Part 1

6.1K 218 3
                                    

_
_
_
_
_

Seorang mahasiswi berjalan dengan kuyu menuju kelasnya, ia menaiki satu persatu anak tangga yang menjulang tinggi untuk menuju gedung fakultasnya. Jani hanya bisa mengumpat di dalam hati, kenapa arsitek tidak mempertimbangkan mahasiswa yang sudah lelah begadang untuk mengerjakan tugas tidak manusiawi yang diberikan dosen sebelum membangun tangga setinggi cita-cita ini?!

Jani menaiki anak tangga dengan pandangan lurus, tidak mempedulikan keramaian mahasiswa lain yang sedang membuat kelompok-kelompok kecil di pertemanan. Jani tidak mengenal satupun orang-orang yang memiliki jurusan yang sama dengannya, ia tidak memiliki keinginan untuk membangun relasi ataupun menjalin pertemanan yang akan sangta menguntungkannya, ya untung saja diamasih mengenal dosen-dosen yang mengajar. 

wajah Anjani bisa dikatakan masuk dalam kualifikasi kecantikan menurut lingkungan sosial di indonesia. Dengan setengah darah inggris yang dimiliki dari ayahnya, menjadikan Jani primadona tanpa disadari oleh dirinya sendiri.

Dia memang tidak mengenal mahasiswa dan mahasiswi lain, namun mereka mengenal Jani sebagai seorang  Mahasiswi berwajah cantik namun tidak bersahabat.  Mengecap Jani sebagai sosok yang angkuh dan sombong akibat kecantikan, kecerdasan dan kepintaran yang dimiliki Jani.

Wajahnya selalu memperlihatkan permusuhan kepada mata siapaun yang bersinggungan dengannya, membuat mereka enggan mendekat. Anjani, hanya itu namanya, gadis muda yang sangat tertutup kepada siapapun, tidak mengizinkan orang baru untuk mengenal dirinya selain namanya saja. Gadis yang benar-benar menyukai sendirian tanpa satu orang pun membuat gendang telinganya bergetar, kecuali suara Tulus yang setiap saat mengalun di telinganya, mencegah suara-suara tidak penting menyusup dan merusak mood yang telah ia bangun susah payah pada pagi buta.

Jani membuka pintu kelasnya, melewati teman sekelasnya tanpa sepatah kata yang berkumpul dan berbincang riang pada deretan kursi belakang, Jani memilih duduk di kursi paling depan dekat dosen kille,  karena itulah kursi yang paling dihindari para mahasiswa namun sangat menyenangkan bagi Jani.

Jani yang baru menyelesaikan tugas pukul 5 pagi, tugas yang telah ia lupakan dua minggu lalu. tidak memiliki pertemanan dalam perkuliahan sejujurnya cukup merepotkannya, namun lebih merepotkan lagi jika harus berbicara dan berbaur dengan Mahasiswa lainnya. 

pertanyaan-pertanyaan terus saja ditanyakan pada Jani layaknya rentetan peluru yang tidak pernah habis, bagi Mahasiswa lain yang menyukai wajah cantiknya ini adalah kesempatan terbaik untuk berbicara kepada wanita cantik pendiam ini, namun bagi mahasiswi yang membencinya ini adalah kesempatan untuk menjatuhkan Jani hingga tidak bisa berkata-kata.

Jani selalu bersyukur atas otak pintar yang diturunkan mamanya, tanpa otak pintar ini Jani tidak akan bisa melakukan apa-apa dan harus bersosialisasi untuk menopang hidupnya kepada manusia lain. 


Jani POV

Rasanya sangat menyenangkan, mereka menanyaiku banyak hal didepan sini, satu-satunya hal yang kusukai dalam berbicara dengan orang lain ialah ketika mereka menanyakan hal-hal yang berbobot seperti ini. Aku tidak mempermasalahkan pertanyaan mereka yang terkadang di luar nalar, pertanyaan cerdas, ataupun pertanyaan bodoh yang mereka berika, rasanya sangat menyenangkan menerima belasan pertanyaan itu.

lagi pula aku tidak masalah dengan berbagai macam pertanyaan itu, aku sadar bahwa aku seorang gadis pintar yang sangat menyukai sejarah! Jadi tanyakanlah semua yang ingin kalian tanyakan padaku, karena Anjani ini dengan senang hati menjawabnya.

ah lihatlah wajah frustasi  dari seorang mahasiswi dengan tampilan feminim dan warna pakaian yang membuat mataku sakit, aku tahu dari kerutan di dahinya, ia sedang berfikir keras memikirkan pertanyaan untuk menjebakku. Dia memang selalu seperti itu, gadis yang cukup pintar namun sangat suka menarik perhatian, tentu aku menjauhi manusia semacam itu.

Cinta Sang Senopati  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang