#2 puisimu

202 107 18
                                    

"Jika sepi memang sudah menjadi temanku, aku akan terus mengusir keramaian dari hidup ku. Karena memang benar aku sepi di antara keramaian."

****

Sinar matahari mulai menerobos ke sela sela gorden tepat di depan muka Aira. Merasakan sinar mentari yang bengitu hangat sehingga bisa menenangkan gadis cantik itu. Aira pun mulai membuat lengkukan di bibir nya namun sangat tipis sampai siapapun yang melihat nya tidak tau apakah dia bersenyum atau hanya diam saja?

"Non, turun cepat ya non, bunda non sudah tunggu di ruang makan." Panggil seorang wanita paruh baya ia adalah bi asih, sudah hampir 18 tahun bi asih bekerja di rumah orang tua aira sejak aira belum ada di dunia bi asih sudah bekerja di kediamannya.

Mendengar panggilan itu Aira hanya bisa memutar bola matanya dan melangkah keluar kamarnya.

Melihat nona nya yang sudah keluar kamar bi asih langsung menghampiri nona nya dan mengajak Aira untuk duduk sejenak sambil merapikan ramput nona nya yang berantakan.

"Non, tadi ibu suruh saya panggil non katanya ibu mau sarapan bersama non, dia kangen sama non sejak kemarin. Karna hampir 1 bulan ibu di australia, mungkin dia ingin melihat lagi gadis cantik nya ini yang sudah lama tidak bertemu." Ucap bi asih panjang kali lebar dengan kedua tangan nya masih merapikan rambut Aira.

Aira hanya terdiam sambil memainkan handpone yang ia genggam.

Setelah di rasa Aira sudah cukup rapi bertemu ibunya bi asih langsung mengajak aira ke ruang makan.

"Ayaaa." Ucap Aulia ia adalah ibu kandung Aira.

"Bisa tidak anda tidak memanggil saya dengan panggilan aya." Jawab Aira dengan nada yang sedikit di tekan di bagian Aya.

Bunda nya mendengar itu hanya mampu diam seribu bahasa walaupun ia juga menyimpan kesedihan yang amat dalam namun setidaknya Aira bisa menjawab panggilan dari ibunya setelah perceraian dia dan ayah Aira. Bahkan selama 10 tahun belakangan ini Aira tidak pernah berbicara pada bunda nya tidak pernah, namun kali ini dia berbicara pada bunda nya meski tampak menyakitakan kata kata nya.

***

[Grup line]

Rasyika altafa : ehh ke cafe yukk gw gabut sumpah....😟

Fatir parbujayaksa : ogah gw mau ngeband 😛

Rasyika altafa : emang gw ngajak lu 😝 gw ngajak aira sih...

Aira laksana. W : gabisa

Rafael putra. A : berisik...

Afansyah. R : raa, lu di mane bokap gw nyari lo katanya mau nanya proyek nye nyokap lo?...

Aira laksana. W : rmh

Fatir parbujayaksa :  sett dah raa, lu ke kurangan kybor yee✌

Afansayah. R : otewe :v

[Line off]

Melihat pesan terakhir dari afan Aira hanya terdiam sejenak lalu kembali berdiri dan berjalan menuju pintu utama rumah nya untuk menunggu afan datang ke rumah nya.

Bagi aira ketika afan datang ke rumah nya itu cukup membuat dia tenang karena hanya afan yang mengenal sosok aira dari luar hingga dalam nya.

Wajar saja afan berteman dengan aira sejak mereka masih berumur 2 tahun, sedangkan dengan rasyika ia berteman sejak memasuki tk, lalu dengan rafael dan fatir mereka mengenal sejak 1 sd. Lucu memang mereka berlima walaupun sudah mengenal sejak sejauh itu tak satupun dari mereka yang tak segan segan menghina satu sama lain.

"pak dit buka pintu ini afan." Teriak afan tapi tetap saja tak terdengan oleh pak didit yang tengah asik menonton bola di pos satpam nya.

