Gikwang berbaring di tempat tidur. Pandangannya tidak lepas dari televisi di depannya yang sedang memutar video yang diambil Dongwoon saat mereka sedang berlibur di Jakarta. Entah sudah berapa hari Gikwang memutarnya tanpa henti, mengurung diri di kamarnya sambil memeluk piama yang biasa dikenakan Hareun.
Mungkin orang yang melihatnya akan berpikir dia sudah gila, tetapi Gikwang tidak bisa menyingkirkan rasa bersalahnya. Sehingga tanpa sadar ia selalu berusaha mengumpulkan sisa-sisa kenangan bersama Hareun di dalam kepalanya.
Bel rumahnya berbunyi. Dua kali. Tiga kali. Namun, Gikwang terlalu lemas untuk sekadar turun dari tempat tidurnya. Kemudian didengarnya bunyi bip bip tanda ada yang memasukkan kode rumahnya. Hanya ada dua orang yang mengetahuinya—tiga dengan Dujun karena pria itu sering tiba-tiba mendatanginya, tetapi Dujun sedang berada di militer saat ini.
Terdengar suara langkah mendekat. Gikwang mendongak saat ada yang memasuki kamarnya. Jantungnya terasa berhenti saat melihat Hareun berdiri di hadapannya sambil menggendong seorang bayi. Gikwang ternganga dan membeku di tempatnya.
"Hai," sapa Hareun dengan senyum hangat yang sangat Gikwang rindukan.
Gikwang bangkit lalu perlahan turun dari tempat tidur tanpa melepaskan pandangan dari Hareun. Ia takut perempuan itu akan menghilang dari hadapannya jika ia berkedip.
"Hareun-ah," ucap Gikwang sambil menghampirinya. "Apa ini benar kau? Apa aku bukan sedang bermimpi?"
Hareun tetap tersenyum ke arah Gikwang. "Moon-ah, lihat, itu Appa."
"Moon," bisik Gikwang dengan bibir bergetar. "Kalian kembali. Kalian kembali. Aku sangat merindukan kalian."
Gikwang menghambur untuk memeluk Hareun. Namun, yang dilihatnya hanya dinding kamar begitu ia membuka matanya. Ekor matanya basah saat Gikwang menyadari ia sedang berbaring menelungkup sendirian di tempat tidurnya. Aroma Hareun di hidungnya membuat Gikwang mencengkeram piama di tangannya.
"Hareun-ah, aku rindu, aku rindu. Jika aku menghitung mundur hari-hari yang telah berlalu, akankah aku bisa menemuimu?" gumam Gikwang sambil terisak. "Aku mencintaimu. Sangat, sangat mencintaimu."
~***~
Hareun terbangun saat merasakan tangan yang mengusap dahi dan rambutnya. Ia membuka mata dan melihat Jinmyung sedang menatapnya dengan cemas.
"Kau baik-baik saja?" tanya Jinmyung.
Hareun mengangguk pelan. Dengan mencium bau obat yang menyengat di sekitarnya, ia tidak perlu lagi bertanya keberadaan dirinya.
"Maaf aku sudah merepotkan kalian," kata Hareun pelan.
"Tidak apa-apa. Untunglah Yoon Sunbae menemukanmu dengan cepat," sahut Jiwon yang berdiri di belakang Jinmyung. "Moon juga baik-baik saja. Kata dokter, kau hanya perlu beristirahat selama beberapa hari di rumah sakit hingga keadaanmu membaik."
"Enggak perlu, aku baik-baik saja," kata Hareun. "Uang yang kumiliki hanya simpanan untukku melahirkan nanti. Aku enggak bisa menghamburkannya untuk perawatanku di rumah sakit."
"Ah, tidak apa-apa! Semuanya sudah dibayarkan," kata Jiwon cepat.
"Siapa yang membayarnya?" tanya Hareun.
Jinmyung menggigit bibirnya sambil berpandangan dengan Jiwon. "Sebenarnya... karena panik, tadi Jiwon membawa ponsel milikmu. Lalu... dia menghubungi pacarmu."
Hareun mengernyitkan dahi. "Apa?"
Jinmyung dan Jiwon sama-sama melirik ke arah pintu kamar. Hareun mengikuti pandangan mereka dan melihat seorang pria berbaju garis putih-biru berlengan panjang yang sedang berbicara dengan dokter. Ada desir hangat di dada Hareun saat melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Care (HIGHLIGHT FanFiction)
FanficSeri terakhir dari seri HIGHLIGHT FANFICTION! "Aku harus memastikan dulu padamu, apa kau juga menyukai Aruna?" "Kalau kau enggak berniat serius dengannya dan hanya ingin berkencan, lebih baik berikan Hareun padaku. Aku akan menikahinya." Hareun meny...