Path-09 : Sunflower Promise

1.2K 123 21
                                    

Sejak dua tahun yang lalu, orang-orang di sekitarkulah yang telah kuanggap menjadi keluarga. Yura, Lizzy, Sena, dan lainnya, merekalah keluarga bagiku. Mereka yang berada di sisiku dikala aku bersedih. Di saat anak-anak lain sedang berkeluh kesah kepada kerabat serta keluarga mereka, aku menumpahkan seluruh emosiku kepada mereka. Mereka, lebih dari sekedar teman, sahabat. Merekalah keluargaku.

Kami seperti sudah diikat, menjadi sebuah kesatuan yang tak dapat dipecah oleh siapapun.  Dan saat di mana aku melihat mereka bersedih, maka aku juga merasakan kepahitan di hati mereka.

Sejak pertama kali menapakkan kaki di lantai pualam ruang Kesehatan, cairan panas sebening kristal tak lagi dapat kubendung di pelupuk mataku. Wajah Alice yang lebih pucat dibandingkan salju manapun. Terdapat lingkar hitam di sekitar matanya yang sembab, bagaikan dia telah melalui kejadian terburuk di dunia. Dan memang, dia telah melalui sesuatu paling menyeramkan yang pernah terjadi di hidupnya.

Aku menatap sosok Alice dari balik dinding kaca. Saat ini Alice sedang terduduk di atas ranjang yang berada di sebuah ruangan. Clyde dan badan kesehatan lainnya menyebutnya "Ruang Terapi". Ini ruang yang dikhususkan bagi murid yang terkeja gejala atau penyakit tertentu. Aku pernah dengar, bagi sebagian besar murid, ruangan itu bagaikan neraka. Karena mereka dilarang pergi ke manapun, kekuatan mereka akan disegel hingga mereka diperbolehkan keluar dari ruangan itu. Tanpa alat komunikasi apapun, juga tanpa sihir. Itu sudah cukup untuk menggambarkan betapa menyeramkannya ruangan yang disebut neraka ini.

Aku tak tahu bagaimana perasaan Alice saat ini, ditambah dia berada di Ruang Terapi. Pasti buruk sekali.

Rasanya aku ingin sekali memeluk Alice, dan berkata semua pasti akan baik-baik saja. Tapi apa boleh buat, aku hanya dapat melihatnya dari balik dinding kaca, dan aku berani bertaruh Alice tak dapat melihatku. Seperti, kami dipisahkan oleh sebuah dinding, namun hanya aku yang dapat melihat keadaan dibalik dinding, sedangkan Alice tidak.

Dengan tangan gemetar, aku menyentuh dinding kaca tersebut. "Alice..." panggilku pelan. Suaraku serak, seperti tercekat oleh sesuatu.

"Dia tidak dapat mendengarmu," suara terdengar Clyde dari sampingku. Aku tahu. Aku tahu kenyataan bahwa Alice tidak mungkin dapat mendengar suaraku dari sini.

"Clyde," pandanganku terkunci pada leher Alice, yang mana terdapat corak yang tampak ganjil di sana. "Katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?"

Clyde menghela napas berat, "Kau benar-benar ingin tahu?"

Aku mengangguk pelan.

Gadis bersurai merah itu membenarkan letak anak rambutnya, kemudian menatapku lamat-lamat, "Aku akan menceritakanmu apa yang terjadi, tapi tidak sekarang."

"Apa maksudmu?"

"Aku harus memastikan sesuatu terlebih dahulu, Kena." Clyde menatap lurus ke depan. "Itu mungkin memerlukan banyak waktu, tetapi aku berjanji akan mencari tahu sebelum purnama merah."

"Tapi itu lama sekali, Clyde. Purnama merah terjadi masih tujuh bulan lagi!" keluhku yang lebih mirip sebuah protesan. "Apa tidak bisa lebih cepat?"

Clyde menggeleng frustasi, "Aku mungkin dapat lebih cepat dari itu, sayangnya aku tak memiliki banyak petunjuk. Memakan waktu yang lama untuk mencarinya. Aku akan meminta bantuan tim medis lainnya, jadi katakan pada Dewan untuk tenang."

"Kenapa tak minta bantuan Dewan saja?" desakku. "Kami pasti akan membantu."

"Tidak, aku membutuhkan kalian untuk mencari dalang dari semua ini." Clyde menatapku tajam. "Kena, aku akan melakukan semua yang kubisa, jadi kumohon jangan gegabah."

Ini sulit, entah untukku ataupun yang lain. Aku tak pernah menyangka, dua tahun damai sejahtera, dan sekarang langsung berhadapan dengan bencana. Aku bersumpah akan menemukan dalang dari semua ini. Aku ... pasti akan menghancurkan hingga ke akar-akarnya.

The Tales: Broken PandoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang