Part 43

103 25 25
                                    

"Apa ini?" gumam Dujun sambil mengernyitkan dahi.

"Sepertinya aku tahu ini saranghae, tapi aku enggak tahu yang panjang ini," kata Hareun sambil menunjuk ke layar ponselnya yang berada di tangan Dujun.

Dujun membaca pesan itu lalu tergelak. Ia melirik Hareun yang memandangnya bingung dari balik bahunya. Dujun berdehem.

"Dia bilang, kenapa waktu cepat sekali berlalu. Rasanya baru kemarin kau datang dan tinggal di rumahnya. Sekarang kau sudah akan pergi—wah, dia pasti sedang mabuk waktu mengetik ini—walau sebenarnya waktumu masih tersisa di sini. Dia juga bilang, apa kau enggak pernah mempertimbangkan perasaannya? Apa kau enggak pernah memikirkan seperti apa hidupnya setelah kau pergi nanti? Apa dia harus melepasmu lagi?"

"Lagi?"

"Lalu, sepertinya dia bermaksud mengatakan, jika kau sudah pergi nanti, jangan lupakan dia. Dia ingin kau mengingatnya sebagai pria yang pernah mendampingimu dan selalu menyayangimu. Walau hubungan kalian enggak mudah dan dia hanyalah seorang pengecut yang enggak bisa memperjuangkan perempuan yang dia sayangi."

Dujun berhenti. Hareun memandangnya.

"Apa itu saja?" tanya Hareun.

"Kau ingin aku membacakan semua?" Dujun balik tanya.

"Tentu saja. Aku kan enggak bisa membacanya."

Dujun berdehem. "Kau benar. Selamanya aku hanya akan memikirkan cinta pertamaku. Karena hanya kau yang aku cintai dan aku beruntung pernah menjadi suamimu walau hanya sehari. Saranghae~" Dujun melirik Hareun. "Wah, sepertinya dia mabuk dan menghayati perannya sebagai suamimu."

"Apa kau yakin dia menuliskan bahwa hanya aku yang dia cintai?" tanya Hareun ragu.

"Aku membacanya dengan benar, tapi aku enggak tahu apakah dia menulisnya dengan benar," jawab Dujun. "Siapa yang tahu? Kau bisa menanyakan sendiri padanya setelah dia pulang nanti."

Dujun menepuk pipi Hareun dengan lembut, membuat Hareun menyadari ia terlalu serius ikut membaca pesan itu sehingga dagunya masih menempel di bahu Dujun. Hareun buru-buru menarik dirinya dengan canggung, sementara Dujun menaruh ponselnya di meja sambil menahan senyum.

"Haruskah kita pergi menjenguk Gikwang? Kau belum bertemu dengannya lagi, kan?" tanya Dujun sambil mengeluarkan ponselnya sendiri.

Hareun tidak menjawab. Ia tidak tahu apakah ia sedang ingin bertemu dengan Gikwang atau tidak. Ia duduk sambil mengawasi Dujun yang sedang menghubungi ponsel Gikwang.

"Gikwang-ah, kau sudah sehat? Aku sedang bersama Hareun, kami ingin ke rumahmu." Dujun melirik Hareun. "Ah, begitu? Apa kau ingin bicara dengannya? Dia sedang melotot ke arahku sejak tadi."

Hareun langsung memalingkan wajahnya dengan malu. Apa yang dikatakan Gikwang? Apa pria itu tidak ingin mereka datang ke rumahnya? Lalu, kenapa Dujun sudah selesai menelepon? Apa Gikwang tidak ingin bicara dengannya?

"Ibunya Gikwang membawanya pulang tadi siang. Mungkin dia akan menginap di sana sampai besok. Lalu, dia bilang dia akan menghubungimu nanti karena dia enggak ingin aku mendengar pembicaraan kalian," tutur Dujun, membuat Hareun tersipu. Dujun melihat jam di dinding. "Sudah malam, lebih baik aku pulang. Atau kau ingin aku menemanimu sampai Junhyung kembali?"

"Enggak perlu, kau pulang saja. Jihye pasti sudah menunggumu di rumah," balas Hareun.

Hareun merapikan sampah-sampah sisa camilan mereka ke dapur, sementara Dujun memasukkan kertas-kertas artikel yang dibawanya kembali ke tasnya. Begitu Hareun menghampiri Dujun, pria itu menyodorkan sebuah amplop padanya.

Take Care (HIGHLIGHT FanFiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang