Path-46 : The Moment I Was Told

561 63 22
                                    

"Selamat ulang tahun yang ke-13, Pangeran Ryan!"

Gadis bersurai ungu pucat itu menatap dari kejauhan, mengaduk-aduk gelas berisi jus untuk mengisi kegiatan selagi memperhatikan para tamu yang lain secara bergantian mengucapkan "selamat" kepada sang pangeran.

"Lizzy?" Gadis itu mendongakan kepalanya tatkala ia mendengar seseorang memanggil namanya. Ah, ternyata itu adalah Ayahnya. "Kenapa kamu berdiam di sini? Ayo,kita harus mengucapkan selamat kepada Pangeran!"

"Ah, iya. Tapi di sana sangat ramai, Ayah." Lizzy menunjuk kerumunan keramaian yang mengelilingi seseorang. "Mungkin aku akan mengucapkan selamat untuknya nanti."

"Baiklah, tapi jangan sampai lupa," pesan sang Ayah, "Sangat tidak sopan apabila keluarga bangsawan seperti kita lupa memberikan ucapan selamat kepada Pangeran di hari jadinya."

Lizzy mengangguk mengerti. "Baik, Ayah."

Gadis itu kembali melanjutkan aktifitasnya mengaduk-aduk minuman di dalam gelas saat Ayahnya pergi menghadap Raja. Sungguh, Lizzy tak pernah menyukai pesta seperti ini. Menurutnya sangat membosankan. Meski ini kali pertamanya dia diajak oleh sang Ayah untuk menghadiri pesta di Istana utama, baginya suasana pesta tak jauh berbeda dengan pesta-pesta yang ia hadiri di kediaman para bangsawan.

Meski ia akui, Istana tempat di mana para anggota kerajaan tinggal begitu mewah dan indah, tapi tetap saja ia tak suka suasananya.

Jika bukan karena sang Pangeran berulang tahun, Lizzy pasti tidak akan datang. Sebenarnya ini dia tidak mau datang, namun ayahnya memaksa. Ayahnya berencana mengenalkan Lizzy kepada sang raja, mengingat Lizzy adalah anak tunggal dan kelak nanti akan menjadi penerus usaha dan nama baik keluarga.

Lizzy belum pernah bertemu dengan Raja dan Pangeran. Menurut rumor yang dia dengar dari anak bangsawan lain, Pangeran Ryan memiliki paras yang menawan dan tampan. Sebenarnya Lizzy juga penasaran dengan wajah yang sering jadi bahan omongan itu, tapi Lizzy juga tak begitu peduli. Lagi pula, Pangeran Ryan sudah dijodohkan dengan Annabeth, putri dari kerajaan Utara.

"Lama sekali," keluh Lizzy saat masih melihat kerumunan yang sama sekali tak memudar di pandangannya. Dia ingin cepat-cepat mengucapkan selamat, lalu pulang.

Bosan menunggu, Lizzy memutuskan untuk pergi ke luar, berkeliling di sekitar bangunan Istana yang megah luar biasa.

Langkah kakinya yang tak menentu, berakhir membawanya ke Taman Istana. Tampak begitu indah di bawah semburan sinar bulan. Membuat Lizzy dalam hati berdecak kagum. Siapapun yang merancang Taman ini, dia pastilah memiliki selera yang tinggi.

Lizzy mendekat ke sekumpulan mawar kuning. Terlihat segar dan indah, namun rasanya begitu ambigu. Biasanya di taman-taman Istana seperti ini, pasti didominasi oleh mawar merah, kalaupun bukan mawar merah pastilah putih. Namun, kenapa justru mawar kuning yang tumbuh di sini?

Krak!

Lizzy menoleh saat mendengar ada suara ranting yang patah di dekatnya. Ia terkejut begitu mendapati seorang lelaki berdiri tak jauh darinya. Sepertinya dia hendak pergi dari tempat ini diam-diam, namun gagal karena menginjak ranting kering.

"Ah, selamat malam." Masing mengingat tata krama yang selalu ditanamkan sang Ayah pada dirinya, Lizzy menunduk hormat, meski kepada orang yang tak ia kenal sekalipun itu.

Lelaki yang tadinya hendak pergi, segera mengurungkan niatnya saat melihat Lizzy menyapa. Dia hanya mengangguk kecil, lalu berkata, "Malam juga."

Hening melanda, tak ada satupun dari kedua belah pihak yang membuka percakapan untuk mencairkan suasana. Maka, Lizzy lebih memilih kembali memperhatikan bunga mawar. "Indah sekali," gumam Lizzy. "Sayang sekali, meski indah tapi mawar kuning memiliki arti yang menyedihkan."

The Tales: Broken PandoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang