MB. 2

23.9K 309 1
                                    

"KELIN!"

Kelin yang mendengarnya hanya mendengus kesal karena siapa lagi kalau bukan abangnya yaitu Desbilo.

BRAK!

"Etdah, apaan, sih, Kak?! Kagak tau gua masih ngantuk. Lagian libur juga." Omel Kelin pada Bilo.

"Oh jadi lo nggak sekolah ye?" Tanyanya sambil melipat kedua tangan di dada dengan gaya sok cool–nya bersandar di ambang pintu.

"Hmm, gua masih ngantuk jadi jangan ganggu. Awas aja kalau lo ganggu sambil deket-deket gua. Jijik gua." Kelin memasang selimutnya kembali membungkus tubuhnya.

"Hahaha, jangan gitu dong, Lin. Itu kan kepuasan jiwa dan perasaan." Jawab Bilo.

"Tolol jangan di pelihara, nyet." Ejek Kelin.

"Sat! Elu aja kadang keenakan kalau di dekat gue, sok ngatur lo." Kesal Bilo pada adiknya.

Kelin blushing, untung Bilo tidak dapat melihatnya karena tertutup oleh selimut. "Ye kan gua kelepasan, kak. Udah sana pergi, hus-hus." Kelin mengibaskan tangannya, tanda mengusir Bilo dari kamarnya.

Bilo hanya ngelengos dan langsung pergi begitu saja. Ya begitulah dia, Desbilo Stephano. Laki-laki dengan kulit mulus dan bersih, wajah tampan, hidung mancung, alis tebal dan perawakan tinggi. Begitu Kelin memikirkannya ia langsung mabuk kepayang akan pesona Bilo.

*

Waktu sudah menunjukkan pukul 07:05. Kelin mengerjap mengumpulkan kesadaran. Ia terkejut melihat jam wekernya, ternyata matahari sudah menusuk ruangan kamarnya.

Buru-buru dia menuju kamar mandi dan melakukan rituak mandi paginya.

Setelah itu ia mengenakan baju santai dan menata rambut panjangnya. Kelin keluar kamar dan menengok pada kamar Bilo.

Benar, kamar mereka itu bersebalahan. Stephano–papa mereka, mendesainnya dengan jarak yang cukup dekat, katanya sih agar mereka mudah dalam berkomunikasi dan juga sesama saudara musti saling membutuhkan.

Kelin membuka pintu Bilo perlahan. Siapa yang tahu apa yang akan dilakukan Bilo di dalam kamar.

Kosong.

Kelin mengernyit heran, kenapa kamarnya kosong? Apa Bilo pergi keluar? Begitu pikir Kelin.

Ia mendengar suara desiran air di dalam kamar mandi. Ternyata Bilo sedang membasuh tubuh, alias mandi. Pikiran jahil mulai terlintas di otaknya.

Buru-buru Kelin menuju bawah, lebih tepatnya di lantai satu sebelah rumah. Di sana ada keran yang mengatur semua aliran air di rumah. Dan Kelin tahu aliran air untuk kamar Bilo pada keran yang mana.

Kelin mematikan aliran itu dan terkekeh geli.

"Rasain lo!" Ucapnya.

"LIN! KELIN!" Teriakan itu menggema hingga ke penjuru ruangan.

Kelin langsung saja menuju atas. Ia masuk ke kamar Bilo. Terlihat Bilo hanya mengenakan handuk yang menutupi aset bagian bawahnya.

"Kenapa lo, kak?" Tanya Kelin yang pura-pura tak tahu dengan apa yang terjadi.

Bilo berjalan dengan hati-hati karena ia menutup matanya. Ketahuilah, keadaannya saat ini bisa di bilang cukup mengenaskan, busa shampoo masih setia menutupi kepalanya, bahkan sampai dahinya, air dari sabun itu juga mengalir dari atas ke bawah. Itu sebabnya Bilo menutup mata.

"Tolongin gue woi!"

Kelin tertawa terbahak-bahak tapi tak menunjukkan adanya suara, ia berusaha menahan suaranya. Jikapun dia tertawa sampai jatuh tersungkur pun Bilo tidak akan tahu karena dia sedang menutup mata alias merem.

"Gue musti gimana?" Tanyanya pura-pura blo'on.

"Gimana-gimana! Ya tuntun gue ke kamar mandi elo kek, ish." Kesal Bilo.

Kelin berusaha menahan tawa. Ia lalu mengangguk dan memegang lengan Bilo. Menuntunnya hingga ke kamar mandi kamarnya.

"Makannya, mandi tuh yang cepet. Jangan sambil coli!" Ujar Kelin keceplosan.

"Apa lo bilang!" Geram Bilo.

"Eh enggak-enggak." Buru-buru Kelin mencium pipi Bilo dan mendorongnya ke kamar mandi.

"Cepetan mandinya kakak ku yang ganteng." Teriaknya setelah pintu itu tertutup.

Bilo hanya mendengus kesal, namun juga senang karena Kelin menciumnya. Jarang-jarang anak itu memberi kecupan. Begitu pikir Bilo.

*

Kelin kembali memberikan aliran pada kamar mandi kakaknya itu.

Ia merasa senang sudah menjahili Bilo. Entah kenapa dia merasa jika ingin menggoda kakaknya.

Rasa sayangnya pada Bilo lebih dari apapun.

"Lo ngapain?"

Kelin terkejut mendengar suara itu. Ternyata Bilo sudah selesai dari mandi paginya, ia kini merangkul handuk dan mengenakan celana bola hitam.

"Eh—"

"Oh, jadi elo yang matiin air di kamar mandi gue ya?!" Bilo dengan cepat menangkap kejadian yang dilaluinya.

Kelin hanya meringis dan tanpa hitungan detik ia langsung berlari kabur.

"Kelin! Awas lo ya!" Bilo mengejar Kelin hingga ke depan rumah. Bahkan sampai teras rumah pun Bilo lakukan. Hingga akhirnya Kelin meminta ampun dan tertawa terbahak-bahak.

"Sialan lo, dek! Dasar kamu ya.. kamu sekarang berani jahilin kakak, hm!?" Bilo memeluk erat Kelin dari belakang dan menggelitiknya.

"Ampun Kak Bilo.. ahahaha.. geli ih!"

Beberapa kali Kelin meminta ampun namun Bilo tak memberinya kesempatan.

"Kak Bilo.." Kelin masih tertawa karena geli. Hingga sebuah mobil muncul menghentikan aktivitas pagi mereka.

"Kalian ini ngapain?" Vani–mama mereka keluar dari mobil dengan membawa belanjaan dan tas ransel.

"Mama, Kak Bilo nakal, ma!" Ucap Kelin yang ingin mendapatkan pertolongan.

"Kalian ini. Bilo, pakai bajumu. Apa itu telanjang dada?" Stephano menatap Bilo tajam, tapi Bilo hanya meringis, Stephano juga menanggapi itu sebagai candaan.

"Marahin aja, Pa."

"Sudah-sudah, Papa sama Mama beli oleh-oleh buat kalian." Vani dan Stephano memasuki rumah. Mereka merasa lelah setelah perjalanan mengejar bisnis di luar kota.

Kelin dan Bilo saling pandangan.

"Oleh-oleh?" Gumam Kelin.

"Oleh-oleh?" Beo Bilo pada Kelin.

Mereka berdua langsung berlari mengejar Stephano dan Vani. Mereka selalu saja jika mendengar oleh-oleh langsung seperti orang kesetanan.

•••

PLAYING WITH MY BROTHER [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang