Pagi itu Hareun sudah duduk di lantai di ruang tamu dengan tumpukan kertas di hadapannya. Ah, gara-gara tidak di kantor, Hareun jadi mencampur seluruh artikel yang sudah dan belum diterjemahkan, serta yang sudah dan belum diunggah ke website. Biasanya Hareun akan memisahkannya ke dalam ordner sesuai tanggal dan bulan artikelnya. Kalau seperti ini, ia harus memeriksa kembali di website.
"Aku akan pergi ke kantor untuk meeting," kata Yoseob yang keluar dari kamar sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. "Apa kau ingin aku bawakan ordner?"
"Ya, kalau kau enggak keberatan," jawab Hareun sambil mengernyitkan dahi ke sebuah artikel bertuliskan hangul. Ini artikel bulan apa, ya?
"Ah, ya. Semalam Junhyung datang dan membawakanmu cemilan," kata Yoseob dari arah dapur.
"Dia datang lagi?"
"Mm hm. Aku enggak bertemu dengannya di tempat gym. Ternyata dia menungguku di depan rumah."
"Kenapa dia enggak memencet bel dan memanggilku?"
"Dia mengira kau masih enggak mau bertemu dengannya."
Hareun tertegun. Yoseob duduk di sampingnya dengan piring berisi sandwich dan segelas susu.
"Kau masih enggak ingin bertemu dengannya, kan?" tanya Yoseob memastikan.
"Kenapa dia kemari? Apa karena dia kesepian lagi?" tanya Hareun, mengalihkan pembicaraan.
"Dia bilang sudah beberapa hari ini dia enggak bisa tidur. Kalau pun dia bisa terlelap, hari sudah pagi, dan dia hanya bisa tidur selama satu jam sebelum terbangun lagi."
"Apa dia sedang banyak pikiran? Biasanya dia enggak bisa tidur karena banyak pikiran."
"Dia selalu banyak pikiran, tapi kurasa kali ini benar-benar mengganggunya. Sayangnya, dia jarang sekali datang untuk menceritakan keluh kesahnya. Dia hanya datang untuk mendapat ketenangan."
Hareun hanya mengangguk-angguk lalu melanjutkan kesibukannya.
"Kau enggak berniat memaafkannya?" tanya Yoseob lagi.
Hareun terdiam, berusaha memikirkan kata-kata yang tepat. "Dia menganggapku melakukan kesalahan dan memintaku keluar dari rumahnya. Aku menolak bertemu dengannya bukan karena marah dengannya atau membencinya, melainkan karena dia yang menginginkannya. Aku hanya melakukan yang dia inginkan. Jadi, kurasa enggak ada yang perlu dimaafkan di antara kami."
"Dia tahu dia melakukan kesalahan mengenai foto itu, tapi dia menganggap kau enggak mau memaafkannya. Jadi, menurutnya lebih baik begini."
Hareun mengangkat bahunya. "Ya. Memang lebih baik begini."
~***~
Junhyung duduk di mejanya dengan ponsel di tangannya. Entah sudah berapa lama ia hanya duduk dan memandangi layar ponselnya itu, mengira-ngira rasa sakit apakah yang sedang menggelayuti dadanya saat ini. Kesal? Marah? Kecewa? Iri?
Junhyung menegakkan tubuhnya sementara jarinya bolak-balik di antara dua gambar yang sedang diamatinya sejak tadi. Entah bagaimana ia bisa merasakan bahwa Hareun tidak tampak senang di foto ini. Maksudnya, ada beberapa orang yang memang gemar berhubungan seks dengan tubuh terikat seperti ini, dan semakin bergairah karenanya. Namun, Hareun sama sekali tidak menunjukkan hal semacam itu.
Apa karena mereka tidak pernah melakukan hal seperti ini? Sayangnya mata Hareun tertutup di foto itu. Jadi, Junhyung tidak bisa melihat ekspresi yang selama ini dilihatnya jika mereka sedang bercinta. Siapa pria yang berani menyentuhnya ini?
Ah, Junhyung meletakkan ponselnya. Semakin ia melihat gambar-gambar itu, ia semakin tidak bisa menahan gejolak dalam dirinya. Ia harus melakukan sesuatu untuk mengalihkan perhatiannya. Junhyung bangkit lalu keluar dari ruangannya. Ia menghampiri Yoseob, Gikwang, dan Dongwoon yang sedang duduk di karpet mengelilingi meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Care (HIGHLIGHT FanFiction)
FanfictionSeri terakhir dari seri HIGHLIGHT FANFICTION! "Aku harus memastikan dulu padamu, apa kau juga menyukai Aruna?" "Kalau kau enggak berniat serius dengannya dan hanya ingin berkencan, lebih baik berikan Hareun padaku. Aku akan menikahinya." Hareun meny...