MB. 8

14.6K 174 2
                                    

"Es krim vanilla, topingnya rematan oreo sama mesis cokelat , atasnya di kasih wafer roll. Jangan lupa itu semua ditaruh di atas wafel ya, mbak." Ucap Kelin kegirangan.

"Banyak amat dek." Heran Bilo.

"Biarin lah, kak. Lagian kan kakak udah janji." Kelin tersenyum lebar kepada Bilo kemudian berlalu menuju bangku dekat jendela besar yang menampakkan pemandangan jalanan kota.

"Kekasihnya ya, mas? Atau adiknya?" Tanya mbak penjual es krim.

Bilo hanya tersenyum tipis. "Pokoknya kesayangan, mbak."

Tak lama Bilo datang menuju meja yang sudah dipesan Kelin. Jangan tanya, Bilo dan Kelin sudah satu paket dan satu selera tentang oreo. Yup, mereka suka oreo.

"Makannya yang bener, Lin, comot semua itu." Bilo mengusap bibir Kelin yang belepotan es krim itu.

"Kak Bilo, nih es krim enak banget."

"Iya kakak tau sayang. Ish, kayak nggak pernah makan aja, padahal udah sering ke sini."

"Gua kagak pernah bosen kalau lo ngajak ke sini terus, kak." Senang Kelin seraya memakan wafer roll miliknya.

"Hahaha.. kek nya lo seneng banget ye, Lin, entar gua bungkusin yang rasa cokelat."

Kelin membelalak. "Kak Bilo pengen gua jadi gendut?"

"Elah, tapi lo suka cokelat juga, kan?" Goda Bilo dengan satu alis terangkat.

Tak bisa bohong, Kelin cengar-cengir mengangguk pelan menanggapinya. Karena di dalam benaknya, dia juga perlu menjaga berat badan.

"Enggak papa, Lin, nggak bakal gemuk kok, orang kamunya juga jarang makan cokelat." Lanjut Bilo.

"Oh iya, kak, udah lama kan nggak nge-gym?" Tiba-tiba Kelin teringat ruang Gym yang selama ini jarang mereka tempati.

"Bener juga, Lin, perut sixpack kakak udah mau jadi onepack ini." Ujarnya sambil mengelus perutnya. Kelin yang melihat itu hanya dapat menggeleng-geleng pelan menanggapi kakaknya yang aneh itu.

"Kak, mau onepack lah, twopack lah, tenpack sekalipun gua tetep sayang sama lo." Tulus Kelin ke Bilo supaya nggak merasa gengsi sama tubuh.

Tapi ya jangan sampai onepack gitu lah tuh perut, masa iya ganteng-ganteng nggak punya kotak-kotak, batin Kelin yang setengah tidak rela jika perut Bilo rata.

"Tapi nih, ya.. secara penampilan sama otak lo yang cabul kek begitu, elo kagak mantep kalo badan lo nggak atletis, kak." Lanjutnya sambil menuding Bilo dengan sendok es krimnya.

Bilo memikirkannya sejenak sambil memegang dagunya, gayanya sok keren itu membuat Kelin geleng-geleng kepala. "Hm.. iya juga, kalo gitu harus Eightpack."

Wah, jadi emang bener mesum. Dasar nggak protes.

Hampir saja es krim yang ada di mulut Kelin keluar. "Buset dah. Serius kak mau Eightpack? Wah, mantap."

"Jangan ngiler ya kalo liat tubuh gua, entar pas tidur bareng lagi elo malah diem-diem buka baju gua lagi." Goda Bilo yang menunjukkan wajah mesumnya pada Kelin, membuat Kelin ingin melemparkan salah satu kursi di sebelahnya pada Bilo yang ada di hadapannya ini.

"Ehem, terus kemaren yang minta tidur bareng siapa? Yang ngebangunin gua sama sentuhannya siapa? Terus yang nge—Hmp!"

Dengan cepat Bilo membungkam mulut Kelin agar tak menjalar sampai mana-mana. Terlebih lagi ketika Kelin mengatakan itu semua, suaranya terdengar keras.

"Iya udah nggak usah di terusin di sini, di rumah aja." Bilo membuka dekapannya itu dan dibalas gerutu Kelin lalu pergi begitu saja.

"Eh, Lin, tungguin gua. Ish, bocah main pergi aja."

*

Di mobil tak ada percakapan selain suara kendaraan lain dari luar mobil. Kelin juga sudah selesai memakan es krimnya begitu juga Bilo.

"Mau makan?" Tawar Bilo dengan melirik Kelin sekilas hingga tak ada jawaban setelah lima menit menunggu.

"Lin,"

Kelin menghela nafas bosan. "Pengen ke Hypermall," gumamnya menatap luar jendela.

Untung saja Bilo mendengar gumaman kecil Kelin. Ia tersenyum dan melajukan mobilnya ke mall pusat kota itu.

"Di sana kita juga makan, ya?"

Kelin menunjukkan jempolnya pada Bilo tanda kalau ia menyetujuinya.

Ketahuilah, walau sering ditinggal kerja oleh kedua orang tua, mereka masih dapat mengisi waktu bersama dengan hal yang menyenangkan, termasuk —bermain—? Oke, mungkin itu berlebihan jika tidak ada orang tua mereka, terkadang mereka seenaknya sendiri. Wajar saja, remaja. Penuh jiwa muda.

Pernah juga mereka begadang semalaman hanya untuk bermain di ruang keluarga. Membangun istana bantal dan selimut dengan menonton film horor. Itu membuat malam piyama mereka menyenangkan. Dan juga adegan mesra mereka tentu saja. Mereka —bermain di dalam selimut—

"Sayang."

"Hm?" Kelin menoleh pada Bilo yang tetap fokus menyetir.

"Mau main game di sana?" Tawar Bilo mengingat jika di mall banyak game yang dapat menghabiskan banyak uang juga.

"Boleh juga," senang Kelin.

"Oke. Habis itu kita makan sekaligus belanja di sana."

Kelin tersenyum dan langsung saja mengecup pipi Bilo cepat. Ah benar, Kelin sering malu atau tersipu jika habis melakukan itu, maksudnya setelah mencium kakak tersayangnya itu. Sedangkan Bilo, oh percayalah, hatinya tengah bersemi sekarang.

•••

PLAYING WITH MY BROTHER [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang