Pikiran dan hatinya gusar, kebanyakan pikiran, sesuatu mengganjal di hati, sesak, resah, rindu, semua tercampur hingga membuat Sean tak fokus.
Jujur ketika dia bertemu dengan Kelin saat di mall membuat pikirannya gusar. Di saat dia membawa seorang wanita, itu benar-benar merusak image–nya. Mungkin Kelin akan berpikiran jika wanita itu adalah kekasihnya? Atau bisa saja jika Bilo memberitahu kebenarannya jika dia menyewa wanita? Atau bisa saja Bilo tidak mengatakan yang sesungguhnya? Atau bahkan lebih buruk!
"Arkh!" Sean menggaruk kepalanya gelisah.
"Apa gue telepon Bilo aja ya?" Bangkit dari kasur dan mengambil ponselnya.
"Tapi gue juga nggak bisa gitu dong, entar dikira apa lagi." Sean lemes.
*
"Oy! Bantuin dong!" Dongkol Kelin ketika melihat Bilo sedari tadi hanya bermain game.
"Oke, oke sayang.."
Menyodorkan satu kepal soal OSN Fisika tahun lalu, Bilo mengangkat satu alis. "Ini udah semua. Terus bantuin apa?"
Menyingkirkan stik PS, Kelin duduk bersila dihadapan Bilo. "Bantuin koreksi." Senyum lebarnya terlihat. Membuat Bilo tersenyum kecil.
Menggemaskan.
Empat puluh lima menit mengoreksi soal OSN yang luar biasa membuat otak pusing, Bilo sempat berpikir sejenak.
"Nomor 15 salah, 27 salah, sama.. 35 bener jawabannya tapi caramu salah"
"..."
"Kelin— yah.. molor nih bocah."
Tidur dengan bersandar pada bufet, sepertinya dia benar-benar kelelahan.
Mengangkat dan memindahkannya ke ranjang, Bilo mengusap kepala Kelin.
"Tidur yang nyenyak, my baby."
Langit semakin larut dan Kelin belum bangun, itu bagus karena Bilo mendapat telepon dari teman—ah tidak, lebih tepatnya adalah rivalnya.
"Tumben jam segini telpon?" Bilo bersandar pada pintu dapur dan memegang satu kotak susu dari kulkas.
"Gue kepikiran Kelin, gimana dia?"
Bilo menekuk alis. "Gimana apanya? Dia nggak apa-apa lah."
"Dih, ketus amat. Ya gue kepikiran aja gitu. Dia tanya nggak soal gue gitu pas terakhir ketemu di mall?"
Lama Bilo menjawab.
"Oy!"
"Iye, kenapa?"
"Dia tanya apa soal gue?"
"Cewek yang lo bawa." Jujur Bilo setengah kesal.
"Mampus! Lo jawab gimana?"
"Kayak biasanya lah. Sewaan lo di night club." Santai Bilo kemudian.
"Goblok!"
"Gue genius."
"Pala lu genius, itu namanya jujur pe'ak." Dongkol Sean di seberang sana.
Bilo menaruh kotak susunya di atas pantry. "Nah tuh tau, kenapa ngatain gue goblok, solikin!"
"Nggak semua jujur itu berbuah bagus bambang, entar kalo Kelin ngejauh dari gue gimana? Kan lo tau kalau gue suka sama Kelin."
Iya. Itu benar, sejak saat itu Bilo mulai sedikit waspada akan Sean. Terkadang dia juga kesal. Tapi mau bagaimana lagi, bencipun tetaplah teman baginya. Dia tidak berhak melarang Sean untuk —jangan— menyukai Kelin, tetapi Kelin, dia bisa meminta Kelin untuk sedikit menjauh dari Sean. Tapi keputusan juga ada di tangan Kelin.
"Ya itu tergantung, Kelin nggak sejelek itu kok sifatnya," hati dan otaknya sedang tidak sinkron.
