Vote and comment berpengaruh besar bagi author. Thanks!
-Song by: TXT_Run Away-
Happy Reading
Tanpa disadari sepasang mata melihat kejadian menyedihkan yang dilakukan kakak-adik tersebut, tak kuasa melihat dan mendengar jeritan juga tangisan, hingga kata-kata menyayat hati terlontar, membuat hancur hati sepenuhnya.
Menunduk sedih, dengan langkah lebar Sean meninggalkan tempat tersebut dan berjalan menuruni anak tangga, direnungkannya niat untuk bertanya, kini yang dia ingin lakukan adalah pergi. Tak menyangka jika hal tak pantas seperti itu terjadi bahkan dia lihat jelas di depan matanya. Jadi selama ini apa? Bermain di belakang? Bimbang dengan perasaan? Tapi apakah seperti itu pantas?
Kehilangan orang yang di sayang kini cukup sudah dia dapatkan, kali ini lagi? Haruskah hati ini berteriak jika Tuhan tak adil? Atau kita yang kurang bersyukur?
Dengan perasaan campur aduk, mobil yang ia kemudikan melaju membelah jalanan kota dengan matahari yang tertutup awan, sehingga terik tak begitu tampak.
Ucapan itu masih terngiang di kepalanya, isak dan jeritan itu masih terdengar jelas di telinga dan berputar-putar di otak. Membuatnya kembali tak fokus pada jalan, kini dia bingung hendak kemana setelah dari kampus, menghela nafas berat, ia membendung air mata yang tanpa sadar sudah mengalir, buru-buru dia usap dengan kasar dan berusaha tegar menghadapi kenyataan walau hati merasa sesak tak tertahan.
Kalian ternyata bodoh, gue nggak menyangka kalau kalian ternyata seperti itu.
*
Pukulan keras Kelin layangkan pada Bilo, sedang Bilo hanya dapat melindungi diri dengan kedua tangannya.
"Pergi! Pergi lo! Gue mau sendiri aja!" Teriak Kelin sedikit parau.
"Lin, maafin Kakak." Ucap Bilo lirih namun sepertinya Kelin tak mendengarnya.
"PERGI! Gue mohon pergi! Hiks, hiks.." tangis Kelin pecah seketika, ia tersungkur ke lantai dan meringkuk di antara kedua lutut.
"Lin, maafin Kakak.."
"Gue mohon pergi.. gue pengen sendiri.." pinta Kelin dengan nada memohon, lirih juga lemah membuat Bilo semakin sakit mendengarnya.
Dengan berat hati Bilo bangkit, ingin sekali dia memeluk Kelin dan menenangkannya dalam pelukan, namun sepertinya waktu dan perasaan tak tepat.
Berjalan pelan dengan mata merah dan lengket di pipi, Bilo meninggalkan Kelin yang meringkuk membenamkan wajahnya di antara tangan dan kedua lututnya.
Bilo menutup pintu perlahan, menyentuh daun pintu dengan kening ia darat kan ke daun pintu, isakan tangis pecah kembali, membuat runtuh dirinya.
Apa yang membuatmu seperti ini, Lin.. hal ini lah yang aku takutkan..
*
Langit sepertinya benar-benar tak bersahabat dengan perasaan, bahkan matahari tak menampakkan dirinya.
Sean berjalan pelan menuju koridor kampus, langkahnya begitu berat, seakan ada yang menahannya untuk tak berjalan. Sean menghela nafas kasar, berpikir untuk pulang ke apartemen saja, sebenernya dia kesepian jika di sana seharian, hidupnya sudah tak seperti dulu yang sering keluyuran, apalagi setiap malam dia selalu bersenang-senang.
Langkahnya terhenti ketika ponsel yang ada di sakunya bergetar.
"Hm, ada apa?"
"Urusan soal temen lo udah selesai ini," ucap Ali di seberang telepon. Tak ada tampang terkejut dari Sean, dia justru menampakkan muka malas, malas untuk menanggapi hal seperti itu yang tentu saja wajah kesalnya sekarang ini tak dapat dilihat Ali.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLAYING WITH MY BROTHER [END]✔️
Teen Fiction[Romance 17+] =>Dimohon untuk bijak membaca sesuai umur<= ~Fansfiction~ Menaruh rasa pada lawan jenis. Bukan salah, namun apakah pantas jika itu saudara mu sendiri? Awalnya mulai mereka jalani, namun seiring berjalannya waktu, mereka menyadari satu...