Living in ruin of a palace within my dreams and you know, we're on
each other team.
-Lorde[]
Rutinitas paling membosankan dalam hidupku, akhirnya dimulai. Kerja shift malam di minimarket dua kilometer arah barat daya rumah, dengan duo kucing-tikus, Elshe dan Robin.
"Udah deh enggak bakalan ada pembeli malam-malam begini." keluh gadis di sampingku.
Elshe punya semangat membara pada awalnya. Gadis itu yang memaksa aku dan Robin untuk bekerja. Lumayan sebagai tambahan uang jajan, katanya saat itu. Tapi kini ia mulai bosan dan semua ketertarikan itu seolah tak pernah terjadi.
Robin menggeleng sambil menata beberapa barang yang berjajar di rak-rak putih. "Justru lebih enak, kan."
"Setuju." kataku sambil tersenyum lalu menerima ajakan highfive Robin.
"Capek, ngantuk."
"Jangan banyak ngeluh." Robin menyahut, masih sibuk dengan pekerjaannya.
"Iya, iya." gadis itu menidurkan kepalanya di meja kasir. "Sepi banget." lanjutnya sembari menatap jalanan di depan minimarket.
Kotaku ini lengang, heterogenitas dan individualis belum begitu mengakar. Hanya kota kecil, dimana tidak banyak gedung pencakar langit berjajar. Disempurnakan oleh masyarakat dengan kearifan lokal yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi dan budaya. Sebagai tambahan, topografi alamnya menakjubkan.
Ada satu gunung berapi cantik dengan tebing-tebing tinggi di ujung paling barat kota sedangkan, di ufuk timur terdapat bukit yang tidak terlalu besar, beserta benteng peninggalan Belanda dipuncaknya. Sebuah titik sempurna untuk melihat senja. Karena matahari akan menghilang tepat di balik gunung berapi secara perlahan. Sementara ke arah selatan, sekitar 31 km dari pusat kota tersimpan pantai bersih dengan ombak tenang dan pasir putih.
Suatu tempat damai yang belum banyak terjamah pelancong.
"Selamat datang!" Kata Elshe sambil menyenggol lenganku yang masih sibuk dengan ponsel. "Ada orang tuh." Lanjutnya setelah beberapa detik.
"Siapa yang mau datang jam segini?" Aku menanggapinya acuh.
"Bener ada pembeli loh barusan. Tuh."
Elshe menyenggol lenganku lagi.
"Kamu urus dia ya. Aku mau kebelakang, mules."
"Elshe." Rengekku.
"Semangat. " Kata Elshe dengan tatapan menyebalkan seolah membalikkan kondisi beberapa menit lalu, dimana ia sedang kebosanan.
Aku memberengut kesal dan meletakkan ponselku asal. Menatap monitor pemantau cctv di sisi atas depan meja kasir. Di rak-rak pendingin minuman ada Robin yang masih melakukan pekerjaannya lalu disampingnya ada seorang lelaki dengan jaket jeans dan celana pendek mengambil beberapa botol cola.
"Malam-malam gini?" Gumamku pelan sambil menggelengkan kepala. "Nanti kembung tahu rasa. Kenapa juga pakai jaket jeans kalau celananya pendek gitu."
Aku menggeleng cepat. Tidak, acara gosip sore yang sering ditonton Violet tidak boleh menghasut pemikiranku untuk jadi julit. Terserah apa yang mau orang lakukan asal tidak merugikanku. Setiap orang berhak atas tubuhnya.
Tak lama setelahnya lelaki dengan celana pendek di malam hari itu berjalan ke meja kasir. Ah ternyata Julius. Lucu sekali aku tidak bisa mengenalinya tanpa seragam. Ia adalah rekan ekstrakurikuler musikku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Within
Teen FictionNamanya Scarlett. Dia bukanlah gadis yang akan muncul pertama kali di ingatanmu ketika kau mengenang masa lalu. Bukan yang jadi primadona. Tidak juga tipe yang bikin kamu kesal mengingatnya. Scarlett pendiam, tak memberi kesan apapun sehingga ia ham...