Back then we're just pretty tiny creature, below beyond high and big
yet beautiful sky.[]
Dalam hidupnya manusia selalu bergelut dengan keadaan dan ini tidak akan berhenti sampai titik akhir yang telah tertulis sejak awal penciptaan. Wajar jika setiap orang meronta perihal peliknya keseharian yang amat membebani pikiran. Toh mereka tetap memiliki pilihan untuk memikirkan kemudian menuntaskan atau berlari karena tak mau menghadapi kenyataan dan entah bagaimana nantinya. Semesta begitu adil, jika menurutmu tidak, maka tiliklah dari sudut yang lebih tinggi dan lebar.
Tentu saja setiap manusia memahami hal ini bukan?
Rean pun begitu, hanya saja ia tak mampu mengendalikan suara-suara yang berkecamuk di kepalanya. Agaknya dia tipe yang kehilangan kemampuan berpikir sehat begitu dihadapkan dengan pelik. Ini buruk. Ia pun masih belajar untuk mulai membagi beban di pundak, tetapi lidahnya masih kelu untuk bercerita.
"Semua orang yang bunuh diri tuh tahu itu dosa." katanya suatu hari begitu berita mengenai salah seorang artis Korea yang mengakhiri hidupnya memenuhi timeline berita pagi tadi. "Gue bukan ngebenerin sih, tapi bro, lo gak tahu alasannya, gak tahu juga kerasnya hidup dia gimana."
Bobi menimpali dengan mulut penuh siomay, "Tapi banyak tuh orang yang hidupnya pahit banget tetap bisa survive. Kayak si Mamat atau Fredi, anak kelas sebelah yang di bully. Kenapa dia enggak, apalagi dia public figure. Harusnya doi tahu kalau apa yang dia lakuin bakal jauh lebih disorot dan ngasih impact ke penggemarnya juga. Kalau gak siap ngehadapin itu mending mundur."
"Eits... gak bisa gitu dong, Bob. Analoginya gini ya, ada perampok di masyarakat, yang harus diadili si perampoknya atau orang yang dirampok dibilangin buat jangan kaya-kaya banget." Lanjut atlet renang itu, "Lagian kapasitas penerimaan beban tiap orang beda-beda kali, Bob. Misalnya hidup lo lebih kacau dari gue dan lo bisa, tapi begitu gue yang ada di posisi lo gue gak kuat dan bunuh diri aja de udah."
Julius menyedot es jeruknya lalu menimpali, "masa mau bunuh diri gitu, mati juga gak ngejamin entarnya bakal lebih baik. Sok banyak pahala ah. Tapi terserah juga sih."
"Iye anjir."
Rean mengangkat kedua alisnya, memperhatikan dua manusia menyebalkan yang juga paling ia sayang diantara yang lain di sekolah ini, "gimana, terserah kan?"
Apa hidup benar-benar komedi, atau tragedi yang nantinya jadi tawa. Aku pernah mengira bahwa keputusasaan ini akan membawaku pada cahaya lagi. Bukannya pasti begitu? Rupanya apa yang kuketahui hanya naskah. Naskah yang ditulis dengan rinci dan berbagai pertimbangan, tapi kenyataan tak selalu sesempurna naskah hidup dengan cahaya itu tadi.
Jujur, sejak awal aku divonis kanker oleh dokter Adam, sudah dapat kuterka, mungkin aku akan benar-benar kalah dan berakhir kali ini. Ada sedikit rasa lega, bahwa Tuhan mendengar doaku untuk kembali ke sisinya dengan cara lain asal tidak mengakhiri hidup. Aku memilih mati karena sakit, katanya orang yang sakit dosanya dikurangi. Namun kesedihan nenek memunculkan kembali jiwa bertarungku melawan kanker. Hanya saja, aku masih tidak begitu yakin.
Ibu? Kuharap dia baik-baik saja. Ibu tak pernah mengangkat teleponku. Ia tak pernah menanyakan kabarku. Ia selalu sibuk. Kuharap ia sehat dan makan dengan baik. Mungkin benar, yang dikatakan wanita simpanan ayah itu, aku memang anak yang tak diinginkan, tapi ayah dan ibu terlalu baik untuk membuangku. Harusnya aku bersyukur ibu sudah mau merawatku. Kenapa aku mengeluh dengan meminta lebih. Serakah sekali umatmu ini Tuhan.
Belakangan aku bertemu seorang gadis berwajah sendu. Sialnya, ia sangat cantik. Namanya Scarlet Aletta Goeslaw. Terdengar merdu dan indah seperti sosoknya. Scarlet itu orang yang lembut namun asik dan baik sekali. Ada banyak hal yang tak bisa kudeskripsikan tentangnya. Meski aku tahu bahwa ia adalah mantan pacar Leon, ada sedikit rasa di hati ingin memilikinya. Tapi umatmu ini terlalu pengecut Tuhan. Scarlet terlalu sempurna dan cantik. Ia langit yang amat tinggi untuk makhluk samudra yang bermandi gelap di tempat dingin sepertiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Within
Novela JuvenilNamanya Scarlett. Dia bukanlah gadis yang akan muncul pertama kali di ingatanmu ketika kau mengenang masa lalu. Bukan yang jadi primadona. Tidak juga tipe yang bikin kamu kesal mengingatnya. Scarlett pendiam, tak memberi kesan apapun sehingga ia ham...