Bab 33 [Menjemput Restu Bunda]

37K 2.5K 166
                                    

Hujan sudah agak reda ketika motor milik Kahfi memasuki pelataran joglo rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hujan sudah agak reda ketika motor milik Kahfi memasuki pelataran joglo rumahnya. Segera dia berlarian turun masih dengan jas hujan super basah yang dipakainya. Tak butuh waktu lama sampai dia berhasil menjangkau pintu lalu mengetuknya secara bergantian menekan bel. Lalu suara Henita terdengar dari kejauhan. Kahfi meringis melihat jam sudah menunjuk angka sepuluh malam.

"Assalamualaikum, Bun," Kahfi menyambar tangan Henita cepat. Buru-buru melipat jas hujan lalu berlarian masuk.

"Waalaikumsalam. Mas Fi darimana aja kok baru pulang?"

Kahfi nyengir. "Ngerjain tugas, Bun. Maaf tadi Fi nggak sempat ngabarin soalnya hape lowbatt."

Hendra yang tengah menikmati secangkir teh di depan ruang televisi langsung mendongak melihat kedatangan putranya. "Darimana kamu? Malam-malam hujan deras, malah nggak pulang-pulang. Ditelpon hape mati seharian."

Kahfi mengerjap kaget melihat ayahnya sudah berada di dalam rumah. Cepat dia bergerak maju dan menyalami tangan Hendra. "Maaf yah, tadi ngerjain tugas. Mmm, ayah tumben di rumah? Bukannya kemarin dinas di Lampung?"

Hendra melotot menatap Kahfi. "Memang kenapa? Kamu nggak suka lihat ayah pulang, iya? Biar kamu bisa kelayapan begitu? Lama-lama kamu itu mirip Danny. Padahal dulu tertib."

Kahfi hanya menunduk.

"Ayah tahu, pasti gara-gara Kenno, kan? Sejak kamu temenan sama dia, kamu itu jadi ikut-ikutan liar. Kalau kamu diajak Kenno yang aneh-aneh, jangan mau. Pasti kamu habis main sama dia, kan? Ayah kurang suka sama Kenno, anaknya pecicilan, serampangan, berandalan pula. Mau kamu jadi seperti dia?"

Kahfi menatap Hendra kesal. "Kok Ayah jadi bawa-bawa Kenno, sih?"

"Kenno itu anak kos. Kehidupannya tidak jelas. Mana orang tuanya pasti tidak jaga dia di sini, kan? Kalau dia terjerumus hal-hal aneh di luar sana. Kamu bisa terseret juga."

"Yah, Kenno nggak seperti itu!" jawab Kahfi akhirnya. "Fi yang kenal sama Kenno! Ayah nggak tahu apa-apa tentang Kenno. Ayah nggak pantes nge-judge Kenno begitu. Dan asal ayah tahu, Fi pulang malem bukan gara-gara Kenno!"

"Kamu malah berani ya, sama Ayah!"

Danny yang melihat pertikaian itu langsung datang berlarian mendekat. Cepat dia memposisikan diri di antara Kahfi dan Hendra. "Fi bener, Yah. Dan juga kenal baik sama Kenno, kok. Kenno nggak mungkin seperti itu. Kenno itu anak baik-baik."

"Jadi kalian semua belain Kenno?"

Henita mengangguk. "Iyalah belain Kenno. Bunda aja sering dibawain oleh-oleh kalau anaknya habis pulang kampung. Hehe, ya walaupun kadang ganjenin bunda, sih."

Kahfi hanya mendengus. Matanya melirik Henita yang memberi kode untuknya menyingkir. Setelah melihat persetujuan Henita, Kahfi segera angkat kaki dari ruang tamu. Seharian ini tubuhnya penat dan lelah. Belum ditambah dingin yang menyerangnya akibat hujan semalaman. Dan Kahfi amat malas harus meladeni ayahnya.

Kahfi dan YumnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang