Sinar mentari pagi menyeruak masuk melalui celah jendela, tanpa izin membuat silau di balik kelopak mata yang terpejam erat. Seorang gadis yang tampak tertidur lelap di atas ranjang empuknya merasa terganggu, tatkala angin musim dingin berhembus kencang dan tanpa sengaja membuat jendela kamarnya yang tertutup kini terbuka lebar. Membiarkan semilir udara dingin menyerbak masuk ke dalam ruangan.
Kena, gadis bersurai biru itu refleks terbangun dari tidur nyenyaknya. Menggigil kedinginan, menatap kesal kepada objek yang membiarkan angin musim dingin masuk.
"Ck." Gadis itu segera menutup kembali jendela, meski begitu tangannya yang tak terbalut apapun menyentuh ujung jendela terasa membeku. Dingin sekali! jerit Kena dalam hati sembari cepat-cepat menutup jendela.
Dia meraih selimut, membungkus tubuhnya sendiri hingga terlihat seperti roti sosis, dengan dirinya sebagai sosisnya. Masa bodoh, pikirnya. Yang terpenting saat ini, dia merasa hangat.
Ya, itulah dia, Kena sang putri kerajaan Utara dan calon ratu masa depan. Pemilik kekuatan es yang tidak tahan dingin. Ironis memang, padahal jelas-jelas kekuatannya es.
Ah, mungkin karena dia pernah tinggal di negara yang memiliki jangka waktu kemarau yang begitu panjang, sehingga membuatnya mau tak mau kesulitan beradaptasi begitu kembali ke dimensi sihir yang terkenal dengan cuaca ekstrem.
Kena kembali terlelap, bergelung di dalam selimut hangatnya, mencari kenyamanan.
Belum juga sepuluh detik berlalu, jendela kembali terbuka, bersamaan dengan makhluk bulat berbulu yang masuk dari jendela, tepat menghantam Kena yang tengah terlelap.
"AW!" Kena mengaduh menahan sakit. Mendelik sebal begitu ia mendapati bahwa Xia-xia lah yang baru saja menghantamnya. "Xia! Tak bisakah kamu membiarkan aku tertidur lebih lama di musim dingin ini?!"
"Aduh, harusnya kamu yang berterima kasih padaku, Kena!" Xia-xia mengusap hidungnya yang terasa ngilu akibat tadi menghantam Kena. "Kamu pikir, sekarang jam berapa, hah?"
"Jam?" Kena mengarahkan pandangannya kepada arloji yang bertengger di dinding kamarnya. Jarum pendek sudah mengarah kepada angka tujuh. Detik berikutnya, Kena sudah heboh sendiri. "SEBENTAR LAGI JAM SARAPAN BERAKHIR! KENAPA KAMU TIDAK MEMBANGUNGKAN AKU LEBIH AWAL, XIA?!!"
Xia-xia hanya memasang wajah datar, memperhatikan sosok Kena yang kini tengah heboh sendiri. "Kenapa majikanku sebodoh ini, ya?"
"Ya, habisnya kamu tidak membangunkanku lebih awal!" Kena mendengkus kesal. Gadis itu meraih handuk dan melesat ke kamar mandi. Tak sampai sepuluh menit, ia sudah selesai membersihkan diri. Secepat kilat.
Kena memakai seragam musim dingin sekolahnya, lengkap dengan mantel dan syal rajut. Saat sedang sibuk-sibuknya melilitkan syal di lehernya, tatapan Kena tak sengaja tertumbuk pada lingkaran merah yang ada di kalendernya.
Seketika, Kena berbinar cerah. "Xia-xia! Hampir saja aku lupa!"
Xia yang tengah bersiap untuk merebahkan diri di ranjang Kena pun menoleh. "Apa?"
"Hari ini ...," Kena tersenyum riang. "Adalah hari spesial!"
***
"Jadi ...," Romeo mengaitkan jemarinya, menatap satu per satu anggota dewan dengan sorot serius. "Kalian pasti sudah tahu tujuan kita berkumpul di sini."
"Memangnya apa?" Val mengerjap. "Kau 'kan belum bilang. Bagaimana kami bisa tahu?"
"Aduh, Val!" Flo refleks memukul pundak Val dengan gemas. "Masa' kamu lupa, sih?!"
"Apa?"
"Hari ini 'kan ulang tahunnya Kena!" Flo melotot. "Kita sudah membicarakan ini sejak kemarin!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tales: Broken Pandora
Fantasy[The Tales: School of Magic Sequel] Setelah tragedi yang menyebabkan populasi penyihir menurun, kini kami dikejutkan kembali oleh bencana yang baru. Sebagian besar penyihir terkena sihir hitam, dan membuat kekuatan mereka tersegel. Kehilangan kekuat...