47. Mimpi

5.9K 325 37
                                    

Hari sudah malam, sudah hampir pukul sembilan. Haifa baru saja mandi di kamar mandi yang berada di kamar rawat Arya.

Sedangkan Arya sendiri masih belum sadarkan diri, satu hal yang membuat Haifa merasa begitu sedih.

"Kak Arya kapan bangun sih! Gak kasian apa sama Haifa? Dedek juga, sedih tau, pengen liat abi nya bangun!"ucap Haifa menatap Arya yang masih setia memejamkan mata.

Haifa duduk di kursi dekat ranjang, lalu tangannya bergerak menggenggam tangan Arya. Haifa mendekatkan tangan Arya ke bibirny, lalu mencium telapaknya.

Haifa menatap wajah damai Arya dengan sendu. Ia berharap Arya segera membuka matanya.

Haifa terus mencium telapak tangan Arya dengan penuh penghayatan, menikmati rasa hangat yang menjalar dari telapak tangan Arya, yang selalu membuatnya nyaman, telapak tangan yang selalu mengusapnya, jujur Haifa sangat merindukannya.

"Selamat malam ibu Haifa!"ucap seseorang seraya membuka pintu kamar rawat Arya, dan muncullah seorang dokter laki laki bersama seorang perawat di belakangnya.

"Malam dok!"jawab Haifa seraya berdiri, dan melepaskan tangan Arya perlahan, meletakkan kembali tangan itu di samping tubuh Arya

"Belum sadar? Saya cek dulu ya bu!"ucap Dokter yang diangguki oleh Haifa.

Dokter mulai memeriksa keadaan Arya, dengan di bantu oleh perawat yang mengikutinya tadi, sedangkan Haifa hanya memperhatikan dari jarak yang cukup jauh, membiarkan dokter itu bekerja dengan baik.

Haifa menunggui Arya sendiri, tadi Mbok Uni dan mang kirno sempat menawarkan diri untuk menemani Haifa menunggui Arya, namun Haifa menolaknya, dengan alasan takut merepotkan. Alhasil Haifa hanya menjaga Arya sendiri, tanpa ada yang menemaninya.

Jauh dari keluarga membuat mereka harus bisa belajar mandiri, itu yang ada di pikiran Haifa. Sehingga dia berusaha untuk tidak selalu merepotkan orang lain. Bukan karena dia tidak mau di bantu oleh orang lain, tetapi ia berusaha agar tidak selalu merepotkan orang lain jika ia sendiri masih mampu

Tak lama kemudian, dokter itu selesai memeriksa Arya dan berjalan mendekati Haifa yang posisinya di dekat pintu ruang rawat itu.

"Gimana dok keadaan suami saya?"tanya Haifa menatap dokter itu, posisi Haifa membelakangi ranjang Arya.

"Kondisinya sudah stabil, tinggal nunggu sadar aja! Mungkin beberapa menit lagi dia akan bangun mbak!"jawab dokter yang diangguki oleh Haifa

Mereka melanjutkan mengobrol tentang keadaan Arya, hingga sebuah suara yabg cukup nyaring membuat mereka menengok ke arah Arya dan membuat mereka semua panik

Brukkk

Semuanya menoleh kearah ranjang Arya, disana terdapat Arya yang kini sudah sadarkan diri dan sudah terduduk di atas dinginnya lantai, tidak mampu berdiri karena kondisi kakinya yaang mengalami kelumpuhan.

"Astaghfirullahal adzim, kak Arya!"pekik Haifa begitu terkejut dan segera berlari kearah Arya yang kini mulai mengesot ke arahnya dengan air mata yang menetes membasahi pipinya

"Haifa?!"lirih Arya dengan air mata yang terus mengalir dipipinya, ia berusaha tetap mengesot kearah Haifa dengan perlahan. Kakinya terasa kaku, ia tidak bisa menggerakan kakinya seperti dulu, sepertinya dia tahu apa yang terjadi dengan kakinya itu.

Tetapi Arya sama sekali tidak memperdulikan itu, sekarang yang ia perdulikan adalah Haifa, ia harus segera menggapai Haifa sekarang juga, membawa Haifa kembali ke dekapannya, meminta maaf atas segala kesalahan yang telah di perbuatnya yang membuat Haifa sakit.

Saat Haifa sudah berada di hadapannya dan hendak berjongkok, Arya memegang kaki Haifa dan menciumnya..

"Maaf Haifa, maafin aku!"ucap Arya tersedu sedu di bawah Haifa yang juga sudah meneteskan air matanya.

Kesempurnaan Cinta #4✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang