Semua usahaku untuk belajar dalam beberapa bulan ini akhirnya mencapai titik puncak.
Aku duduk di bangku nomor dua dari belakang dalam ujian kenaikan kelas. Cukup tenang dan strategis untuk mengerjakan soal. Meskipun barisan kedua dan tiga adalah tempat mereka yang selalu mengandalkan jawaban dari rekannya, setidaknya keributan yang dibuat tidak terlalu menggangu konsentrasiku.
Aku seringkali bingung melihat anak-anak yang lain. Maksudku, kenapa mereka tidak bisa membuat keputusan dan menjadi mandiri.
Kerjasama memang penting tapi kemampuan individu tidak kalah penting.
Setelah berkutat dengan lima puluh soal dalam waktu sembilan puluh menit akhirnya aku selesai juga. Jam istirahat kugunakan untuk mengulangi materi yang sudah kupelajari di rumah. Meskipun otakku sudah cukup penat.
Bel masuk kemudian berbunyi, membuatku kembali bertarung dengan soal-soal sulit. Di saat ujian akhir seperti ini biasanya kami akan duduk dengan adik kelas. Mungkin untuk mencegah aksi mencontek, tapi bagiku cara itu masih kurang efektif.
"Kak," bisik adik kelas di sampingku.
Kupaksakan menoleh dengan wajah malas. Aku paling tidak suka diganggu. Terutama jika sedang mengerjakan soal seperti ini.
"Susah banget sih dipanggilnya?"
Aku mengangkat alis, lelaki yang wajahnya tampak tidak asing itu menatapku dengan pandangan yang sulit diartikan. Kubaca name tag di kemejanya, Alpha Dewantara.
Aku berusaha untuk tidak menghela napas begitu mengetahui fakta itu.
Bagaimana nasibku bisa lebih buruk dari ini, di hari pertama ujian sudah mendapatkan kesialan berupa menjadi rekan sebangku pembuat onar di sekolah. Bagus.
Mungkin ketika ujian yang pertama tadi aku terlalu fokus hingga tidak memperhatikan sekelilingku.
"Kak, namanya Scarlet ya?"
Aku mengangguk berusaha untuk tidak menanggapinya lebih lama lagi. Kuharap dia mengerti karena aku sudah memasang wajah tidak bersahabat.
"Cuek banget sih. Ajarin dong, Kak. Gak bisa nih, soalnya susah. Kakak pasti udah pernah ngerjain ini kan? Ilmu itu harus dibagi kan, kak."
Aku berusaha untuk mengabaikan lelaki yang kira-kira setahun lebih muda dariku itu. Tapi entah bagaimana akhirnya aku terpelatuk juga. Aku menggebrak meja cukup keras saat ia menggenggam tanganku, memaksa agar aku menanggapinya. Genggaman kuat itu terlepas diiringi tatapan semua yang ada di ruangan, padaku.
"Kenapa yang belakang ribut-ribut?" Guru bertubuh tinggi kurus dengan kacamata itu memfokuskan pandangannya pada tempat dudukku. "Alpha? Kamu lagi, kamu lagi. Maju sini!"
Alpha menendang kursi kasar, lalu mengumpat lirih sebelum dengan berat hati membawa lembar soal dan jawabannya ke depan kelas.
"Sudah, semuanya tenang! Kerjakan yang benar!"
Aku kembali mengalihkan perhatian pada ujianku. Sebagian diriku merasa lega karena akhirnya pengganggu itu sudah pergi, sisanya memikirkan esok hari. Perihal aku yang masih duduk sebangku dengan Alpha. Hingga bel tanda ujian selesai berbunyi, menegurku dari pekatnya arus pikiran.
Siangnya aku pulang sendiri, Jenar yang tidak satu ruangan ujian denganku sudah pulang sejak tadi. Aku terlampau hapal bagaimana tabiatnya saat ujian. Ia akan mengerjakan soal dengan begitu cepat dan pulang paling awal. Belakangan ini gadis itu semakin dekat dengan Julius. Beberapa kali aku menangkap mereka berdua sedang mengobrol di kantin atau hangout bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Within
Fiksi RemajaNamanya Scarlett. Dia bukanlah gadis yang akan muncul pertama kali di ingatanmu ketika kau mengenang masa lalu. Bukan yang jadi primadona. Tidak juga tipe yang bikin kamu kesal mengingatnya. Scarlett pendiam, tak memberi kesan apapun sehingga ia ham...