A/N : Judulnya apa banget sih wkwkwkwkkk😂😂
***
"Nah, sudah." Lexy merekatkan perban putih di lenganku. "Lukamu kali ini tidak terlalu parah jika dibandingkan dengan luka-lukamu sebelumnya."
"Terima kasih," aku tersenyum, kemudian menatap sekitar ruang kesehatan dalam diam.
Setelah pertarungan tadi, aku segera pergi ke ruanh kesehatan untuk mengobati luka-lukaku. Sebenarnya, aku bisa saja meminta anggota kesehatan yang berada di lokasi pertandingan untuk mengobatiku seperti halnya Sena. Tapi, aku memiliki alasan lain ke sini.
Menyadari kejanggalan pada diriku, Lexy bertanya, "Kenapa?"
Setelah berdebat dengan pikiranku untik beberapa saat, akhirnya aku menanyakan hal yang selama ini kupendam, "Um ... apa kau melihat Clyde?"
"Clyde?" ulang Lexy. Entah mengapa, raut wajahnya mengeras. "Ada urusan apa dengannya?"
"Uh, tidak ada, sih," aku mengelus leher belakangku. Suasana berubah mencekam seketika. "Aku hanya penasaran saja. Sudah lama aku tidak melihat Clyde, dan kupikir aku bisa menemuinya saat ini. Ah, aku juga ingin menanyakan kepada Clyde cara membuka ini," aku mengangkat tangan kiriku, menunjuk gelang kain pemberian Clyde. "Aku tidak tahu cara membuka ini."
Entah hanya perasaanku saja, tiba-tiba raut wajah Lexy berubah, sama sekali tidak dapat kuartikan. Hening membadai sekitar, membuat atmosfer menjadi kelam seketika. Kutatap manik jingga Lexy, namun lelaki itu seakan menghindari tatapanku.
Dia tidak mau menatapku.
Kenapa aku merasa ada sesuatu yang tidak beres?
"Lex--" baru saja aku hendak memanggil nama Lexy, jika saja pintu ruangan tidak terbuka secara tiba-tiba, memotong ucapanku. Aku maupun Lexy menoleh serempak. Di ambang pintu, terlihat sosok Clyde berdiri di sana. Tangan kirinya diperban hingga ke bahu, membuatku bertanya-tanya apakah dia baik-baik saja?
"Clyde!" Lexy beranjak berdiri, menghampiri gadis bersurai merah menyala itu. "Kau ..! Sedang apa kau di sini?"
"Lexy, ikut aku sebentar. Kita perlu bicara," Clyde menarik tangan Lexy, hendak pergi menjauh. Sebelum hal itu terjadi, aku segera melesat dan menahan mereka.
"Tunggu!" Aku menarik tangan Lexy sebelum Clyde berhasil membawanya pergi. "Clyde, a-aku juga perlu bicara denganmu."
Clyde menatapku nyaris tanpa ekspresi. Tatapannya begitu hampa. "Apakah tidak bisa nanti saja? Aku sibuk."
"Kau--" suaraku tercekat. Clyde benar-benar berubah. Tidak ada lagi sosok Clyde yang hangat dan ramah. Gadis yang berdiri di hadapanku saat ini adalah seseorang yang dingin dan nyaris tak kukenali. "Clyde, kau berada di dalam daftar tersangka!" sahutku akhirnya, melepas semua hal yang kutampung sendirian. "Aku ... aku mencoba untuk selalu berpikir positif. Aku tahu kamu tidak bersalah. Tapi, kenapa kamu selalu menghilang? Seakan, kamu sedang menghindari sesuatu," aku menggepalkan telapak tanganku erat-erat. "Aku ... aku sudah berusaha, tapi kenapa kau ..."
"Kena," Clyde menatap tepat di manikku, kami bertemu netra untuk beberapa saat. "Kau ... mempercayaiku, 'kan?" dia mengulum senyum yang begitu lembut, hingga tanpa sadar emosiku mereda.
"Aku ...," aku menunduk, menatap sepasang sepatuku yang memijak lantai. "Iya, aku percaya."
"Nah, bagus," Clyde mengangguk pelan, kemudian menarik tangan Lexy. "Sekarang, aku harus pergi. Jika saatnya telah tiba, aku akan menjelaskan kepadamu semuanya."
Aku mendongak, "semuanya?"
"Iya, aku janji."
"Baiklah," aku melepaskan genggaman tanganku, mundur beberapa langkah. "Aku akan menunggu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tales: Broken Pandora
Fantasy[The Tales: School of Magic Sequel] Setelah tragedi yang menyebabkan populasi penyihir menurun, kini kami dikejutkan kembali oleh bencana yang baru. Sebagian besar penyihir terkena sihir hitam, dan membuat kekuatan mereka tersegel. Kehilangan kekuat...