Path-15 : Hole

917 134 24
                                    

Matahari menyemburkan sinar kemerahan. Awan-awan mengepul untuk meneduhkan suasana. Aku berbaring di atas ranjangku, berguling-guling seperti cacing kepanasan. Sekujur tubuhku pegal. Beruntung, kelompokku berhasil lulus ujian sebelum gelap. Tadi sore, ketika kami berhasil lulus ujian, kami segera diteleportasikan ke ruang tunggu peserta ujian yang berhasil lulus. Kami disuguhkan beberapa makanan ringan, lalu diperbolehkan untuk kembali ke kamar.

Katakan, aku ini sangat kelelahan. Jadi sesampainya di kamar, aku langsung tidur pulas tanpa mandi ataupun ganti baju terlebih dahulu. Dan jadilah sekarang, sekujur tubuhku pegal-pegal dan kaku. Padahal tadi Lizzy sudah memintaku untuk berendam air panas dulu di kamar mandi, tapi aku tidak menurut. Ugh, aku ini memang keras kepala.

Padahal, besok ada ujian tertulis. Jika aku sampai jatuh sakit, bisa gawat.

"Kenaaaaaaa!" suara melengking Xia-xia membuat kepalaku serasa ingin pecah. Hewan menyebalkan itu menarik-narik rambutku, memaksaku bangun. "Ayo mandi dulu! Kamu bau! Dan apakah luka-lukamu itu sudah diobati?"

Aku menggeleng lemas. "Belum."

"Haduuuuh! Di sepraimu jadi ada darah! Aku tidak mau tidur jika kotor begitu." Tidak menyerah, Xia-xia kini melompat-lompat di atas punggungku--karena posisiku saat ini terlungkup. "Cepat mandi! Sudah aku siapkan air panas."

Aku menyerah. Dengan terpaksa, aku berjalan lesu ke kamar mandi setelah meraih handuk dari gantungan di belakang pintu. Xia-xia sudah menyiapkan air panas untukku, jadi aku tinggal berendam saja tanpa perlu repot-repot menyiapkan air panas lagi. Aku menghela napas begitu air mulai menenggelamkan tubuhku. Rasanya nyaman sekali. Aku menatap luka-luka di sekujur tubuhku. Banyak memar dan lebam akibat pertarungan. Yang paling parah adalah di bagian lengan kananku. Luka karena lucutan anak panah api Sora masih membekas, juga luka karena tendangan kilat dari Juliet. Mereka itu super sekali. Mungkin setelah ini, aku harus menemui Clyde.

Aku memejamkan mataku, mencoba rileks. Hah ... hari yang melelahkan.

***

Lizzy berjalan dengan kaki kanan yang sedikit diseret. Kakinya saat ini benar-benar sakit. Bukan hanya kakinya saja, namun sekujur tubuhnya rasanya seperti remuk. Ini karena pertarungan tadi saat ujian. Beruntung, tangannya tidak patah saat empat gadis menyerangnya secara serempat. Benar-benar merepotkan.

Gadis itu membuka pintu ruang kesehatan. Kosong. Sepertinya tidak ada orang di sana. Lizzy melangkah masuk, menelusuri deretan almari berisi obat-obatan. Padahal dia berharap bertemu Clyde atau siapapun yang memiliki kekuatan healer, karena lebih cepat sembuh. Tapi sepertinya dia terpaksa mengobati secara manual.

"... Obatnya tidak ada," Lizzy mendesah pelan. Padahal pergelangan kaki kanannya saat ini benar-benar sakit sekali. Gadis itu menoleh ke kiri dan ke kanan, berharap menemukan obat yang dicarinya. Tatapannya justru tertumbuk pada sebuah pintu besi di ujung ruangan yang sedikit terbuka. Karena penasaran, Lizzy mendekat. Mungkin dia memang tidak boleh masuk. Akal sehatnya melarangnya untuk melakukan hal nekat itu. Namun sayangnya, rasa penasaran telah menguasai penuh dirinya. Jadilah dia memasuki ruangan di balik pintu itu tanpa mempedulikan resikonya.

Lizzy masuk bertemu dengan lorong panjang, dengan deretan pintu kaca. Dinding yang melapisi lorong juga terbuat dari kaca. Tapi ada hal yang membuat gadis itu membeku di tempat. Ada ruangan di setiap dinding kaca, dan di setiap ruangan ada orang yang duduk lesu, melamun di atas ranjang.

Sebuah tulisan di papan kayu membuat Lizzy tertegun. Ruang terapi. Jadi, ini ruang terapi? Lizzy baru pertama kali kemari.

"Kalau ini ruang terapi, maka ..." Lizzy merinding menatapi orang-orang yang berada di dalam ruangan di balik dinding kaca. "Mereka orang-orang yang terkena sihir hitam? Kalau begitu ... apakah Alice ada di sini ...?"

The Tales: Broken PandoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang