8• Gempuran untuk semangatnya yang membara

201 37 11
                                    

Akhir pekan adalah saat yang sangat dinantikan oleh siapapun di dunia ini.

Karena pada suatu titik kita merasa telah berusaha sangat banyak dan berjalan terlampau jauh, sehingga membutuhkan istirahat sejenak untuk menatap sekeliling dari posisi dimana kita berpijak. Dan waktu yang paling tepat untuk rehat adalah akhir pekan. Untuk menikmatinya, tidak perlu dengan pergi jauh-jauh dari tempat kesibukan dilakukan. Intinya adalah waktu untuk menjadi dirimu sendiri dan melakukan apa yang kau suka harus terpenuhi.

"Nenek mau berangkat sekarang?" Tanyaku setelah sholat subuh, melihat bagaimana wanita itu sudah bersiap.

Hari belum terang, jam dinding yang bergerak pelan menunjukkan waktu tepat pukul lima pagi. Namun daun teh terbaik dipetik pagi hari sebelum matahari terbit. Sehingga petani teh seperti nenekku harus segera memulai pekerjaannya.

"Iya, Nenek udah siapin sarapan buat Kamu, jangan sampai telat makan. Nanti jangan lupa ke kebun, Nenek berangkat dulu, assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam, Nek! Hati-hati!"

Kuantar nenek sampai ke depan pintu rumah dan duduk sebentar di teras untuk menikmati oksigen segar dari pepohonan. Yah, tidak ada yang bisa menolak atmosfer menenangkan pagi di kota dataran tinggi. Polusi belum mendominasi sama sekali di sini. Tak lama kemudian langit perlahan mulai terang.

Nada dering ponselku terdengar ketika aku memasuki ruang tamu. Kuambil benda kotak itu dengan malas dan menjawab panggilan masuk tanpa melihat siapa yang meneleponku sepagi ini. Hingga suara yang sangat aku kenal terdengar. Alisku mengerut ketika mengetahui siapa yang meneleponku, Leon.

"Udah bangun? Gue kira masih lelap dalam mimpi indah yang gak mungkin jadi nyata." sapanya dari seberang dengan cara yang entah kenapa tidak kusuka.

"Haha, lucu banget gila." tawaku dengan suara datar. "Ngapain nelepon gue? Bukannya ini masih kepagian buat ngerusak harinya orang lain? Mending bobo sana, istirahat yang banyak. Kalau sampai kalah di piala presiden gue habisin lo. Gue tutup, bye!"  

Leon mengumpat.

"Woy! Maksud lo apa?"

"Lo masih bisa tidur nyenyak setelah kemarin?!" seru Leon ketika aku akan memutuskan sambungan ponsel. Kuambil jeda sejenak sebelum benar-benar menutup sambungan, demi mendengar hal apa yang membuatnya mengusikku sepagi ini.

Suara bass milik Leon mengalun pelan hingga menggema di telingaku. Bahkan terasa menyakitkan, menusuk gendang telinga yang ada di dalam sana. "Venus, meninggal."

Sejenak aku merasa kosong. Sangat kosong. Tidak tahu apa yang harus dilakukan. Otakku berproses, membuat banyak argumen yang memungkinkan. Hatiku ingin sekali mengajukan banyak pertanyaan. Namun pada akhirnya bibirku memaku, diam. Tanpa mampu mengeluarkan sepatah katapun.

"Ck!" Leon berdecak dari seberang karena aku tidak kunjung memberi respon.

"Gak mungkin!" bantahku. "Ngaco lo ya!"

Lelaki itu bersuara lagi ketika mendengar jawabanku yang menandakan aku masih di sana. "Satu-satunya orang yang pengen Venus lihat di hari terakhirnya itu lo! Tapi lo tetap berlagak gak tahu apa yang terjadi sama dia. Gue kira lo masih punya rasa bersalah dan mau datang ke pemakamannya siang ini."

WithinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang