MB. 34

1.6K 81 7
                                    

Vote and Comment berpengaruh besar bagi author. Thanks!

-Song by: Wendy, Yook Jidam_Return-

Happy Reading


Doni menghentikan langkahnya ketika sudah dekat dengan lift. Pria yang masih berumur tiga puluhan dan masih lajang itu mengambil ponsel yang sedari tadi bergetar di sakunya.

"Om, Bilo sudah mengetahuinya!"

"Mengetahui apa?" Doni mengernyit mendengarnya, Sean seperti panik.

"Map itu. Dia mengambilnya. Dia sudah tahu, map-nya tidak ada di atas meja. Dia telah mengambil pergi map itu."

Benar dugaan Doni, Sean panik.

"Dia masuk apartemen mu? Bagaimana bisa? Kau itu ceroboh sekali Sean!" Doni mulai gusar.

"Lalu kemana dia pergi sekarang? Om harap kamu bisa menjelaskan padanya. Kejar dia!"
Lanjut Doni kesal.

Tut.. tut.. tut..

Doni berdecak, ia harus memberitahu Stephano sekarang dan mengharuskannya pulang lebih awal. Sepertinya tidak ada jamuan makan malam untuk hari ini.

"Kenapa, Don?" Stephano menepuk pundak Doni, membuat Doni sedikit terkejut.

Menghela nafas gusar, Doni menatap Stephano dengan sulut mata yang serius. "Sebaiknya kau pulang sekarang. Bilo mendapatkan map itu, dia sudah tahu."

*

"Aku.. bukan berasal dari keluarga ini, benarkan?"

Vani yang mendengarnya langsung menggenggam tangan Stephano, dia tercekat. Kekhawatiran mulai menyelimuti Stephano dan Vani.

Air mata Bilo meluncur keluar melewati pipinya. Tak bisa dia tahan lagi. Ia menaruh map merah itu di meja.

"Aku tanya sekali lagi, aku bukan berasal dari keluarga ini, benarkan?" Nada Bilo melembut, namun tetap saja menampakkan sulut emosi, kecewa, sedih juga bingung.

"Bilo, Papa akan—"

"Kau bukan Papa ku!" Kini nada Bilo sedikit meninggi, "Kau juga bukan Mama ku!"

Vani tak percaya, dia berlinang air mata, ia menutup mulutnya tak percaya.

Stephano sedikit tak terima, "benar! Kami bukan orang tua kamu. Dan Kelin, dia juga bukan saudara kandung mu. Kamu memang bukan berasal dari keluarga kami, tapi bagi kami, kamu adalah bagian dari keluarga. Kami sudah menganggap mu sebagai anak kami, menjadikanmu Kakak Kelin, kami mengadopsi mu Bilo!" Stephano penuh amarah mengatakannya, tangannya mengepal, tapi di sisi lain Stephano juga sedih telah mengatakan ini.

Sungguh tak percaya, Kelin membeku di buatnya, dia mematung di anak tangga. Pikirannya kosong setelah mendengar semua itu.

Tak terkecuali Bilo, dugaannya benar, dia bukan dari keluarga ini, pupus sudah. Entah kenapa rasanya begitu sakit, sangat sakit menerima kenyataan jika dirinya bukan kakak kandung Kelin. Kenapa?

"Bilo.. dengarkan kami dulu, nak," Vani melangkah pelan mendekati Bilo, "kamu anak dari sahabat kami, Agra dan Dinda."

Bilo membulatkan matanya, air mata itu tak berhenti mengalir. "Kami mengadopsi mu karena mereka telah meninggal dengan cara tak baik. Mereka menyiksa diri karena stress dan depresi berat. Kami tak tega dengan mu, maka kami mengambil mu untuk diadopsi, waktu itu kau masih kecil, kau masih berumur tiga tahun."

Vani berhasil menggenggam tangan Bilo, tangan kekar itu, menunjukkan betapa kuatnya Bilo dari luar, namun rapuh di dalam.

"Kamu anak yang baik Bilo. Kamu jenius seperti Papa kamu, Agra. Kamu peduli seperti Mama kamu, Dinda. Kami harap kamu bisa mengerti." Vani tak kuasa lagi, air matanya telah membanjiri pipi.

PLAYING WITH MY BROTHER [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang