"Baiklah, terima kasih atas kedatangannya. Kami akan menghubungi jika Anda terpilih," kata Dujun.
"Terima kasih, selamat siang," balas pemuda yang datang untuk wawancara itu sambil bangkit lalu membungkuk. Ia keluar dari ruang meeting, kemudian diantar keluar oleh Yerin.
"Sudah semua?" tanya Dujun sambil memeriksa berkas-berkas di hadapannya.
"Ya, kita tinggal memilih beberapa dari lima orang tadi," jawab Hareun. "Berapa orang yang akan kita rekrut untuk menjadi staf?"
"Aku berencana merekrut tiga orang. Atau kau ingin menerima kelimanya sekaligus?" Dujun balik tanya.
"Jika kau bertanya padaku, tentu saja aku akan meminta kelimanya untuk bekerja agar tidak perlu memilih beberapa di antara mereka. Tapi tentu saja kita harus mempertimbangkan dari kecakapan mereka dan seberapa butuh perusahaan untuk merekrut mereka," balas Hareun.
"Kurasa tiga orang sudah cukup," sahut Key. "Jika situsnya semakin berkembang dan kita semakin membutuhkan banyak tenaga kerja, baru kita merekrut karyawan lagi."
"Benar. Terutama tahun depan, kita akan membutuhkan banyak bantuan untuk kalian selama kami pergi," kata Dujun.
"Pergi? Pergi ke mana?" tanya Hareun.
"Tahun depan kami harus mengikuti wajib militer," jawab Dujun.
Hareun mengangkat alisnya. "Apa itu?"
"Army, military," jelas Key.
"Aah." Hareun mengangguk-angguk. "Kami yang kau maksud itu siapa saja selain dirimu?"
"Tentu saja kami berlima," jawab Dujun. "Seenggaknya kami akan pergi selama dua tahun."
Hareun tercengang. "Kenapa selama itu? Kenapa kalian harus pergi bersama-sama? Kenapa kalian tidak pergi satu per satu?"
Dujun tertawa. "Yah, bertanyalah satu per satu, supaya aku enggak bingung menjawabnya."
"Apa itu artinya... Gikwang juga akan pergi?" tanya Hareun.
"Tentu saja. Kami semua hampir seumuran, kecuali Dongwoon, tapi kami memilih pergi bersama-sama." Dujun mencondongkan tubuhnya ke arah Hareun. "Kau akan ada di sini saat kami pergi, kan? Kau mengatakan akan kembali kalau aku menginginkanmu untuk kembali. Aku bukan hanya menginginkanmu, melainkan aku juga membutuhkanmu di sini."
Key ikut menjulurkan kepalanya. "Hyungnim, jangan mengatakan hal-hal yang bisa membuat orang lain salah paham."
Dujun menyeringai. "Ah, maaf, maaf. Maksudku, hanya kalian yang bisa kami andalkan untuk menjalankan perusahaan saat kami pergi. Selain itu, kau harus belajar untuk mengelola perusahaan sebagai calon Nyonya Lee," tambahnya pada Hareun sambil berbisik.
Wajah Hareun memerah. Ia belum pernah membayangkan dirinya menjadi istri Gikwang. Rasanya akan sangat menyakitkan jika ternyata hal itu tidak terjadi. Maka, Hareun merasa cukup dengan hanya menjadi kekasihnya.
Akhirnya mereka keluar dari ruangan setelah selesai berdiskusi. Hareun pergi ke mejanya lalu membuka laci sebelah atas untuk mengambil roti yang dibelinya kemarin sore. Ia lapar sekali setelah perutnya merasa tegang mengikuti proses wawancara.
"Heh?" gumam Hareun saat melihat lacinya kosong. Tidak ada roti mau pun mie instant yang disimpannya di sini. Apa ketinggalan di rumah? Namun, Hareun yakin ia meninggalkannya di sini.
Hareun duduk di kursinya sambil bertanya-tanya, mungkinkah Yoseob yang membersihkan isi lacinya? Namun, itu sudah lama sekali. Rasanya Yoseob sudah tidak lagi melakukannya. Lagi pula, jika memang Yoseob yang melakukannya, pasti dia hanya mengambil mie instantnya. Untuk apa dia mengambil rotinya juga, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Care (HIGHLIGHT FanFiction)
FanfictionSeri terakhir dari seri HIGHLIGHT FANFICTION! "Aku harus memastikan dulu padamu, apa kau juga menyukai Aruna?" "Kalau kau enggak berniat serius dengannya dan hanya ingin berkencan, lebih baik berikan Hareun padaku. Aku akan menikahinya." Hareun meny...