Malamnya Kahfi tak henti merenungi diri sendiri. Matanya tertuju lurus pada layar TV yang menampilkan game tembak-tembakan yang dimainkannya bersama Abby. Tapi hatinya tidak di sana. Sibuk melayang dengan pikirannya sendiri. Sebentar-sebentar matanya berputar menatap sekeliling. Danny sibuk bermain dengan Zildan yang menjadikan ayahnya kuda-kudaan. Di samping mereka Rania mengambil gambar ayah dan anak itu dengan ponsel. Lalu Abby duduk di dekatnya berteriak heboh memainkan game melawannya yang bahkan kalah hanya dalam hitungan detik. Sementara Hendra sibuk di dapur menanti Henita memasak.
Tanpa sadar Kahfi tersenyum. Kadang dia merasa sangat bersyukur memiliki mereka semua di hidupnya. Meski kadang dia sering mengeluh betapa menjengkelkannya kelakuan Danny dan Abby. Meski kadang dia benci ketidakadilan Hendra terhadapnya. Dan meski kadang dia bosan dengan sikap sok tahu Henita. Lepas dari itu, Kahfi menyayangi mereka. Mereka pun memiliki alasan melakukannya. Simpel, karena mereka menyayanginya maka mereka berbuat seperti itu.
Kahfi tak bisa menampik bahwa hatinya juga sesak mendengar cerita Yumna. Tidak menyangka Yumna yang begitu ceria, manja, dan pecicilan ternyata begitu rapuh. Kahfi menyesal karena selama ini mengenal Yumna dan dia tidak tahu apapun. Sedikit merasa tak berguna. Rasanya ingin menjaga Yumna lebih hati-hati lagi.
"Bang Fi, gimana coklat lo berhasil nggak?"
Kahfi melirik sekilas. "Hmm, lumayan. Makasih, By."
Senyum miring terlukis di bibir Abby. Tidak bertahan lama karena setelahnya dia memekik. "Adoooh..."
Kahfi meringis mengalihkan pandangannya pada Abby. "Kenapa lo?"
"Itu lo menang!" seru Abby kesal.
"Hah?"
Kahfi mengerjap tak percaya menatap skor di layar. Ternyata dia benar-benar menang. Aneh, memang apa yang dia lakukan tadi? Perasaan dia hanya melamun saja. Malah dia memencet stick game di tangan sekenanya. Kok tiba-tiba menang.
Lalu senyuman Kahfi surut saat sadar ternyata stick di tangannya sudah tidak ada. Dia menoleh dan baru sadar Danny di sampingnya mengambil alih permainan. Rasanya Kahfi ingin mengumpat.
"Oh, pantes lo menang. Curiga gue." Abby mendesis tak terima saat melihat Danny. "Pake joki ternyata. Woi... Bang Dan, balik lo. Gue lagi lawan Bang Fi, nih."
Danny tertawa. "Ya senengnya lo menang terus. Abang lo yang onoh kan kagak bisa main ginian. Lawan gue aja yang bisa."
"Ogah, gue yang kalah terus kalau lawan lo. Gue maunya lawan adik lo." Abby berseru tak terima.
"Ya, lo adik gue juga," desis Danny.
"Adik lo yang tertua. Gue kan adik yang termuda," kemudian tawa keduanya membahana di udara.
Kahfi hanya berdecak dan buru-buru bangkit membanting bantal. Jokes mereka berdua tentang dirinya lama-lama nggak lucu. Malah terkesan menyindirnya terus-terusan. Ya, Kahfi tahu dia ini kalau urusan game selalu di posisi terbawah. Tapi ya tidak perlu begitulah mereka. Kesal juga Kahfi lama-lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kahfi dan Yumna
Ficção AdolescenteHidup Shahila Ayu Meidina Harish (Yumna) berubah sejak dia naksir Al Kahfi Ganendra Atmadja (Kahfi). Kahfi si anak jurusan sebelah alias Ekonomi yang satu kampus sekaligus satu fakultas dengannya, anggota geng Kenno cs yang paling nggak neko-neko...