Hareun menatap pria di depannya dengan takjub. Sebenarnya ia sudah menyerah dan tidak lagi berharap untuk menemukan Appa, Jaesoon, atau Junsung. Namun, ternyata takdirnya berkata lain. Hareun bersyukur memutuskan untuk mengikuti instingnya dengan menyusul pria itu tadi.
"Apa kabarmu, Noona?" tanya Junsung canggung. Saat itu mereka sedang duduk di salah satu meja di luar mini market.
"Aku baik," jawab Hareun, ikut canggung. Ia tahu betul Jaesoon dan Junsung pasti sudah tumbuh dewasa seperti dirinya. Namun, tetap saja Junsung yang diingatnya adalah bocah imut dengan jaket putih yang menggandengnya ke mana-mana.
"Ternyata kau masih mengingatku, Noona," kata Junsung lagi.
"Tentu saja. Aku hanya enggak menyangka akan bertemu denganmu di sini," jawab Hareun. "Apa kau tinggal di dekat sini?"
"Tidak. Aku ke sini untuk bertemu dengan seseorang."
"Ah," Hareun mengangguk-angguk. "Lalu, bagaimana kau masih bisa mengingatku? Maksudku, aku pun tidak akan bisa mengenalimu jika kau tidak menyebutkan namamu."
"Ah, itu." Tiba-tiba Junsung terlihat gugup. "Hyung pernah memperlihatkan fotomu padaku."
"Bukankah dia hanya memiliki fotoku waktu kita masih kecil?"
"Bukan. Dia memperlihatkan fotomu yang sudah dewasa seperti ini."
Hareun mengangkat alisnya. "Maksudmu, Jaesoon sudah melihatku?"
"Dia sudah bertemu denganmu."
Hareun semakin tercengang. "Kapan? Di mana? Kenapa aku tidak tahu?" tanyanya. Ia langsung mengingat-ngingat, di mana kira-kira ia bisa bertemu dengan Jaesoon. Terlebih lagi, pria itu mengenalinya, walau tidak menyapa dirinya.
"Sebenarnya Hyung melarangku untuk menceritakan ini jika suatu hari aku bertemu dengan Noona," jawab Junsung. "Hyung berpura-pura tidak mengenalmu karena kondisi di keluarga kami agak ricuh setiap kali ada yang menyebut namamu. Dia berpikir lebih baik kau tidak mengingat dirinya atau kami."
Hareun terdiam. Ia tidak pernah tahu apa yang terjadi di balik semua ini. "Lalu, bagaimana dengan Appa? Apa dia sehat?"
"Ya, Appa juga tahu kau ada di Korea. Jangan salah paham, Noona. Appa bukan dengan sengaja mengabaikanmu," tambah Junsung buru-buru begitu melihat wajah Hareun berubah murung. "Aku tidak tahu bagaimana cerita detailnya. Baik Appa, maupun Hyung tidak ada yang pernah menjelaskannya padaku. Mereka selalu mengalihkan pembicaraan setiap kali aku menanyakan tentangmu. Hanya saja, yang kutahu Eomma tidak setuju dengan keputusan Appa membawamu ke keluarga kami. Itu sebabnya dulu Appa membatalkannya dan tidak jadi membawamu ke Korea."
Hareun kembali terdiam. Bukankah katanya ia akan diadopsi? Jika ia diadopsi, seharusnya Appa dan istrinya sudah setuju, dan mengurus surat-surat resmi yang berhubungan dengannya sebelum mereka membawanya, kan? Apalagi mereka berada di negara yang berbeda. Bagaimana bisa dibatalkan begitu saja? Apakah... apakah sebenarnya Mama hendak menjualnya pada Appa karena ia tidak ingin merawat Hareun?
"Atau mungkin... aku ini memang anak dari hubungan terlarang antara Appa dan ibuku?" gumam Hareun, teringat ucapan neneknya tentang ibunya yang kembali dari Korea dalam keadaan hamil, sementara ayahnya meninggalkannya.
"Kurasa bukan karena itu, Noona," balas Junsung. "Apapun itu, aku senang karena akhirnya aku bisa bertemu lagi denganmu. Apa kau akan menetap di sini, Noona?"
"Aku belum tahu tentang itu. Visaku akan habis pertengahan tahun depan. Aku akan melihat kondisinya dulu sebelum memutuskan untuk tetap tinggal atau tidak."
"Kuharap kau bisa menetap di sini. Rasanya menyenangkan sekali akhirnya bisa mengobrol denganmu. Kau ingat, dulu kita kesulitan berkomunikasi karena bahasa yang berbeda?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Care (HIGHLIGHT FanFiction)
FanfictionSeri terakhir dari seri HIGHLIGHT FANFICTION! "Aku harus memastikan dulu padamu, apa kau juga menyukai Aruna?" "Kalau kau enggak berniat serius dengannya dan hanya ingin berkencan, lebih baik berikan Hareun padaku. Aku akan menikahinya." Hareun meny...