Part 22

122 29 61
                                    

ALERT!

Part ini berisi adegan kekerasan. Silakan tinggalkan jika tidak berkenan. Mohon untuk tidak terinspirasi apalagi menirukannya di dunia nyata.

💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡💡

Gikwang keluar dari sebuah kedai kopi dengan bungkusan di tangannya, lalu pergi ke mobilnya. Setelah meletakkan bungkusan itu di kursi di sebelahnya, Gikwang menyalakan mesin mobilnya, dan melaju pergi.

Tadi Hareun menghubungi Gikwang dan mengajaknya bertemu di jembatan yang dulu sering mereka datangi. Gikwang yang sedang lelah, langsung merasa cerah seketika. Sudah lama mereka tidak pergi ke jembatan itu. Terakhir kali mereka ke sana saat Gikwang memutuskan untuk melepaskan Hareun. Jembatan itu memang menyisakan luka, tetapi Gikwang juga tahu ternyata dulu Hareun hendak menyatakan perasaannya di saat yang sama.

Gikwang mengendarai mobilnya sambil bersenandung. Ia bahkan membeli minuman cokelat dan es krim untuk Hareun. Gikwang langsung bersemangat saat ia semakin dekat dengan tujuan. Ia bisa melihat Hareun sedang berdiri di jembatan dari kejauhan. Gikwang menghentikan mobilnya dan melepas sabuk pengamannya. Hari sudah gelap, mungkin Hareun ingin makan malam lebih dahulu. Jadi, Gikwang meninggalkan minumannya di mobil lalu turun.

"Kau sudah lama menunggu?" sapa Gikwang sambil menghampiri Hareun. Gadis itu menoleh ke arahnya lalu menggeleng.

"Aku juga baru tiba," jawab Hareun. Gikwang menatapnya. Wajahnya terlihat kusut. Apa terjadi sesuatu?

"Kau sudah makan?" tanya Gikwang sambil menyelipkan helaian rambut Hareun ke balik telinganya. Namun, Hareun meraih tangan Gikwang dan menurunkannya.

"Gikwang-ah, kau ingat saat terakhir kali kita di sini?"

Gikwang mengangguk. Entah mengapa tiba-tiba ia merasa tidak nyaman setelah mendengar pertanyaan itu.

"Saat itu... padahal ada sesuatu yang penting yang ingin kusampaikan padamu," lanjut Hareun. "Tapi kau terus memotong perkataanku. Sekarang, biarkan aku mengatakan apa yang ingin kusampaikan waktu itu, dan jangan menyela, atau bertanya. Kau mau mendengarkan aku?"

Gikwang menelan ludah dengan gugup. "Baiklah. Aku akan mendengarkanmu," jawabnya. Padahal ia sudah tahu apa yang ingin disampaikan Hareun waktu itu. Apa gadis itu berniat menyatakan perasaannya lagi?

Hareun menggenggam tangan Gikwang lalu menarik napas panjang. "Aku menyukaimu," kata Hareun akhirnya sambil menatap mata Gikwang. "Sudah begitu lama, tapi aku enggak yakin sejak kapan."

"Aku tahu."

Hareun menggeleng, memberi isyarat pada Gikwang untuk tidak bicara. "Aku sangat menyukaimu, lebih dari yang kau tahu. Aku sangat ingin bersamamu, bukan karena kau seorang model, atau pemilik perusahaan. Bahkan sepertinya aku menyukaimu sebelum aku mengetahui semua itu."

Aku tahu. Rasanya Gikwang ingin sekali mengatakan itu, tetapi ia menjaga mulutnya tetap tertutup. Gikwang menatap mata Hareun. Kenapa justru gadis itu terlihat sedih? Apa Gikwang melakukan kesalahan lagi?

"Jika waktu itu aku menyatakan perasaanku, mungkin aku akan bertanya jika kau ingin menjadi kekasihku. Sekarang itu semua enggak penting lagi," gumam Hareun dengan suara bergetar. Ia mendekat dan meraih wajah Gikwang. "Kau mengatakan ini milikku?"

Gikwang memejamkan matanya saat Hareun mengusap wajahnya. Jemari Hareun menyusuri alis, mata, hidung, hingga bibir Gikwang.

"Selama ini aku membayangkan akan selalu melihat senyummu di sampingku. Aku ingin bisa menjadi seseorang yang akan kau butuhkan saat kau sedang senang atau pun sedih. Aku juga ingin kau yang ada di sisiku dan menghiburku. Apa kau tahu betapa bahagianya aku saat kau mengatakan semua ini milikku? Sekarang aku enggak bisa memilikinya lagi."

Take Care (HIGHLIGHT FanFiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang