah dari atas hingga bawah. Bekas dari kehujanan sepanjang pulang kantor. Membuatnya terpaksa harus keramas di sore hari yang begitu dingin.
Kahfi meringis memegangi kepalanya yang kini terasa pening dan berat. Hidungnya tersumbat. Pilek datang dan bersin-bersin menyerang. Tanpa sadar membuat Kahfi kembali memeluk diri sendiri. Merasa begitu menggigil. Tapi senyumnya tak kunjung hilang. Terus melekat di bibirnya. Tanpa sadar dia mengingat Yumna yang tadinya begitu murung lalu kembali tertawa setelah menerima bakso darinya. Ada rasa lega tersendiri bagi Kahfi saat berhasil menghibur Yumna.
Ya Allah, ada apa dengan dirinya? Sukakah dia? Bahagiakah dia?
Sepersekian detik kemudian, senyum Kahfi mendadak luntur mengingat Yumna yang tadi malah tidak membalas pertanyaan Sony mengenai ketertarikan tentangnya.
Apa dirinya sama sekali tidak menarik di mata Yumna?
Masya Allah, Kahfi masih terus mencoba menenangkan diri. Mengenyahkan pikiran itu baik-baik. Menyadarkan sekali lagi bahwa Yumna juga bukan perempuan idamannya. Sama sekali bukan. Dan amat sangat jauh dari kriterianya. Tapi belakangan dia begitu suka melihat Yumna. Terlebih aura ceria yang selalu dibawa perempuan itu. Tanpa sadar kerap membuat Kahfi larut dalam bahagianya.
"Mas Fi, ih, Mas, itu lantai baru dipel jangan diinjek-injek!"
Kahfi terlonjak kaget menyadari Henita yang berdiri di sana dengan gaya berkacak pinggang bak tentara menang perang. Sontak membuat Kahfi melotot dan melirik ke bawah menemukan bekas jejak kakinya yang kecoklatan menempel di lantai.
"Maaf, Bun, Fi nggak tahu kalau Bunda baru ngepel."
"Hih, harus ngulang lagi, kan! Sini kamu Mas Fi! Sini!" dengus Henita sambil mengangkat gagang pelnya dan memukulkannya dengan sadis ke arah pinggang Kahfi membuat anak tengahnya itu meringis tertahan.
Kahfi hanya meringis sambil memegangi pinggangnya. Diam-diam bersiap karena pasti Henita akan memulai ceramah panjangnya di senja hari ini.
"Mas, Bunda itu sebel sama kamu! Bunda kurang sabar apa, sih, Mas?" Henita setengah melotot. Matanya melirik ke sekeliling kamar Kahfi dengan decakan panjang. "Bunda itu capek, Mas! Capek! Setiap hari harus lihat kamar kayak bak sampah begini! Baju berantakan dimana-mana, sepatu ilang-ilang sebelah, bungkus-bungkus jajan snack, belum lagi kalau Mas Fi makan di sini tulangnya disemutin itu! Masya Allah, Mas!"
Kahfi hanya menggaruk lehernya bingung. Perasaan dia sudah mencoba sebersih mungkin. Tapi ternyata kriteria bersih baginya dan Henita begitu berbeda. Kahfi menghela nafas panjang ikut membersihkan bungkusan snack yang sudah disingkirkannya di meja. Kebiasaannya membaca buku sambil ngemil ternyata berdampak buruk bagi bundanya.
"Maaf, Bun, ini kemarin lupa nyingkirin."
"Mas Fi itu paling jorok sadar nggak? Bunda itu ngepel kamar Dek Abby cuma seminggu sekali! Kalau kamar Mas Fi bisa tiap hari, Mas!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kahfi dan Yumna
Teen FictionHidup Shahila Ayu Meidina Harish (Yumna) berubah sejak dia naksir Al Kahfi Ganendra Atmadja (Kahfi). Kahfi si anak jurusan sebelah alias Ekonomi yang satu kampus sekaligus satu fakultas dengannya, anggota geng Kenno cs yang paling nggak neko-neko...