Melihat itu Aira hanya menggeleng geleng melihat tingkah sahabat karib nya itu, yaaa walaupun Afan sudah tau kalau di samping pagar rumah aira ada tombol bel untuk membuka pagar akan tetapi afan sejak dulu hanya memilih memukul pagar dan berteriak sekencang mungkin agar Pak didit mendengarnya.

"Pak, tuu ada afan bukain pagarnya." Ucap Aira dengan nada suara yang sedikit di kencangkan agar pak didit bisa mendengarnya.

Pak didit menoleh sambil menggangukan kepala nya dan bergegas membuka pagar rumah agar afan segara dapat bisa memasuki kediaman laksana

"Yaaa, eh raa maaf raa. Gw mau ketemu tante aulia ra mau nanya proyek nya. Tante aulia di mana ya raa?." Tanya afan dengan wajah sedikit gugup karna tidak sengaja memanggil aira dengan panggilan aya.

Aira hanya melirik sebentar ke arah afan dan langsung berjalan masuk ke dalam rumah nya di ekor oleh afan yang tangan nya penuh dengan setumpuk berkas milik papanya.

Sesampainya di depan kamar aulia, aira hanya melirik kamar bundanya dengan kepala yang ikut ke kanan walau hanya sedikit.

Melihat itu afan hanya mengangguk sembari memperhatikan pundak aira yang sudah mulai menjauh entah pergi kemana. Afan manghiraukan nya dan langsung permisi untuk masuk dengan cepat agar dapat menyelesaikan proyek dengan cepat juga.

***

Aira hanya duduk terdiam di balkon kamarnya dengan tangan memegang gitar.

Ia kembali menundukan kepalanya dan mulai memetik satu per satu senar gitar dengan lihay nya lalu mengeluarkan bebarapa lirik lagu yang mulai ia nyanyikan

Wajar bila saat ini, ku iri pada kalian
Yang hidup bahagia berkat suasana indah dalam rumah
Hal yang selalu aku bandingkan dengan hidupku yang kelam
Tiada harga diri agar hidupku terus bertahan
wajar bila saat ini,
ku iri pada kalian yang hidup
bahagian berkat suasana indah dalam rumah
hal yang selalu aku bandingkan dengan hidup ku yang kelam
tiada harga diri agar hidupku terus bertahan
tiada harga diri agar hidupku terus bertahan
tiada harga diri agar hidupku terus bertahan

--Last Child_diary depresi--

Mendengar nyanyian aira, afan hanya terdiam. Ya ia tiba di sana saat aira tengah bernyanyi di reff lagu itu. Entah apa yang membuat afan ingin sekali menguatkan gadis itu ia tampak rapuh jika di lihat saat ini ia juga tampak ingin menangis namun ia tahan.

Afan mulai berjalan kearah Aira, lalu dirinya mulai duduk dan menatap Aira yang masih tertunduk dengan terus memetik gitarnya namun menghentikan nyanyiannya.

" hei, lu sedih ra,"

Ira yang mendengar itu enggan menjawabnya, dan masih fokus dengan petikan gitarnya

Sampai Afan mulai menghentikan petikan gitarnya Aira, dengan tangannya yang sedikit mengangkat dagunya untuk melihat ke arah nya.

"raa kalau lu mau nangis, nangis aja ga usah lu tahan oke."

Perlahan afan mulai membelai lembut rambut Aira dan mendekap wajah Aira ke pelukan nya.

Aira yang sudah tak tahan lagi, menumpahkan semua yang ia rasakan lewat tangisannya.

"Afan, gue cape capeee, afannnn,"

Aira dengan tangan nya yang sekali kali menepuk ke dada bidang milih Afan.

"raa, gue tau lu cape. tapi jangan jadiin ini ngbuat lu nyerah, lu tu kuat ra, lu kuat," Ujar Afan dengan kedua tangan nya yang mulai memeluk erat Aira sehingga ia bisa leluasa menangis.

••••••

Ay & Ar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang