Langit sudah gelap, matahari sudah sempurna tenggelam dan digantikan oleh bulan. Germelap bintang bertaburan di langit kelam, mencoba membantu bulan mencahayakan gelapnya malam. Wanita itu tampak sibuk memilah berkas-berkas di meja kerjanya. Sesekali dia menyeruput kopi untuk mengusir jauh rasa kantuk. Dengan ditemani cahaya redup lampu digital, wanita itu melanjutkan pekerjaannya.
Rosseline, si wanita sedari tadi sibuk menyelesaikan pekerjaan. Malam hari adalah waktu yang tepat baginya untuk bekerja. Meski pada akhirnya dia tidak memiliki waktu lebih untuk beristirahat, setidaknya itu lebih baik daripada menunda pekerjaan.
Kamar tidurnya tampak lenggang, hanya ada dua ranjang, satu lemari berukuran besar, satu meja kerja, dan kamar mandi. Rosseline selalu sendirian beberapa tahun terakhir ini. Di Asrama guru, hanya dia yang tidur sendirian tanpa teman kamar.
Sebenarnya, dulu Rosseline sempat memiliki teman sekamar. Namanya Seed. Dia dan Seed berteman baik, dan akhirnya melamar menjadi guru di sini bersama. Tapi karena Tragedi enam tahun lalu, Seed direkrut oleh Dark witch untuk menghancurkan kerajaan Utara. Dia diculik saat dia tengah mendapat tugas dinas ke Kerajaan Utara. Andai waktu itu Seed tak pergi, pasti saat ini mereka masih bersama.
Meski Rosseline tak habis pikir, kenapa Seed sampai hati nyaris menculik Kena dan Yura dua tahun lalu. Padahal, dulu Seed adalah wanita yang lembut dan tahu tatakrama. Tapi saat itu yang ditemukan dalam tatapannya adalah kebencian. Rosseline tak tahu apa saja yang sudah dilaluinya, dan itu tidak bisa memungkiri kenyataan bahwa dia hampir mencelakai dua putri mahkota.
Rosseline menggelengkan cepat kepalanya. Ah, kenapa pula dia harus mengingat kejadian pahit itu? Biarlah sesuatu yang lalu berlalu. Tak ada gunanya menyesal. Waktu terus mengalir maju, bukan mundur. Mustahil untuk bisa memutar balikan waktu.
Waktu itu seperti air. Terus mengalir mengikuti arus tanpa berhenti barang sejenak.
Rosseline meraih cangkir kopinya. Cangkirnya dimiringkan ke bibirnya. Namun, hanya setetes air kopi yang jatuh membasahi lidahnya. Wanita itu meletakan cangkir sembari menghela napas panjang. Dia beranjak berdiri, membawa cangkir, hendak menuju dapur Asrama guru.
Sesampainya di sana, wanita itu menemukan dispenser air yang kosong. Sepertinya guru piket lupa mengisi kembali dispenser dengan air baru. Sekali lagi Rosseline menghela napas berat. Kalau begini, dia terpaksa menuju Kafeteria untuk mengambil air.
Rosseline merapatkan jaket yang menutupi piyamanya, berjalan sendirian melewati lorong panjang yang begitu hening, hanya menyisakan deru suara hewan malam. Wanita itu menatap bulan yang bersinar dengan anggun. Bulan purnama. Melihat hal itu, dia jadi teringat dengan peristiwa bulan merah yang akan terjadi beberapa bulan lagi.
Langkahnya terhenti saat tubuhnya telah berhadapan langsung dengan pintu besar Kafeteria. Tanpa berpikir dua kali, dia segera mendorong pintu tersebut hingga menciptakan bunyi berdecit. Dia melangkah masuk, mendekati dinding. Tangannya meraba-raba, mencoba mencari letak sakelar lampu.
Klik.
Kening wanita itu mengerut dalam saat mendapati sosok seorang lelaki tengah terduduk di sebuah meja tak jauh dari pintu. Karena tak dapat membendung rasa penasaran, wanita itu menghampirinya, lalu menepuk bahu lelaki itu.
Si lelaki tampak terkejut, kemudian menoleh. Menatap tepat di manik cokelat Rosseline.
"Sedang apa di sini?" tanya Rosseline.
"Eh, a-aku tidak sengaja tertidur di sini," jawab lelaki itu seraya bangkit berdiri, berusaha bersikap sopan. Rambutnya sedikit acak-acakan, wajahnya kusut. Ada beberapa lebam di wajahnya, juga di tangannya yang dibalut perban tipis. "Maaf, aku akan kembali ke Asrama."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tales: Broken Pandora
Fantasy[The Tales: School of Magic Sequel] Setelah tragedi yang menyebabkan populasi penyihir menurun, kini kami dikejutkan kembali oleh bencana yang baru. Sebagian besar penyihir terkena sihir hitam, dan membuat kekuatan mereka tersegel. Kehilangan kekuat...