*
Terbangun dari tidur, rasanya cukup malas untuk bangkit dan buang air kecil. Benar, Kelin terbangun karena panggilan alam.
"Oh, iya. Ini kamarnya Kak Bilo." Gumamnya mengumpulkan kesadaran. Ia sedikit terkejut ketika melihat jam yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam.
"Gue tidur berapa jam sih?" Menggaruk kepala yang tak gatal, bangkit lalu berjalan menuju kamar mandi. Namun sebelum itu ia melihat kertas-kertas yang berserakan di meja belajar Bilo.
"Ini kan soal OSN gue.."
Ia melihat nomor 15, 27, dan 35 dilingkari oleh Bilo, itu pasti salah. Pikirnya. Dan di sampingnya coret-coretan jawaban dari soal tersebut.
"Ternyata dia yang benerin jawaban dari soal gue. Dasar."
Kelin lalu lanjut berjalan menuju kamar mandi. "Sekalian mandi ah."
Di samping itu, Bilo berjalan menuju kamarnya dan dilihatnya kosong.
"Kelin?"
Dia mendengar jatuhan bulir air dari kamar mandi, itu pasti Kelin. Begitu pikir Bilo. Menunggu beberapa menit membuatnya sedikit jenuh hingga kejahilan merasuki otaknya.
Ceklek!
"Eh, Kak Bilo.."
Asal kalian tahu saja, Bilo tak keberatan jika Kelin menggunakan kamar mandinya begitu juga Kelin. Bahkan mereka juga.. ehem, pernah mandi bersama. Walau begitu Kelin berakhir blushing. Jangan berpikir macam-macam, mereka hanya mandi dan—sedikit bermain, sih.
Bilo mendekat. Kelin berkedip dua kali.
"Sorry, ya, kak, gue kayaknya tidur kelamaan."
Ucapan itu tak dihiraukan Bilo, justru Bilo menarik pinggang Kelin untuk mendekatkan diri padanya.
"Wangi.." bisik Bilo yang jaraknya tak dapat dihitung lagi.
Meneguk saliva dengan susah payah. Mampus! Kak Bilo bakal basmi gue, ini kan kandangnya. Jelas-jelas kalau dilihat dari muka udah mesum.
"Kayaknya handuk kakak kekecilan buat kamu." Goda Bilo yang menarik selipan handuk di punggung Kelin.
"Yak! Kak!"
"Hihi.."
"Kak Bilo!"
Tanpa ampun, adegan mesra selalu Bilo yang mendominasi. Kelin kadang kewalahan menghadapinya. Tak ada satu kain pun yang menutupi tubuh Kelin, Bilo membuatnya mabuk sentuhannya malam ini.
Kejahilannya selalu seperti ini.
Desahan, erangan, dan jeritan Kelin lontarkan bahkan menjambak rambut Bilo pun ia lakukan tetapi tak membuat Bilo berhenti. Di sisi lain, Kelin juga selalu suka permainan yang Bilo lakukan. Tetapi satu yang Bilo tidak pernah lakukan hingga sekarang ini, bahkan tak berani. Merenggut harta berharga Kelin.
Benar, Bilo tak akan melakukan itu walau hasratnya benar-benar ingin bahkan junior miliknya selalu tegang ketika bersama Kelin, ingin sekali membobol Kelin tapi Bilo tahu konsekuensinya, ia tidak akan melakukannya.
Mereka saling mencintai tapi sialnya bukan cinta sebagai saudara, melainkan perasaan lain. Entah apa itu namanya.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
PLAYING WITH MY BROTHER [END]✔️
Teen Fiction[Romance 17+] =>Dimohon untuk bijak membaca sesuai umur<= ~Fansfiction~ Menaruh rasa pada lawan jenis. Bukan salah, namun apakah pantas jika itu saudara mu sendiri? Awalnya mulai mereka jalani, namun seiring berjalannya waktu, mereka menyadari satu...