42• Air itu menghancurkan batu

209 23 0
                                    

Deeper you drown, darker lights,
faded lies, the clearest truth will
come right before your eyes.

[]

Jenar dan Julius memang tak mungkin melanjutkan jalinan asmaranya lagi, tapi setidaknya mereka sudah berdamai dengan takdir. Meskipun Jenar memilih untuk ngekos di dekat sekolah dan tidak ingin tinggal di panti atau pulang dengan orang tuanya lagi. Ia mengabdikan diri pada silat dan sedang berjuang mati-matian untuk masuk universitas atlet. Jenar ingin benar-benar berdiri di kakinya sendiri. Sedangkan Julius, memutuskan untuk tidak tampil di youtube, kafe, atau panggung manapun selama beberapa waktu.

Elshe dan Robin sudah sama-sama menekan kontrak untuk perusahaan swasta bahkan sebelum mereka lulus dari sekolah menengah kejuruan. Elshe akan kerja di restoran bintang lima dengan jabatan bawah. Begitu pula Robin yang bergabung bersama label fotografi ternama. Meski begitu, keduanya masih bekerja paruh waktu di minimarket dekat kompleks perumahan mereka.

Scalet mengurung diri di kelas selama jam sekolah. Ia tidak ingin pergi kemana pun termasuk toilet dan kantin, perundungan hari itu menyisakan luka di hatinya. Scarlet tak pernah menyangka kecanggungannya dalam berteman akan terlihat genit di mata orang lain. Ia tak pernah mengetahui itu dan tak tahu bagaimana harus mengambil sikap. Ia lelah sekali menghadapi kenyataan. Bahunya sakit karena antek-antek Rosa sempat memukulnya dengan tempat sampah hingga isinya tercecer di tubuhnya dan menyisakan luka memar di sana. Rumahnya masih sepi. Ayah dan ibu selalu sibuk, bahkan Violet juga. Belakangan si ayah memintanya masuk jurusan ilmu politik saja, tak ada toleransi untuk musik lagi seperti kemarin. Gadis itu hampir berputus asa, tapi ia masih berusaha.

Berkat Lea yang bersikeras memohon pada si ayah, Leon akhirnya dibawa ke rumah sakit yang sama dengan tempat Rean dirawat. Kata dokter yang menangani, lelaki itu mengalami gegar otak akibat insiden mengenaskan yang dialaminya. Sempat beberapa kali kejang dan membutuhkan beberapa kantong darag, untungnya ia masih selamat, meski dokter bilang mungkin Leon tak akan sama lagi seperti sebelumnya atau paling tidak memerlukan waktu lama. Raut wajah ayah yang keras mendadak muram. Ia tak menyangka Leon akan begini. Harus berjuang untuk tetap hidup karena luka yang ia buat. Tapi pria itu sekeras batu, inginnya mendidik Leon lagi kalau lelaki itu sembuh, semata-mata agar anaknya tidak jadi pria lemah yang nantinya akan jadi penghambatnya dalam berbisnis. Yang lebih buruk kalau Leon jadi kelemahannya.

Rean masih setia memejamkan mata. Sudah hampir sebelas hari ia tak mau bangun. Dokter Adam pun masih membiarkan selang itu memasuki tenggorokan Rean. Katanya lelaki itu terlalu lemah untuk bernapas melalui masker oksigen. Bantuan ini perlu diberikan meski lelaki itu harus merasa kesakitan. Teman-teman sekolah bahkan sesama atlet sudah datang menjenguk, sedihnya Rean mungkin tak bisa menyambut mereka. Semoga saja lelaki itu mendengar dari tidurnya. Si ibu terus ada di sisi Rean, berusaha menjaga anak itu dengan baik, meski ia mengakui bahwa usahanya mungkin terlambat.

Sebuah buku yang diserahkan nenek padanya memukul hati si ibu hingga ke sisi terdalamnya. Kisah Anggrean Adi Samudra yang tertulis rapi dengan spidol abu beraura muram, seolah merepresentasikan isinya, sedalam sekaligus sekelam penulisnya, samudra. Luas dan dingin.

[Flashback]

Sebelumnya lelaki itu tak pernah mengaduh pada hidup, ia cukup bahagia dengan keluarga harmonis yang tak pernah ia mohonkan dalam doa. Bagi Rean, itu adalah anugerah yang amat ia syukuri. Tapi rupanya benar, tak ada yang sempurna di dunia. Termasuk hubungan ayah dan ibunya.

Lelaki yang kala itu masih duduk di kelas lima sekolah dasar harus menyaksikan ayahnya memadu kasih dengan wanita lain kala rumah sepi. Pantas, pikirnya. Pria itu selalu sibuk belakangan.

WithinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang