Part 1

385 40 113
                                    

Lutut Dujun langsung terasa lemas. Jiyong buru-buru memeganginya saat ia merosot ke lantai. Dujun merasakan pandangannya mulai gelap. Hareun bunuh diri?

"Tenang, tenang," kata Jiyong. "Kita belum mengetahui kepastian kondisinya. Semoga dia baik-baik saja."

"Astaga, Hareun-ah ...." Dujun menutupi wajahnya dengan kedua tangan. "Apa yang telah kulakukan sampai enggak bisa menjagamu? Ini semua salahku ...."

"Bukan. Ini bukan salah siapapun," balas Jiyong.

"Tentu saja ini salahku. Dia tanggung jawabku dan dia berada di bawah pengawasanku. Polisi menghubungiku karena aku yang terakhir kali meneleponnya."

Jiyong mengusap-ngusap punggung Dujun. Seorang perawat menghampirinya.

"Anda baik-baik saja?" tanya perawat itu. Dujun mengangguk sambil berusaha mengatur napasnya.

"Ya. Saya baik-baik saja," jawab Dujun sambil bangkit dibantu oleh Jiyong.

"Anda keluarga dari pasien Aruna?" tanya perawat itu lagi. Dujun mengangguk. "Pasien sedang dipindahkan ke ruang ICU. Kami butuh data-data pasien untuk keperluan administrasi."

Petugas di balik meja menyodorkan sebuah formulir. Dujun membacanya dengan bingung. Ia memang tidak mengenal Hareun dengan baik. Seandainya saja Yoseob ada di sana. Setelah mengisi data-data Hareun, Dujun mengikuti perawat tadi bersama Jiyong ke ruang tunggu ICU.

"Untuk sementara ini pasien belum bisa dikunjungi. Jadi, silakan menunggu di sini," kata perawat itu.

"Apa kondisinya parah?" tanya Dujun buru-buru saat perawat itu berbalik hendak pergi.

"Kami masih menunggu hasil CT scan dan rontgen dada milik pasien. Nanti dokter yang akan menjelaskannya pada Anda. Permisi." Perawat itu membungkuk ke arah Dujun dan Jiyong lalu melangkah menjauh dari mereka.

Dujun terenyak di kursi lalu memandang tembok di depannya dengan hampa. Ia mencoba memutar ulang percakapannya dengan Hareun semalam di dalam kepalanya. Ia mencoba mencari kejanggalan, dan kalau-kalau Hareun meninggalkan pesan tersirat yang mengindikasikan bahwa gadis itu berencana mengakhiri hidupnya. Namun, tidak ada.

"Aku akan keluar membeli kopi." Jiyong bangkit lalu pergi, sementara Dujun membenamkan wajahnya di dalam kedua tangannya.

Bagaimana bisa Hareun melompat dari jembatan setelah bicara dengannya di telepon? Apa Dujun salah bicara dengan padanya? Apa ada kata-kata Dujun yang menyakitinya? Bagaimana jika Hareun tidak selamat? Dujun tidak yakin ia bisa memaafkan dirinya sendiri jika harus kehilangan Hareun untuk selamanya.

"Dujun-ssi?"

Dujun menoleh kaget. Seorang pria dengan jaket hitam sudah berdiri di sebelahnya lalu mengulurkan tangannya.

"Saya Jin Ju Sik dari kepolisian," kata pria itu sambil menyalami Dujun lalu duduk di sampingnya. "Sebelumnya, boleh saya bertanya hubungan Anda dengan korban?"

"Saya pemilik perusahaan tempat Hareun—maksud saya, Aruna—bekerja," jawab Dujun. "tapi karena dia sudah tidak memiliki keluarga, saya juga menjadi walinya."

"Lalu, bagaimana dengan seseorang yang bernama Yoseob yang menjadi kontak darurat dari Nona Aruna?" tanya petugas Jin.

"Yoseob juga sama seperti saya. Dia juga bertanggung jawab atas Aruna. Sekarang ini dia sedang ada urusan di luar kota, makanya tidak bisa dihubungi."

"Seperti yang Anda tahu, kami menghubungi Anda karena nomor Anda adalah nomor terakhir yang berhubungan dengan Nona Aruna sebelum dia melakukan percobaan bunuh diri. Bisa jelaskan, apa saja yang kalian bicarakan di telepon?"

Take Care (HIGHLIGHT FanFiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang