Bab 74 [Suara Ayah]

25K 2K 230
                                    

Yumna menunduk ketakutan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yumna menunduk ketakutan. Tangannya yang memegang gagang pintu gemetaran hingga luruh. Matanya menatap Hendra. "Om, eh, Om, se— selamat ma— malam."

Hendra menyipit kaget. Tapi suaranya tetap tenang. "Jadi, kamu yang namanya Yumna?" 

Yumna semakin gemetaran. Tapi berusaha mengumpulkan suaranya. "Yum—eh, saya adik. Adiknya Mas Miko. Iya, Yumna."

Hanya dehaman yang terdengar. Yumna memejamkan mata. Menunggu hukuman apa yang akan dia dapat. Tapi, tidak terjadi apa-apa. Kecuali langkah kaki kasar yang terdengar. Disusul teriakan keras. Yumna terseok kaget. Seperti patung mengikuti kemana Hendra melangkah.

Hendra berteriak ke seluruh penjuru rumah. "Kahfi! Dimana kamu?! Al Kahfi!"

Yumna merinding ketakutan. Henita yang berada di sofa ikut terlonjak. Rajutannya jatuh terlempar di lantai. Bibirnya gemetaran. Tubuhnya merefleks cepat dan bangkit.

"Loh, A—ayah udah pulang?" Henita memaksakan senyum. "Ayah nggak bilang-bilang dulu? Bukannya lusa?"

Hendra menggeram. "Mana anak kesayangan kamu itu?!"

"Siapa maksud Ayah?"

"Siapa lagi?! Anak kamu yang bawa kabur anak orang ke sini?!"

Henita gelagapan. "Mas Fi lagi anu... mmm."

"Mana?! Jadi, bener yang digosipkan tetangga tentang anak kamu itu?!"

"Ayah!"

Hendra mendengus kasar. Tidak ada jawaban dari Henita. Segera dia melesak ke dalam. Hingga akhirnya di langkah menuju dapur, anak yang dicarinya itu muncul.

Kahfi mematung sejenak. Tiba-tiba menjatuhkan gelas kopi panasnya yang masih baru. Lalu suara dencingan hebat tak terelakkan. Disusul lirih suaranya. "Ayah?"

Hendra menggeram. "Ternyata begini ya kelakuan kamu kalau tidak ada Ayah! Pantas saja Ayah pulang banyak tetangga kita yang menghina kelakuan kamu!"

Kahfi menggeleng. "Maksud Ayah ap—"

Dan satu hantaman mendarat di rahang Kahfi. Hingga tubuhnya jatuh tersungkur ke lantai dapur. Menubruk laci-laci meja di bawah. Tepat di pojok dapur, tubuhnya meringkuk gemetar. Kaget sekaligus tak percaya. Kahfi meraba pipinya yang masih membiru. Rasanya berkali-kali lipat lebih sakit. Entah ini yang ke berapa kali.

"Ayah apa-apaan, sih?!" Henita menjerit.

Yumna juga menahan jeritannya. Suaranya menghilang. Tidak berani mengucap barang sepatah kata pun. Hanya tangannya yang sejak tadi menutup mulut. Menahan isak tangisnya yang nyaris keluar. Di sampingnya Henita meremas lengannya.

"Ternyata kamu itu nggak jauh beda sama abang kamu! Malah lebih parah!"

Kahfi tahu hatinya tertohok. Sakit dan perih. Hendra sering menyindirnya jika sedang marah. Tapi tidak pernah semenyakitkan ini. Karena kata-katanya sekarang terasa nyata dan tajam. Seakan dia ini begitu buruk di mata ayahnya.

Kahfi dan YumnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang