"Kenapa banyak sekali yang absen minggu ini?" Tanya guru berkacamata itu sakarstik. "Jenar sudah empat hari, Lea dan Leon juga. Siapa yang tahu mereka kemana?"
Suaranya menggelegar ke dinding-dinding kelas. Tapi hanya hening yang menyahut. Tidak ada jawaban dari siapapun di sini. Hingga tatapan tajam guru itu berhenti tepat ke arahku. Mati!
"Kamu Scarlet! Kemana Jenar?"
Sial! Aku bahkan tidak tahu harus mengatakan apa. Berutung otakku bisa mengarang kebohongan dengan baik di saat seperti ini. "Ada urusan keluarga selama beberapa hari, Bu. Suratnya sudah ada di meja guru."
Wanita itu kemudian mengangguk meski raut kesal masih nampak jelas di wajahnya.
Jam istirahat datang ketika aku melangkahkan kaki ke perpustakaan. Sempat melintasi kelas Rean, aku sedikit menengok ke dalam. Rupanya lelaki itu belum masuk. Julius juga tampak tidak ada. Rasanya sepi sekali, meski bersahabat dengan sunyi. Aku benci merasa kesepian.
Masa sekolahku yang indah telah berakhir. Teman itu pada akhirnya pergi satu per satu, yang tersisa hanya aku di sini. Jenar, Rean, Julius, kuharap kalian baik-baik saja. Sekolah memang tinggal beberapa bulan lagi. Kutegakkan bahuku untuk meneruskan langkah, tapi suara yang asing itu menghentikanku.
"Nyari siapa? Rean? Orangnya lagi gak ada." Seorang gadis dengan rambut berkilau super bagus sepanjang pinggang sudah berdiri tepat di depan pintu kelas, bersandar di salah satu sisinya sembari bersindekap menatapku dari ujung kepala sampai kaki.
Kemudian gadis di belakangnya ikut menatap ke arahku. "Oh, jadi ini cewek penggoda itu?"
Aku membeku mendengar kata menusuk yang dilontarkan orang tak kukenal ini. Memangnya apa yang kulakukan. Aku hanya ingin memiliki teman dan menjalani kehidupan sekolah dengan baik.
Yang lain ikut menimpali, "eksekusi, Ros! Sikat!"
Gadis berambut bagus yang kuketahui bernama Rosa itu melangkah, matanya menatap tajam dengan suara mengintimidasi. "Ikut gue."
Belum sempat aku menjawab kedua rekannya sudah menggandengku. Lebih tepatnya memaksaku untuk ikut dengan mereka. Aku berontak, "lepasin!" tapi tenagaku tidaklah seberapa.
Bukannya lepas, genggaman itu malah semakin erat. "Ikut aja gak udah bacot!"
"Ada apa sih ini? Aku salah apa sama kalian, hah?" Ujarku sembari terus mencoba melepaskan
"Sono lu!" Gadis-gadis itu melepaskanku sembari mendorong tubuhku hingga jatuh ke lantai kamar mandi.
Tubuhku menghantam dinding. Sial! Aku tidak percaya akan mengalami adegan perundungan yang sering kulihat di film-film.
Rosa mengikat rambut bagusnya lalu menunduk agar sejajar denganku. Ia berbisik. "Jangan keganjenan jadi cewek, terutama sama Rean, kalau lo gak mau mampus."
"Kasih tau Ros."
"Tunjukin dia lagi berhadapan sama siapa."
Rosa menarik rambutku lalu berbisik tepat di samping telinga kananku. "Sekali lagi lo deketin Rean. Mati!"
Saat itulah aku tahu bagaimana hariku ini akan berakhir, sekaligus sadar betapa lemahnya aku hingga bahkan tak memiliki kuasa atas tubuhku sendiri untuk apa yang kulakukan.
-----
Ada beberapa momen yang paling ingin kulupakan tetapi tak bisa. Waktu seolah bersekongkol dengan kenangan abu dan membuatnya terus berulang. Aku dan Lea memang tak pernah bisa lari dari lingkaran setan yang dibuat ayah kami sendiri. Kabur hingga ke ujung duniapun kami akan tertangkap sebelum sampai di sana. Tidak ada yang bisa melindungi, bahkan mereka yang disebut penegak hukum. Ayah telah menjelma menjadi iblis dengan kekuasaan besar, uang melimpah, dan anak buah yang amat setia. Menjadikannya tak terhentikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Within
Ficção AdolescenteNamanya Scarlett. Dia bukanlah gadis yang akan muncul pertama kali di ingatanmu ketika kau mengenang masa lalu. Bukan yang jadi primadona. Tidak juga tipe yang bikin kamu kesal mengingatnya. Scarlett pendiam, tak memberi kesan apapun sehingga ia ham...