MB. 17

6.7K 145 12
                                    

Jangan lupa Vote and comment nya gaes:D
Vote and comment dari pembaca mempengaruhi semangat author:)
Fighting!
.
.
.

-Song by: Katy Perry_The One Got Away-


"Jangan tanya, gua pernah dilabrak sama dia. Pengen banget gua bales tapi gua sayang keluarga gua."

"Lah emang kenapa keluarga lo?" Tanya Farel bingung.

Nita menaruh minumannya. "Ya secara dia kan lebih kaya, gua takut kalau perusahaan yang dinaungi bokap gua dicabut atau diancam sama bokapnya dia."

"Rese!"

"Emang."

Mereka bertiga menghela nafas berat. "Lalu?"

"Jangan biarin dia ngegoda Bilo. Titik." Tegas Dika. "Kok elo kayak emaknya, sih?" Kerut Farel terbentuk. Nita tertawa.

"Sialan, lo, Rel!"

"Terakhir gua lihat kebejatannya tuh waktu dia ngasih obat perangsang ke Bilo, untung gua tahu." Imbuh Dika.

Nita mengernyit heran. "Tahu dari mana lo kalo itu obat perangsang?"

"Baunya." jawab Dika singkat.

Farel ikut penasaran dan sedikit mendekatkan dirinya ke Dika. "Emang ada baunya?"

"Ada lah, dikira nggak ada baunya. Air aja ada baunya."

Wah, memang hidung Dika tajam sekali ternyata. Setajam silet.

"Tapi ya enggak semua obat ada sih, tergantung aja. Enggak terlalu menyengat, baunya enteng, kalau udah dicampur sama minuman.. ya ilang lah tuh bau." Jelas Dika.

Farel bertopang dagu dan mengangguk tanda mengerti. "Tuh orang ngapain pulang, sih?! Udah bagus-bagus di London malah pulang."

"Kangen Bilo paling." Dika mengambil cake yang udah tersaji di meja. Farel hanya meringis. "Dia nggak bakal bisa dapetin Bilo."

*

Terus saja lakukan seperti itu, menatapnya tanpa berkedip. Sean benar-benar suka jika memandangi Kelin, apalagi jika dia berada di depannya.

"Ah, apaan, sih, Kak!" Desah lirih Kelin, dia mengalihkan pandangannya ke samping.

Jangan bikin gua baper bisa nggak, sih, nih orang, batin Kelin.

"Apanya yang apa?" Tanya balik Sean pura-pura bego.

Kelin melepaskan rangkulannya, sedikit menjauhkan dirinya dari Sean, lalu bersikap biasa seperti semula, begitu pula dengan Sean. Dia sedikit gelagapan saat Kelin mulai menjaga jarak.

"Ehem.. gua mau balik, deh, Kak." Baru saja Kelin melangkah, tangannya sudah digenggam terlebih dulu oleh Sean. "Mau kemana?"

"Keluar, sekalian nyari minum. Haus." Kelin menunjuk leher putih mulusnya lalu meringis.

"Yaudah, sekalian gua juga haus." Sean merangkul pinggang Kelin.  Sedangkan Kelin yang merasakannya sedikit aneh, rasanya sesuatu dari perutnya meluap sampai ke hatinya, jantungnya tiba-tiba berdegup tak karuan untuk kesekian kalinya. "Jangan gini." Kelin melepas rangkulan Sean.

Tetapi Sean bukannya berhenti, dia malah beralih ke bahu Kelin, jika tak mau di pinggang maka akan dilakukannya di bahu. Dasar.

"Jangan di sini." Kelin melepas lagi rangkulan tangan Sean dari bahunya.

Sean berdecak. "Kenapa, sih, Lin? Dirangkul dikit juga."

Oke. Mereka kembali seperti bocah.

Kelin manyun. "Entar pendek kalau dirangkul di sini." Jelas Kelin sambil memegangi kedua pundaknya.

PLAYING WITH MY BROTHER [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang