"Ini."
Aku menatap datar botol alkemia berisi cairan hijau yang tengah Flo ulurkan kepadaku. Aku menerimanya tidak mengerti. "Untuk apa ramuan ini?" Seingatku, cairan berwarna hijau itu untuk ramuan kilat, ramuan peledak, dan ramuan zoom out. Jadi, untuk apa Flo memberiku ramuan semacam itu?
"Ini bukan ramuan sihir," Flo mengembangkan seulas senyum manisnya. "Ini ramuan penenang buatanku. Meskipun bodoh dalam hal mantra, tapi aku pandai meracik ramuan."
"Oh ..." aku termangut-mangut. "Lalu, ramuan penenang ini untuk apa?"
"Ya untukmu!" Flo tampak sengit. "Kamu akhir-akhir ini tampak pucat, dan banyak pikiran. Jadi aku berinisiatif untuk membuatkanmu ramuan itu. Coba diminum!"
Aku bergidik, "Kalau ternyata ini ramuan peledak bagaimana?!"
"Tidak! Aku berani jamin seratus persen!! Ayo diminum!"
Aku menggeleng.
"Aku sudah buat susah payah, lho." Flo mengerucutkan bibirnya. "Ayolah, diminum."
Melihat wajah memelas Flo, aku jadi merasa tak tega. Setelah menghela napas panjang, kuputuskan untuk meminumnya. "Yasudah, kuminum." Aku membuka tutup botol tersebut, kemudian segera menebas habis dalam sekali teguk. Kupikir rasanya pahit, masam, atau rasa tidak enak lainnya. Tapi ternyata rasanya manis sekali, membuatku mengecap beberapa saat.
Flo menatapku berbinar, "Enak?"
"Manis," jawabku jujur. "Aku suka."
Gadis berambut hitam panjang itu tertawa puas, "Tentu saja! Siapa dulu yang buat! Selain lezat, ramuan itu juga akan menenangkan perasaanmu."
Perkataan Flo benar. Perasaanku yang tadinya gelisah dan bimbamg, seketika menjadi lebih ringan. Seperti semua masalah yang tersangkut di pikiranku meluap begitu saja. Aku menatap sosok Flo yang kini juga sedang menatapku dengan tatapan penuh arti. Dari dulu hingga sekarang Flo tidak pernah berubah. Meski tampak cuek, sebenarnya Flo sangat mempedulikan sekitarnya. Aku bersyukur sifat baiknya sama sekali tidak berubah.
"Terima kasih," kedua ujung bibirku tertarik, memamerkan sebuah senyum lebar.
Flo mengangguk, dia tampak bahagia melihatku sudah merasa lega. "Bukan masalah!" Gadis itu melirik arloji yang melingkari pergelangan tangan kirinya. "Ah, kelas Senior akan mulai beberapa menit lagi. Aku pergi dulu ya, Kena!"
"Oke," aku melambaikan tanganku. "Aku juga akan segera ke Kelas. Sampai nanti!"
"Sampai nanti!"
***
"Dua hari lagi, lho!" Lizzy tampak gelisah luar biasa. "Bagaimana ini? Apakah Alice tidak akan mengikuti ujian kenaikkan tingkat? Kalau tidak, berati dia harus menunggu tiga bulan lagi!"
"Hm, itu lebih baik daripada tidak sama sekali." Juliet menghela napas panjang. "Kita harus fokus, Lizzy. Kita tidak boleh mencemaskan sekitar."
"T-Tapi Alice ..."
"Aku yakin Alice takkan senang jika dia tahu kamu tidak ikut ujian karenanya." Perkataan dari Juliet sukses membuat Lizzy menundukkam kepalanya. Juliet menatap Lizzy tak tega. Bagaimanapun, sebagai seorang teman Juliet juga khawatir dengan kondisi Alice. Tapi tentu saja itu tak bisa dijadikan alasan agar dia tidak melangkah maju, bukan?
"Juliet benar," Yura menghela napas pelan. "Lagipula, Alice nanti bisa ikut ujian kenaikan tingkat yang berikutnya. Tidak mengikuti yang sekarang bukan berarti tidak naik tingkat selamanya 'kan?"
"I-Iya ..." Lizzy berkata pelan, "Kalian benar. Maafkan aku."
"Tidak perlu minta maaf begitu," aku menggeleng, kemudian berkata dengan tenang, "Yasudah, ayo kita mulai belajar. Kudengar dari Sora, materi tentang spesies-spesies heaven creatures dan hell beast akan keluar. Ayo kita pelajari itu dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tales: Broken Pandora
Fantasy[The Tales: School of Magic Sequel] Setelah tragedi yang menyebabkan populasi penyihir menurun, kini kami dikejutkan kembali oleh bencana yang baru. Sebagian besar penyihir terkena sihir hitam, dan membuat kekuatan mereka tersegel. Kehilangan kekuat...