Selama perjalanan menuju kampus, Kahfi tak henti-hentinya menguap. Diliriknya pantulan wajahnya lewat kaca spion dan mendesah mendapati warna kehitaman mengelilingi area matanya. Mata panda ini masih baru. Baru saja didapatinya tadi pagi saat bersiap mandi. Untungnya meskipun kantuk berat melanda, Kahfi berhasil bangun sebelum pukul tujuh berkat amukan Henita. Dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, dia sholat subuh nyaris pukul setengah tujuh.
Kahfi menghembuskan nafas panjang saat memasuki area parkir. Cepat diparkirkannya motor di deret terbelakang. Parkiran sudah penuh. Artinya pagi ini dia masuk dalam kategori terlambat untuk jam kuliah pertama. Kahfi baru akan berlarian ketika melihat Yumna di berada di muka parkiran dengan membawa sebuah map di pelukan tangannya. Mungkin kuliah jam pertama juga. Sedikit tak peduli, Kahfi berjalan melewatinya.
"Yumna, saya duluan, ya," katanya sambil lalu.
Yumna berlarian mengejar sampai ke depan Kahfi. "Fi, maafin Yumna. Maaf, Yumna ketiduran semalem. Maaf banget."
"Nggak apa-apa, kok. Udah saya kerjain lagi kok punya kamu."
"Ya ampun, Fi, itu mata kamu kenapa? Kok item-item gitu? Tuh kan, kamu pasti kurang tidur, deh. Ya ampun, maafin Yumna, Fi. Harusnya udah selesei tapi ketiduran."
Kahfi hanya tersenyum meski terus mempercepat langkah. "Iya, santai aja. Udah selesei, kok. Yumna, saya duluan, ya? Kelas jam pertama soalnya."
"Eh iya, iya, hati-hati ya, Fi. Jangan lupa minum kopi biar nggak ngantuk."
Kahfi hanya mengangkat tangannya dan segera berlarian. Dia nyaris menubruk tubuh Dewo dan Zian yang keluar dari area kantin kejujuran. Keduanya serempak menatap dia dengan memicing.
"Buset, Pak Ustadz, baru berangkat lo? Tumben bener," tanya Dewo memicing curiga.
Zian ikutan melongo. "Lah iya, tumben amat, Fi. Kirain udah berangkat dari tadi."
Kahfi menatap keduanya sedikit panik. "Emang belum masuk? Biasanya udah sepuluh menitan."
"Katanya sih agak telat gitu Pak Damar-nya." Zian mengangkat kantong plastiknya. "Lah, ini gue malah abis jajan. Daripada gabut menunggu sesuatu yang nggak pasti. Ya nggak, Wo?"
"Yoi," sambung Dewo semangat.
Kahfi hanya menggelengkan kepala melihat isi kantong belanja Zian yang lagi-lagi tak jauh dari lemper, arem-arem, risol, dan pastel. Sedikit tak peduli, ditinggalkannya dua orang itu di belakang. Dan ketika dia berhasil menjebol pintu, ternyata suasana masih bising. Kelas belum dimulai seperti kata mereka. Kahfi menghembuskan nafas lega. Segera menyambar tempat duduk di samping Uzan. Hembusan nafasnya berkejaran naik turun membuat Uzan menoleh bingung.
"Tumben lo baru berangkat, dah. Aneh. Biasanya juga si Entong yang paling nelat."
Kenno melongokkan kepalanya melewati bangku Zian yang sedang jajan. "Iya, dah. Kaget gue lihat batang idung lo baru muncul di menit-menit terakhir."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kahfi dan Yumna
Novela JuvenilHidup Shahila Ayu Meidina Harish (Yumna) berubah sejak dia naksir Al Kahfi Ganendra Atmadja (Kahfi). Kahfi si anak jurusan sebelah alias Ekonomi yang satu kampus sekaligus satu fakultas dengannya, anggota geng Kenno cs yang paling nggak neko-neko...