Aku datang ke dua puluh lima tahun lalu.
Masa lalu, jauh lebih indah dari yang pernah kubayangkan. Dimana heaven creatures dilepas bebas, berkembang biak secara alami. Magic plant tumbuh subur sepanjang mata memandang. Meski teknologi belum semaju pada masa depan, namun pemandangan alam di sini jauh lebih mengesankan.
Aku berjalan menelusuri sekitar desa Heavenica yang ramai dilalui masyarakat. Penduduk setempat sibuk bekerja, entah itu membajak sawah, berjualan ramuan atau buah-buahan, dan lain sebagainya. Posisi rumah di tetap sama seperti saat pertama kali aku menginjakkan kaki di sini. Bedanya, bentuknya masih sangat tradisional.
Yah, bisa dibilang, kehidupan di zaman ini tak jauh berbeda seperti kehidupan di dimensi manusia.
Aku berjalan pelan, menikmati suasana pedesaan, sembari mencari rumah milik Lita--atau milik Lisa pada zaman ini. Aku melewati daerah pasar, deretan penjual terlihat sepanjang mata memandang.
"Jimat! Ayo silakan dipilih jimatnya! Sangat ampuh!"
Aku menghentikan langkahku, menoleh kepada seorang pria yang sedang menjual berbagai macam jimat yang sangat berkilau.
Pria itu tersenyum senang begitu aku melangkah mendekati kiosnya. "Ayo, silakan dipilih, Nona. Jimat pelindungku sangat ampuh!"
Ah, mungkin melihat-lihat sebentar tidak masalah. Lagi pula, kapan lagi aku bisa melihat-lihat masa lalu selain sekarang?
Perhatianku terpaku pada sebuah jimat berwarna biru samudra, terlihat berkilau begitu diterpa cahaya matahari. Indah sekali!
"Berapa harga jimat yang itu?" Seorang gadis asing menunjuk jimat yang sedari tadi kutatap. Aku melirik gadis itu, dia memakai tudung merah gelap yang menutupi nyaris setengah wajahnya. Aku jadi tidak bisa melihat wajahnya.
"Hanya tiga ratus poin!"
"Hee, mahal sekali!" protes gadis itu. "Dua ratus lima puluh poin saja, ya! Akan aku beli, deh!"
"Tidak bisa, dik. Harganya sudah pas!"
"Kumohon! Dua ratus lima puluh poin, ya!!"
Aku mengerutkan kening, menahan tawa melihat sang gadis yang berusaha keras menawar.
Si pria penjual jimat menghela napas, akhirnya mengalah. "Baiklah! Tapi sebagai gantinya, kamu harus bilang ke teman-temanmu untuk membeli jimat di sini!"
"Oke!" Gadis itu berseru girang. Mereka segera melakukan transaksi, sebelum akhirnya jimat biru samudra itu berpindah tangan kepada si gadis.
Saat di gadis membuka tas kecilnya, hendak memasukkan jimat ke dalam tasnya, tiba-tiba ada seorang lelaki yang berlari cepat menyambar tas gadis tersebut. Lelaki itu berlari, membawa pergi tas si gadis.
Si gadis berseru panik. "TASKU!!"
Gadis itu berlari mengejar, dan secara inisiatif aku ikut mengejar pencuri itu. Karena sering berlatih bersama Master Joule, lariku jauh lebih cepat dari si pencuri, dan dengan mudah aku berhasil mengejarnya.
Aku mengayunkan kakiku ke arah betisnya, membiarkan lelaki pencuri itu terjerembab ke atas tanah. Lelaki itu mengaduh, namun dengan cepat hendak berlari lagi. Huh, ternyata dia pantang menyerah.
"Hei, jangan kabur!" Si gadis bertudung merah mengulurkan tangannya ke arah si lelaki. Semburan es keluar dari tangan gadis itu, nyaris mengenai si lelaki, meski nyatanya meleset. Tas si gadis terjatuh ke tanah, namun si lelaki pencuri berhasil kabur.
Ah, sudah lah. Biarkan saja pencuri itu pergi.
Si gadis sepertinya berpikiran hal yang sama denganku. Buktinya, dia tidak mengejar lelaki itu. Gadis itu meraih tasnya, lantas berjalan mendekatiku. Gadis itu tersenyum, kemudian menyibak tudung yang menutupi separuh wajahnya, menampilkan wajah yang sedang tersenyum kepadaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tales: Broken Pandora
Fantasy[The Tales: School of Magic Sequel] Setelah tragedi yang menyebabkan populasi penyihir menurun, kini kami dikejutkan kembali oleh bencana yang baru. Sebagian besar penyihir terkena sihir hitam, dan membuat kekuatan mereka tersegel. Kehilangan kekuat...